Obama Bukan Juru Damai Sejati Konflik Arab-Israel
NU Online · Senin, 8 Juni 2009 | 20:12 WIB
Pidato Presiden Amerika Serikat Barrack Obama di Universitas Kairo, Mesir memang cukup memikat, memberi kesan bersahabat dengan dunia Islam. Namun kalau pidato Obama tersebut dijadikan dasar untuk optimis terhadap terciptanya perdamaian di Timur Tengah, nampaknya dunia internasional harus bersiap-siap untuk kecewa.
Konflik Arab Islam veersus Yahudi Israel merupakan perseteruan panjang yang menuntut sikap netral dari negara yang akan menjadi mediator atau sang juru damai antara Israel dan negara-negara Islam arab. Dan Amerika Serikat, bukanlah juru damai ataun mediator yang netral. Amerika dalam sejarahnya, selalu memihak Israel Yahudi.<>
Coba saja telusur kembali ketika Israel melakukan agresi militer terhadap kelompok Islam Hamas yang berbasis di daerah Gaza, Palestina. Meski mendapat kutukan dan serangan di Sidang Dewan Keamanan PBB, namun Amerika memveto semua keputusan Dewan Keamanan PBB yang mendesak Israel menarik mundur pasukannya.
Indikasi kedua, dalam proses penyelesaian damai antara Palestina-Israel, Amerika hanya mengikutsertakan faksi Fatah yang berhaluan nasionalis, sementara kelompok Islam Hamas ternyata tidak dilibatkan. Padahal, Hamas merupakan faksi politik di Palestina yang memenangkan pemilu.pada 2006. Alhasil, perwakilan rakyat Palestina dalam perundingan damai Israel-Palestina jadi tidak berimbang.
Melihat tren ini, marilah kita simak peringatan dari Raja Yordania Abdullah 12 Mei lalu. Dalam prediksi Raja Abdullah, langkah solusi damai Timur Tengah Presiden Obama akan bermuara pada dua opsi. Pertama, terciptanya perdamaian di Timur Timur. Opsi kedua, justur malah akan timbul konflik baru Arab-Israel.
Rasa-rasanya peringatan Raja Abdullah masuk akal juga, apalagi ketika peran di balik layar dari Zbigniew Brzezinski, penasehat utama politik luar negeri Obama, patut untuk diwaspadai. Karena Brzezinski, di era kepresidenan Jimmy Carter sering menjalankan bebreapa agenda tersembunyi yang memberi kesan bahwa Carter sering membuat kegagalan dalam pemerintahannya, namun sebenarya kegagalan tersebut merupakan keberhasilan misi Brezezinski.
Misalnya saja rezim Shah Iran yang mendapat dukungan dari Amerika selama puluhan tahun berhasil ditumbangkan Ayatullah Khomeini, sehingga di mata rakyat Amerika dan dunia Carter adalah presiden yang lemah karena gagal mengamankan Iran dengan jatuhnya Shah Iran. Namun, bagi skema Brzezinski yang misi utamanya membendung pengaruh Uni Soviet di negara-negara Teluk, tampilnya Khomeini dan kelompok Islam Syiah, justru merupakan keberhasilan skema Brzezinski membendung Soviet di kawasan Teluk.
Maka dari itu, peringatan dari Raja Yordania Abdullah bukan saja benar dan tepat, namun juga cukup cerdas membaca kemungkinan berbagai skenario terselubung yang dimainkan oleh para perangcang politik luar negeri Presiden Obama.
Karena itu, Raja Yordania Abdullah ketika itu beranggapan bahwa konflik di Timur Tengah bukan hanya perselisihan antara Israel dan Palestina semata. Konflik Timur Tengah, menurut Raja Abdullah, juga melibatkan Lebanon, Suriah dan Yordania. Karena berkaitan dengan sengketa wilayah dengan Israel seperti dataran tinggi Golan, Sungai Yordania, dan Semenanjung Sinai. Karerna itu dalam pandangan Raja Abdullah, penyelesaian konflik Timur Tengah tidak saja melibatkan Israel-Palestina, melainkan juga harus melibatkan Suriah, Lebanon dan Yordania.
Menurut Raja Abdullah, kalau perundingan damai ditunda, konflik lain antara Arab Muslim dan Israel akan muncul kembali dalam kurun waktu 12-18 bulan mendatang.
Karena itu menarik juga usulan Raja Abdullah yang mengusulkan pelibatan 57 negara anggota Konferensi Islam (OKI). Sebab, 57 negara tersebut dianggap sebagai negara dunia ketiga yang mempunyai peran penting dalam menentukan hubungan internasional.
Artinya, kalau negara dunia ketiga tersebut tidak mengakui Israel, 57 negara PBB tersebut juga tiak mengakui keberadaan Israel.
Usulan Raja Yordania Abdullah harus diakui cukup brilian dan kreatif. Dan gagasan Raja Abdullah ini pada intinya mengusulkan perlunya sebuah konferensi berskala internasional dalam mendorong proses perdamaian di Timur Tengah antara Israel dan Arab Muslim.
Karenanya, gagasan penyelesaian Timur Tengah dengan mengedepankan Amerika Serikat sebagai penengah atau mediator konflik Arab-Israel, menjadi tidak tepat lagi. Karena Amerika tetap dipandang oleh negara-negara Islam sebagai terlalu memihak Israel Yahudi. Betapaun simpatiknya Presiden Obama dalam pidatonya di Universitas Kairo, Mesir Kamis (4/6).
Mendorong Peran Aktif Rusia
Peran Rusia, salah satu negara besar di Eropa Timur, kiranya lebih layak untuk memainkan peran strategis sebagai perantara atau mediator Arab-Israel. Posisinya di mata negara-negara OKI cukup bagus dan netral. Bahkan cenderung bersimpati kepada dunia Islam. Aliansi strategis yang dibuat antara Rusia-Dunia Islam beberapa waktu yang lalu, nampaknya semakin meningkatkan kredit poin Rusia di mata dunia Islam.
Sudah sewajarnya, dengan bertumpu pada usulan Raja Yordania Abdullah mengenai perlunya melibatkan 57 negara OKI untuk menggelar suatu konferensi internasional, maka sudah sewajarnya pula negara-negara OKI secepatnya mendorong keterlibatan dan peran aktif Rusia sebagai perantara atau mediator konflik Arab-Israel.
Dan mengusulkan agar Rusia secepatnya mengambil inisiatif menggelar konferensi internasional dan Rusia menawarkan diri sebagai tuan rumah konferensi internasional penyelesaian Timur Tengah.
Dan Rusia sebenarya mempunyai dasar yang kuat untuk memulai inisiatif tersebut. Karena pada kenyataannya, sampai sekarang tidak ada dinamika positif yang muncul dari proses perdamaian di Timur Tengah tersebut. Sebalikya, jangan-jangan peringatan Raja Yordania mengenai kemungkinan konflik baru di Timur Tengah pada kurun waktu 12 sampai 18 bulan mendatang akan terjadi.
Karena elemen-elemen Islam radikal seperti Hamas di Palestina maupun kelompok radikal kanan Yahudi di Tmur Tengah,justru semakin menguat. Sehingga situasi ke arah perdamaian justru tidak kondusif.
Ini terjadi karena sikap netral Amerika diragukan oleh negara-negara Arab dan dunia Islam pada umumnya. Fokus Amerika yang hanya melibatkan Palestina-Arab dalam penyelesaian Timur Tengah, nampaknya juga menjadi salah satu faktor kebuntuan diplomasi yang dihadapi saat ini.
Mendorong keterlibatan dan peran aktif Rusia, memang bisa menjadi solusi agar bisa keluar dari jalan buntu. Bahkan bukan itu saja. Gagasan konferesi internasional negara-negara Islam yang terkait dengan konflik di Timur Tengah, ternyata sudah disetujui oleh Ketua Dewan keamanan PBB dalam pidatonya pada 11 Mei 2009.
Berarti, ada penilaian yang cukup obyekif dari dunia internasional bahwa Rusia memang pantas menjadi penengah atau mediator konflik Arab-Israel. Selain tidak memiliki kepentingan khusus di Timur Tengah, Rusia tidak dalam posisi untuk melayani salah satu negara yang terlibat konflik. Sementara Amerika dengan tekanan dari Lobi Yahudi di Amerika, sulit bagi negara Paman Sam ini untuk bersikap netral.
Dengan demikian, netralitas Rusia untuk menjadi penengah dalam mengusulkan solusi damai Arab-Israel nampaknya cukup bisa dihandalkan.
Sampai sejauh ini, usulan solusi dua negara yang diajukan Presiden Obama tetap menemui jalan buntu..Dalam konsep Obama, Israel dipaksa untuk menyetujui pembentukan negara Palestina di wilayah jalur Gaza dan Tepi Barat yang berdampingan dengan Israel.
Usulan solusi dua negara ini tetap ditentang kalangan ultra-kanan Israel sehingga Perdana Menteri Netanyahu punya alasan untuk menolak gagasan Obama tersebut.
Selain itu, Nentanyahu tetap bersikeras bahwa Palestina hanya boleh memiliki kedaulatan yang terbatas dan tanpa militer.
Begitulah, proses perdamaian nampaknya menemui jalan buntu, karena Amerika ternyata tidak bisa memberi solusi terobosan untuk keluar dari kebuntuan tersebut. Maka, sudah seharusnya muncul mediator atau penengah baru dalam mendorong proses perdamaian di Timur Tengah. Rusia, merupakan pilihan yang cukup tepat dan masuk akal.
Penulis adalah Direktur Eksekutif Global Future Institute(GFI)
Terpopuler
1
Saat Jamaah Haji Mengambil Inisiatif Berjalan Kaki dari Muzdalifah ke Mina
2
Perempuan Hamil di Luar Nikah menurut Empat Mazhab
3
Pandu Ma’arif NU Agendakan Kemah Internasional di Malang, Usung Tema Kemanusiaan dan Perdamaian
4
Saat Katib Aam PBNU Pimpin Khotbah Wukuf di Arafah
5
Belasan Tahun Jadi Petugas Pemotongan Hewan Kurban, Riyadi Bagikan Tips Hadapi Sapi Galak
6
360 Kurban, 360 Berhala: Riwayat Gelap di Balik Idul Adha
Terkini
Lihat Semua