Opini

Menuai Air Baku dari Hujan lewat Proses Elektrolisis

NU Online  ·  Rabu, 25 November 2015 | 03:00 WIB

Oleh Chusna Karima*
"
Allah telah menurunkan air hujan dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya." (QS Ar-Ra’du 17)

Air merupakan karunia Ilahi yang sangat luar biasa. Dengannya dihidupkan bumi sesudah matinya, ditumbuhkannya berjenis-jenis tumbuhan dan buah-buahan. <>Namun seringkali kita lalai dengan anugrah yang telah diberikan Allah kepada kita; kita sering memubadzirkan air (terutama air hujan) dengan membiarkannya lewat dan mengalir begitu saja sehingga pada akhirnya yang terjadi adalah krisis air dimana-mana ketika musim kemarau.

Republika (14 Nopember 2015) memberitakan bahwa curah hujan DKI Jakarta 1.855 mm3 per tahun. Dengan luasan 655 km2 maka potensi air hujan yang turun di atas Jakarta adalah sebesar 655 km2 x 1,855 mm3 = 1.214 juta m3 per tahun.

Sebuah jajak pendapat melalui telepon (Kompas, 7 Juni 2015) mengenai pemanfaatan air hujan menunjukkan:

            26,50 % responden memanfaatkan air hujan untuk keperluan sehari-hari

            73,10 % tidak memanfaatkan air hujan

             0,40 %  tidak tahu

Sedangkan pengetahuan responden tentang kegunaan air hujan sebagian besar hanya berfungsi untuk menyiram tanaman.

Walaupun jajak pendapat tersebut tidak mewakili seluruh masyarakat tetapi hal ini dapat menjadi indikator yang menunjukkan bahwa pada kenyataannya selama ini air hujan tidak kita kelola dan manfaatkan dengan baik, kira biarkan air hujan lewat begitu saja mengalir ke muara, meluap dan bahkan menjadi bencana ketika musin hujan. Pemandangan yang berbeda kita lihat di musim kemarau apalagi dengan fenomena el nino seperti sekarang ini, krisis air di mana-mana.

Indonesia memiliki curah hujan rata-rata di atas 2.000 mm3 per tahun. Bandingkan dengan Inggris yang hanya memiliki curah hujan rata-rata 700 mm3 per tahun. Ironisnya, Inggris tidak pernah kekurangan air, sementara krisis air bersih menjadi bencana langganan tiap tahun bagi kita bangsa Indonesia. Apa yang salah? Apa yang perlu kita lakukan?

Pengelolaan air menjadi persoalan yang harus diperhatikan dan dilakukan secara serius, karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Apalagi menurut Word Water Forum (WWF) II tahun 2000, Indonesia termasuk negara yang akan mengalami krisis air pada tahun 2025. Kita tidak hanya berpacu dengan waktu tapi juga persoalan eksploitasi komersial penyedotan air yang masif dan makin lajunya pembangunan perumahan yang merambah wilayah atas sampai daerah tangkapan air.

Pengelolaan air hujan merupakan salah satu alternatif yang bisa dilakukan. Dengan proses elektrolisis atau istilah sederhananya air yang disetrum maka akan dihasilkan air yang bersifat basa dan mengandung oksigen yang lebih banyak. Seperti yang telah dilakukan di laboratorium kampus kandang udan di desa Bunder, Jatinom, Klaten Jawa Tengah. Dengan menggunakan dua bejana berhubungan yang dialiri listrik searah (DC), molekul air kemudian terurai menjadi ion positif dan ion negatif. Ion yang bersifat basa dengan pH > 8 inilah yang dikonsumsi.

Alangkah hebatnya bila air hujan dikelola secara simultan. Masjid-masjid, pondok-pondok pesantren, sekolah, kampus, dapat menjadi sentra cadangan air baku karena air hujan yang dielektrolisis. Masyarakat sekitar tidak hanya sebagai berperan sebagai penerima/pengguna air yang dihasilkan tapi juga aktif sebagi penampung dan pemasok air hujan dari rumah masing-masing. Hal tersebut akan menghasilkan jutaan m3 air baku.

Lebih hebat lagi, bila semuanya bergerak membuat sumur resapan. Cukup menggunakan kluwung/buis beton berdiameter 80 cm berkedalaman lebih kurang 6 m, dengan biaya sekitar 2 juta rupiah maka bermiliar-miliar m3 air hujan akan masuk kembali, terinjeksi ke dalam tanah dan menjadi cadangan air tanah.

Di musim kemarau sedekah air dan wakaf sumur marak dilakukan badan-badan amal dan CSR. Kita bersyukur sudah terbangun bak-bak penampung air yang besar, embung-embung, dan sumur-sumur bor untuk menyedot air tanah dari bumi. Namun ke depan, diperlukan pemberdayaan masyarakat/ummat sebagi subyek pengelola air, bukan hanya sebagai penerima dan pengguna. Melalui kampanye, penyuluhan dan pelatihan serta langkah nyata, itu semua akan menjadi sebuah gerakan yang sangat berhasil guna apalagi sebentar lagi musim hujan berlangsung.

“Katakanlah (Muhammad), “Terangkanlah kepadaku jika sumber air kamu menjadi kering, maka siapa yang akan memberimu air yang mengalir. “ (QS Al-Mulk 67:30)

 

* Chusna Karima, tinggal di Mutiara Gading Timur 2 Blok S9 No. 10 Mustika Jaya, Bekasi