Gus Mus memberikan catatan, Nabi Muhammad, lagi-lagi ia menyebut sebagai seorang rasul, berpakaian sebagaimana umumnya masyarakat Arab. Kenapa nabi tidak membuat pakaian sendiri yang khas untuk menunjukkan bahwa dia seorang rasul? Kenapa ia malah berpakaian sebagaimana orang-orang yang membencinya seperti Abu Jahal dan Abu Lahab?
Mungkin saja, jika Nabi Muhammad lahir di tempat lain, semisal di Texas, ia akan berpakaian sebagaimana orang-orang Texas. Jika di Jawa, maka ia akan sebagaimana berpakaiannya orang Jawa.
Begitulah pemaknaan Gus Mus terhadap nasionalisme dalam cara berpakaian ala Nabi Muhammad. Karenanya, ia dan kiai-kiai lainnya seperti Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid), Kiai Said Aqil Siroj, menggunakan batik, sebagai bentuk nasionalisme terhadap budaya tanah airnya. Itulah bentuk ittiba (mengikuti) jejak nasionalisme kepada Nabi Muhammad.
Kiai Said Aqil Siroj punya penjelasan sendiri dalam mencintai tanah air. Juga dari jejak hidup Nabi Muhammad. Ketika Nabi Muhammad hijrah dari Makkah ke Madinah, adalah upaya untuk membentuk tanah air.
Ini kalimat yang sering digembor-gemborkan Kiai Said dalam ceramahnya, man laisa lahu ardun, laisa lahu tarikh, man laisa lahu tarikh, laisa lahu dzkirah, barangsiapa yang tak punya tanah air maka tak akan punya sejarah, barangsiapa yang tak punya sejarah, maka akan terlupakan.
Di atas tanah air itulah, sebuah bangsa bisa membuat peradaban, mulai dari membangun lembaga pendidikan seperti pesantren, madrasah, masjid dan lain sebagainya.
Beruntung sekali Indonesia memiliki ulama-ulama yang berpandangan cinta tanah air sebagian dari iman sehingga pada awal mula berdiri, bersatu, sepakat bahwa tanah air terlebih dahulu terbebas dari penjajahan.
Jika di awal berdiri ribut memperdebatkan dan bahkan memaksakan sebuah ideologi untuk dasar negara, maka kemungkinan besar akan terjadi perang antarsaudara sesama anak bangsa. Contohnya Afghanistan. Selepas Uni Soviet hengkang, mereka semula bersatu padu malah sibuk perang saudara karena tak mampu sampai pada titik temu yang menyatukan semua pihak. Dalam situasi begitu, jangan berharap ada generasi emas yang mumpuni dalam berbagai bidang.
Lalu, jika saat ini ada orang atau sekelompok orang yang mengatasnamakan agama (Islam) memaksakan diri untuk menjadikan pemahaman keagamaannya sebagai dasar negara, mereka sebetulnya mencontoh siapa? Bukankah Nabi Muhammad saja di Madinah membangun sebuah negara berdasarkan kesepakatan bersama dengan berbagai agama dan suku bangsa?
Penulis adalah Nahdliyin, kelahiran Sukabumi
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Mempertahankan Spirit Kurban dan Haji Pasca-Idul Adha
2
Ketum PBNU Buka Suara soal Polemik Tambang di Raja Ampat, Singgung Keterlibatan Gus Fahrur
3
Jamaah Haji yang Sakit Boleh Ajukan Pulang Lebih Awal ke Tanah Air
4
Rais 'Aam dan Ketua Umum PBNU Akan Lantik JATMAN masa khidmah 2025-2030
5
Khutbah Jumat: Meningkatkan Kualitas Ibadah Harian di Tengah Kesibukan
6
Khutbah Jumat: Menyatukan Hati, Membangun Kerukunan Keluarga Menuju Hidup Bahagia
Terkini
Lihat Semua