Membangun Saling Pengertian antara Indonesia dan Malaysia
NU Online · Selasa, 7 Juli 2009 | 06:32 WIB
Dalam rangka riset untuk tesis doktoral saya di Universitas Malaya, Kuala Lumpur, Malaysia, saya memutuskan menulis kajian perbandingan mengenai aspek-aspek politik Malaysia-Indonesia, dengan UMNO dan PKB sebagai studi kasusnya. Mengapa UMNO dan PKB, bukan UMNO dengan Golkar? Jika kita selidiki lebih jauh, UMNO dan Golkar memiliki perbedaan-perbedaan dalam platform politik. Sementara PKB adalah partai yang dalam keseluruhan visi dan platform politiknya berusaha melakukan sintesis antara aspirasi Islam dan kebangsaan.
Hal lainnya, UMNO berjangkar dari Muslim Melayu, sementara PKB berbasis dari komunitas Nahdliyin (NU). Kedua-duanya berjangkar dari komunitas Muslim yang menyebut diri mereka sebagai penganut Islam Ahlussunnah Waljama’ah. Tulisan berikut ini hanya terkait dengan soal saling pengertian antara kedua negara, belum masuk pada hal yang spesifik dari riset saya mengenai perbandingan dua partai politik tersebut.<>
Sebagaimana diakui banyak sarjana, kajian perbandingan politik yang membandingkan aspek-aspek politik dua negara di kawasan Asia Tenggara, khususnya Indonesia dan Malaysia, masih tergolong langka. Padahal, sumbangan dari studi semacam ini sangat mendesak dan diharapkan dapat membantu melihat dinamika politik serantau yang terkait dengan gejala demokrasi, pembangunan ekonomi, dan peran agama dalam kehidupan politik yang semakin menarik untuk diamati dewasa ini.
Dari perspektif yang diberikan oleh studi perbandingan, masing-masing negara, khususnya Indonesia dan Malaysia, dapat bercermin dan belajar satu sama lain demi kemajuan dua negara, khususnya, dan peradaban umat manusia pada umumnya.
Bukan tanpa alasan saya mengangkat gejala politik yang berlangsung di dua negara, Malaysia dan Indonesia. Keduanya adalah negeri serantau, jiran terdekat, tetapi sering diliputi kesalahpahaman. Malaysia dan Indonesia adalah negeri serumpun yang memiliki pertalian kultural dan historis yang sangat rapat. Para pendiri dua negeri ini, karena alasan pertalian itu, pernah mengidam-idamkan pendirian Melayu Raya (Greater Indonesia) yang mencakup penyatuan tanah Melayu dan Indonesia.
Para perancang gagasan ini adalah Soekarno dan Hatta dari Indonesia dan Burhanuddin al-Helmy dan Ibrahim Yaacob dari Malaysia. Dari riset ini, saya tidak menyembunyikan keinginan politis saya yang tak henti-henti mendambakan berlangsungnya jalinan hubungan bilateral kedua negara yang lebih sehat, produktif, dan konstruktif.
Menulis penelitian ini adalah ikhtiar kecil untuk mencicil langkah-langkah pemulihan hubungan baik kedua negara, yang telah ditakdirkan untuk bertetangga. Malaysia dan Indonesia harus membina hubungan baik, sebab kata pepatah: “We can choose our friends, but certainly not our neighbors” (Kita bisa memilih teman, tetapi tidak bisa memilih tetangga).
Prospek Hubungan Bilateral Indonesia-Malaysia
Indonesia dan Malaysia adalah negeri serumpun dengan sejarah perjalanan hubungan diplomatik yang panjang, dengan segenap pasang surutnya, termasuk periode konfrontasi pada era 1963-1966. Selama 52 tahun hubungan Indonesia-Malaysia, ada beberapa isu bilateral yang sensitif, yang rentan memicu konflik dan ketegangan dua negara. Isu batas maritim, antara lain belum disepakatinya batas laut teritorial dan Zone Ekonomi Eksklusif (ZEE) kedua negara di Selat Malaka, batas laut teritorial di Selat Singapura, batas ZEE di Laut China Selatan, dan masalah Blok Ambalat serta batas laut teritorial, ZEE, dan batas landas kontinen di Laut Sulawesi masih mengganjal dan rentan untuk terus menjadi sandungan bagi hubungan baik kedua negara.
Indonesia-Malaysia juga sering diganggu dengan isu seputar perlakuan buruk terhadap Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Malaysia, isu penangkapan nelayan RI di Selat Malaka oleh kapal-kapal patroli Malaysia akibat ketidakjelasan batas ZEE kedua negara, isu asap yang dikirim Indonesia ke Malaysia yang hampir terjadi setiap tahun, dan isu perdagangan manusia serta pembalakan liar yang diduga merugikan Indonesia dan menguntungkan Malaysia.
Untuk meningkatkan hubungan bilateral kedua negara dan merekatkan persaudaraan dua bangsa, isu-isu ini harus disikapi secara arif dan bijaksana, tanpa harus mengorbankan kepentingan nasional masing-masing negara. Saya berharap, beberapa aspek dalam hubungan Indonesia-Malaysia lebih bisa ditingkatkan lagi, baik hubungan perniagaan, pendidikan, pariwisata maupun ketenagakerjaan.
Pada tahun 2008, nilai perdagangan RI-Malaysia mencapai US$15,3 miliar. Jumlah ini meningkat 33,4 persen dibanding tahun 2007 sebesar US$11,5 miliar. Di bidang pendidikan, jumlah pelajar Indonesia di Malaysia cukup besar, sekitar 10 ribu orang. Mereka umumnya menuntut ilmu bisnis, teknologi informasi, desain grafis, teknik, dan komunikasi. Sebaliknya, pelajar Malaysia di Indonesia sekitar 4 ribu orang. Jumlah ini seyogyanya ditingkatkan lagi untuk membangun saling pengertian dan dialog budaya dua bangsa.
Di sektor kepariwisataan, jutaan wisatawan Indonesia melancong ke Malaysia setiap tahun. Pada 2008, tercatat 2,43 juta orang Indonesia melancong ke Malaysia. Sebaliknya arus pelancong Malaysia ke Indonesia sedikit lebih kecil, sekitar 2 juta orang.
Dalam aspek ketenagakerjaan, jumlah TKI di Malaysia sekitar 1,4 juta orang. Mereka bekerja di perkebunan, konstruksi, dan sektor informal. Jika ditambah pekerja ilegal sekitar 800 ribu orang, jumlah TKI di Malaysia mencapai 2,2 juta orang, terbesar di antara pekerja asing di negeri itu. Sebagai pendatang haram, mereka sering diburu dan disatroni kepolisian Diraja Malaysia. Diakui atau tidak, TKI telah ikut berjasa menggerakkan mesin ekonomi dan industrialisasi di Malaysia. Karena itu, kita berharap mereka bisa diperlakukan secara lebih baik.
Prospek kerja sama bilateral kedua negara akan terwujud jika ada kesalingpengertian antarpemerintahnya, antarmasyarakatnya, dan elemen-elemen bisnisnya. Sekali lagi, karena kita tidak bisa memilih tetangga, Indonesia-Malaysia harus membina dan merawat hubungan bilateral secara lebih baik, produktif, dan konstruktif.
* Penulis adalah Anggota DPR RI dari PKB
Terpopuler
1
Khutbah Idul Adha 2025: Teladan Keluarga Nabi Ibrahim, Membangun Generasi Tangguh di Era Modern
2
Khutbah Idul Adha: Menanamkan Nilai Takwa dalam Ibadah Kurban
3
Bolehkah Tinggalkan Shalat Jumat karena Jadi Panitia Kurban? Ini Penjelasan Ulama
4
Khutbah Idul Adha: Implementasi Nilai-Nilai Ihsan dalam Momentum Lebaran Haji
5
Khutbah Idul Adha Bahasa Jawa 1446 H: Makna Haji lan Kurban minangka Bukti Taat marang Gusti Allah
6
Khutbah Idul Adha: Menyembelih Hawa Nafsu, Meraih Ketakwaan
Terkini
Lihat Semua