Opini

Mengenal Karya Tulis Ulama Betawi

NU Online  ·  Kamis, 7 Februari 2019 | 03:00 WIB

Oleh Rakhmad Zailani Kiki
Hari Rabu malam, 30 Januari 2019, bertempat di Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Pusat, Kedoya, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, saya menjadi narasumber Studium General Islam di Nusantara dengan tema Menguak Khazanah Ulama Betawi yang diselenggarakan oleh Ma`had Ali Sa`iidusshiddiqiyah Jakarta.

Pada kesempatan tersebut saya menjelaskan bahwa khazanah ulama Betawi dalam bentuk karya tulis cukup banyak. Dari hasil kegiatan saya menjadi asisten peneliti dan narasumber kegiatan Inventarisasi Karya Ulama di Lembaga Keagamaan di DKI Jakarta pada tahun 2013 yang diselenggarakan oleh Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan Kementerian Agama RI  untuk membantu kegiatan penelitian dua orang peneliti, yaitu Nur Rahmah dan Puji Astuti, terhimpun 160 karya yang merupakan buah karya intelektual 26 ulama Betawi yang hidup di abad ke-19 dan ke-20 M.

Kecenderungan karyai ntelektual tersebut berada pada bidang fiqih. Sedangkan yang masih belum terhimpun masih banyak, seperti karya Habib Utsman bin Yahya, Mufti Betawi, yang berjumlah ratusan.

Bagi saya, jumlah ratusan karya ulama Betawi ini, khususnya yang diterbitkan pada masa prakemerdekaan, menimbulkan kekaguman tersendiri buat saya. Sebab sensus pada tahun 1930  (Lance Castles, 2007) menunjukkan bahwa wilayah Jakarta merupakan salah satu wilayah terbelakang dalam pendidikan umum. Prosentasi melek-huruf di Batavia (11,9%) merupakan angka yang rendah bagi daerah perkotaan. Sebagai contoh bandingkan dengan Bandung, yaitu 23,6%.

Selain itu, mereka yang melek huruf hampir bisa dipastikan bukan orang Betawi. Jadi, karya-karya ulama Betawi yang banyak diterbitkan pada masa itu hadir di tengah-tengah masyarakat Betawi yang kebanyakan masih buta huruf. Ini tentu menjadi tantangan tersendiri bagi para ulama Betawi untuk mengajarkan karya-karyanya di tengah-tengah masyarakat.

Karya tulis ulama Betawi tidak hanya didominasi oleh ulama pria, tetapi juga oleh ulama perempuan. Untuk ulama perempuan Betawi, terdapat nama Ustadzah Khadijah Jamali yang memiliki karya tulis berjudul Al-Mawaa`iz Al-`Usfuriyah dan Wirid dan Tahlil. Lalu Ustadzah Hj Siti Suryani Tahir, putri dari KH Thohir Rohili, pendiri Perguruan Ath-Thahiriyah, telah menghasilkan 27 karya tulis di bidang akhlak, fiqih, tauhid dan ulumul Qur`an yang ditulis dalam bahasa Arab saja atau bahasa Arab dengan bahasa Indonesianya.

Sepanjang yang saya ketahui, Ustadzah Hj Siti Suryani Tahir adalah ulama perempuan Betawi yang paling banyak mempunyai karya tulis sampai saat ini. Disusul kemudian  dengan Ustadzah Hj Tutty Alawiyah.

Ustadzah Hj Tutty Alawiyah adalah putri dari KH Abdullah Syafi`ie, ulama Betawi yang dijuluki singa podium dan pendiri Perguruan Asy-Syafi`iyyah, dikenal sebagai mubalighah kondang.

Ia juga dikenal sebagai pendiri dan Ketua Umum Pusat Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT) serta Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak di era Presiden Soeharto dan Presiden BJ Habibie. Namun tidak banyak yang tahu jika ia juga seorang ulama Betawi perempuan yang produktif menulis.

Ada 16 karyanya yang berhasil diinventarisasi di bidang fiqih, akhlak, sejarah, aqidah, ulumul Qur`an dan dakwah yang ditulis dalam bahasa Arab, Indonesia dan Arab-Indonesia. 

Jika Ustadzah Hj Siti Suryani Tahir adalah ulama perempuan Betawi yang paling banyak mempunyai karya tulis sampai saat ini, maka Habib Utsman bin Yahya, Mufti Betawi, adalah ulama laki-laki Betawi yang paling banyak mempunyai karya tulis sampai saat ini yang saya ketahui.

Data yang saya dapatkan menyebutkan bahwa karya Habib Utsman bin Yahya (lahir di daerah Pekojan,Tambora, Jakarta Barat pada tanggal 17 Rabiul Awal 1238 H/1822 M dan wafat Ahad, 19 Januari 1914 dikuburkan di Pondok Bambu, Duren Sawit, Jakarta Timur) berjumlah 116 buah. Ada pula yang menyebutkan sebanyak 114 buah.

Habib Ali Yahya, mantan Wapemred Majalah Al-Kisah, menyebutkan kepada saya bahwa karya Habib Utsman bin Yahya ada sekira 150-an buah dan ia memiliki daftarnya. Sedangkan salah seorang ulama yang masih menyimpan hampir semua karya tulis Habib Utsman bin Yahya adalah KH Tubagus Ahmad Bakri yang akrab dipanggil Mama Sempur Plered karena tinggal di daerah Sempur, Plered, Purwakarta.

Karya tulis-karya tulis Habib Utsman bin Yahya masih dibaca dan dijadikan rujukan oleh umat Islam sampai hari ini, bukan hanya di Indonesia, bahkan di berbagai negara di Asia Tenggara. Dua karyanya yang masih populer di masyarakat adalah Irsyaadul Anaam, Adabul Insaan dan Sifat Dua Puluh.

Untuk sebaran karya tulis ulama Betawi yang sampai ke luar Indonesia, selain karya tulis Habib Utsman bin Yahya, juga karya tulis dari Syekh Salim bin Sumair Al-Hadhrami penulis Kitab Safinatun Najah Fi Ma Yajibu `ala Abdi li Maulah (Perahu Keselamatan di dalam Mempelajari Kewajiban Seorang Hamba kepada Tuhannya).

Selain itu, ada pula Guru Manshur Jembatan Lima dengan karya di bidang ilmu falak yang berjudul Sullamun Nayrain. Kitab falak ini banyak digunakan bukan hanya di Indonesia, tetapi juga di beberapa negara. 

Ada pula Syekh Ahmad Nahrawi Abdus Salam Al-Indunisi, yang karyanya bahkan telah mendunia, yaitu yang berjudul Al-Imamus Syafi`i fi Madzabihil Qadim wal Jadid. Karya tulisnya ini, menurut Prof Syakh Abdul Ghani Abdul Khaliq, Guru Besar Universitas Al-Azhar Kairo, merupakan karya yang monumental, luar biasa, dan sangat bermanfaat. Karya ini membahas semua aspek yang berkaitan dengan Imam Syafi`i.

Di samping itu, analisisnya pun sangat tajam, mendalam, terpercaya, detail, dan komprehensif. Bahkan, tidak berlebihan, jika dikatakan bahwa karya tulis ini adalah satu-satunya karya ilmiah yang paling sempurna yang pernah ada di zaman sekarang ini yang membahas tentang Imam Syafi`i.

Sedangkan menurut KH Saifuddin Amsir, salah seorang Rais Syuriyah PBNU dan pengurus MUI Pusat, menyatakan bahwa tidak ada satu karya yang membahas Imam Syafi`i di dunia Islam yang selengkap karya ini.

Begitu berbobotnya kitab ini, nyaris tidak ada satu pun penulis tentang mazhab Syafi`i, khususnya di Indonesia, yang tidak menjadikan kitab ini sebagai refrensinya. Luar biasanya, kitab ini dikarang oleh orang Indonesia, seorang ulama Betawi, yang dengan kitabnya tersebut ia memperoleh gelar doktor perbandingan mazhab dari Universitas Al-Azhar, Kairo.

Karya tulis Syekh Ahmad Nahrawi Abdus Salam Al-Indunisi ini telah diterjemahkan oleh Jakarta Islamic Centre dan diterbitkan bersama penerbit Hikmah pada tahun 2008 dengan judul  Ensiklopedia Imam Syafi`i. Selain dijadikan bacaan dan referensi akademik, karya tulis ini juga dijadikan kitab kajian di Majelis Al-Bahtsi Wat Tahqiq As-Salam sejak tahun 1993.

Ulama Betawi lain yang memiliki banyak karya tulis adalah KH Muhammad Ali Al-Hamidi Matraman. Semasa hidupnya (lahir 20 September 1909 dan wafat 22 Agustus 1985), KH Muhammad Ali Alhamidi merupakan penulis produktif. Beberapa karya tulisnya adalah Godaan Setan, Jalan Hidup Muslim, Hidayatullah, Islam dan Perkawinan, Manasik Haji, Ruhul Mimbar dan lain sebagainya.

Hampir semua karyanya diterbitkan oleh Penerbit Al-Ma’arif Bandung, terkecuali di antaranya kitab Ruhal-Mimbar. Kitab ini dia tulis sendiri dengan tulisan tangan, kemudian dia cetak sendiri (karena punya alat cetak stensil sendiri) dan dijahit sendiri serta dipasarkan sendiri dengan jumlah yang sangat terbatas.

Sampai hari ini, Kitab Ruhal-Mimbar (ditulis dalam aksara Arab Melayu sebanyak 10 jlid) belum dicetak ulang oleh penerbit lain. Kendati ia disinyalir berpaham Persis atau sepaham dengan Persis, tetapi banyak juga para ustadz dan ulama Betawi yang berpaham NU menjadikan kitab Ruhul Mimbar dan karya-karyanya yang lain sebagai bahan referensi untuk berkhutbah. Bahkan karya-karyanya beredar hingga ke Sumatera dan Kalimantan.

Karenanya, Abuya KH Saifuddin Amsir, mengutip pernyataan Muallim Ramli yang tinggal di Gang Murtadho, menyatakan bahwa teks-teks khutbah Jumat yang ditulis KH Muhammad Ali Alhamidi sesuai dengan Ahlussunnah Wal Jama`ah Asy-Syafi`iyyah tetapi orang yang menulisnya tidak (berpaham Ahlussunnah Wal Jama`ah Asy-Syafi`iyyah).

Ulama Betawi yang juga memiliki banyak karya tulis adalah Syekh KH Mohammad Muhadjirin Amsar Ad-Dary (lahir 10 November 1924 dan wafat 31 Januari 2003). Karya kitab dan risalahnya ada 34 buah, bahkan diperkirakan lebih dari itu. Kitab karangannya yang terkenal adalah Mishbahuz Zhulam syarah Bulughil Maram yang penulisannya dibantu oleh KH Mahfudz Asirun dan dipelajari di beberapa pesantren, halaqah dan majelis taklim di Jakarta maupun di luar Jakarta.

Selain itu, ulama Betawi yang juga memiliki banyak karya tulis adalah Mu`allim KH M Syafi`i Hadzami (lahir 31 Januari 1931 dan wafat 7 Mei 2006). Ia adalah seorang allamah, pakar di bidang fiqih.

Ia memilki karya tulisdi bidang qira`at, ushul fiqih, dan fiqih di mana karya-karyanya diakui kualitasnya sampai ke negeri tetangga. Paling tidak, ada delapan karya tulisnya, yaitu Taudhihul Adillah (7 jilid), Sullamul `Arsy fi Qira`atil Warsy, Qiyas Adalah Hujjah Syar`iyyah, Qabliyah Jum`at, Shalat Tarawih, Ujalah Fidyah Shalat, Mathmahur Ruba fi Ma`rifatir Riba, dan Al-Hujajul Bayyinah.


Penulis adalah peneliti dan penulis Genealogi Intelektual Ulama Betawi. Ia kini diamanahi sebagai Sekretaris RMI NU dan Kepala Bidang Pengkajian dan Pendidikan Jakarta Islamic Centre.