Opini

Melawan Radikalisme, Menyambut MEA: Refleksi Harlah Ke-62 IPNU

NU Online  ·  Jumat, 26 Februari 2016 | 08:00 WIB

Melawan Radikalisme, Menyambut MEA: Refleksi Harlah Ke-62 IPNU

Ketua Umum PP IPNU Asep Irfan Mujahid

Oleh Asep Irfan Mujahid
Ikatan Pelajar Nadhlatul Ulama (IPNU) sebagai gerbang utama pengaderan di tubuh organisasi NU, memiliki peran dan fungsi strategis dalam menyiapkan kader-kader unggulan NU masa depan. Di samping itu, IPNU juga mengemban tugas cukup berat untuk menyiapkan generasi muda yang mengedepankan prinsip tasamuh di tengah realitas bangsa Indonesia yang heterogen, baik dalam hal keberagamaan, kebudayaan, sosial, dan sebagainya. 

Tantangan terhadap munculnya gerakan radikalisme, memang bukan barang baru di Indonesia. Bahkan pasca kemerdekaan RI hingga era reformasi, gerakan radikal yang mengatasnamakan Islam terus ada dan berkembang di Indonesia. Hal ini tentu sangat mengkhawatirkan, mengingat tidak sedikit yang masuk menjadi bagian dari kelompok mereka adalah anak-anak muda yang akan menerima mandat kepemimpinan bangsa Indonesia di masa depan. Oleh karena itu, IPNU yang telah ada di hampir seluruh kabupaten/kota di Indonesia, bahkan hingga ke desa-desa dan lembaga pendidikan, memiliki peran yang sangat strategis untuk membendung gerakan radikalisme di kalangan pelajar dan menyiapkan mereka menjadi kader-kader penerus bangsa yang mampu menyatukan prinsip ukhuwah Islamiyah dan ukhuwah wathaniyah. 

Tantangan terhadap semakin maraknya penyebaran ideologi radikal itu pun diperparah dengan kehadiran media dan teknologi informasi yang menjadi corong utama dalam penyebarannya. Padahal, media dan teknologi informasi tidak bisa dilepaskan keberadaannya dari kehidupan sehari-hari generasi muda, bahkan para pelajar sekalipun. Bagi mereka yang tidak mampu melakukan filterisasi terhadap arus informasi yang ada, maka akan sangat mudah untuk terpengaruhi. Sehingga, melalui kehadiran IPNU harus mampu menjadi garda terdepan untuk melindungi generasi bangsa dari bahaya penyebaran ideologi radikal Islam.

Selanjutnya, Indonesia juga dihadapkan pada tantangan kebijakan MEA (Asean Economic Community) yang memungkinkan terciptanya sebuah pasar tunggal di kawasan regional ASEAN. Tantangan ini tentu akan mampu dirubah menjadi peluang yang besar manakala Indonesia mampu melahirkan sumber daya manusia yang kompeten dalam pelbagai bidang. Kehadiran MEA tentu akan menjadi pasar bebas persaingan kualitas SDM, sehingga siapa pun yang tidak mampu menyesuaikan ‘pasar’ akan tersingkir dengan sendirinya. 

Sayangnya, meski Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar pertama di kawasan ASEAN, kenyataannya Human Development Index Indonesia berada pada urutan ke-5 di bawah Singapore, Brunei Darussalam, Malaysia dan Thailand. Tentu ini merupakan keprihatinan tersendiri, mengingat di satu sisi Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk bersaing di kawasan regional ASEAN bahkan dunia, namun hal itu tidak berimbang dengan kualitas sumber daya manusia yang dimilikinya. Oleh karena itu, IPNU yang notabene menjadi wadah pengkaderan pelajar-pelajar di Indonesia, memiliki tanggung jawab yang besar untuk menyiapkan kader-kader yang mampu bersaing di kancah regional dan internasional. Ini merupakan agenda besar yang harus terus disiapkan menuju Indonesia gemilang di masa depan.
 
MEA adalah sebuah agenda integrasi ekonomi negara-negara ASEAN yang bertujuan untuk menghilangkan. Jika tidak, meminimalisasi hambatan-hambatan di dalam melakukan kegiatan ekonomi lintas kawasan, misalnya dalam perdagangan barang, jasa, dan investasi.

Hal ini dilakukan agar daya saing Asean meningkat serta bisa menyaingi Cina dan India untuk menarik investasi asing. Penanaman modal asing di wilayah ini sangat dibutuhkan untuk meningkatkan lapangan pekerjaan dan meningkatkan kesejahteraan.

Pembentukan pasar tunggal yang diistilahkan dengan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) ini nantinya memungkinkan satu negara menjual barang dan jasa dengan mudah ke negara-negara lain di seluruh Asia Tenggara sehingga kompetisi akan semakin ketat. Begitupun dengan persaingan dalam dunia kerja yang kini semakin ketat menjelang pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN atau Pasar Bebas ASEAN yang dicanangkan pemerintah pada tahun 2015 lalu. 

Secara otomatis Persaingan di bursa tenaga kerja akan semakin meningkat dalam pemberlakuan pasar bebas Asean. Indonesia dan negara-negara di wilayah Asia Tenggara akan membentuk sebuah kawasan yang terintegrasi yang dikenal sebagai Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). 

Di era Masyarakat Ekonomi Asean maka persaingan akan semakin ketat dikarnakan semakin bebasnya masyarakat asing yang datang, hal inilah yang perlu diantisipasi oleh para pelajar khususnya para kader IPNU untuk membekali diri dengan skil dan pengalaman, dalam  menghadapi dunia keja masyarakat yang  berlatar pendidikan formal tinggi atau setidaknya SMA berpeluang sama dengan lulusan SD atau SMP yang dibekali sertifikasi dan kompetensi untuk memasuki dunia kerja. Karna yang terpenting, dalam era MEA ini adalah kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang baik dan skil yang cukup mempuni.

IPNU sebagai organisasi kepelajaran menyadari bahwa pelajar di Indonesea menyadari akan pentingnya pendidikan, namun disisi lain justru para pelajar baik ditingkat perguruan tinggi, SMA atau SMK belum siap menghadapi dunia kerja, sedangkan kita saat ini dihadapkan dengan masyarakat ekonomi Asean

Untuk menjawab tantangan tersebut maka para pelajar khususnya para kader Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) perlu mengembangkan diri baik sekil dengan mengikuti pelatihan dan kopetensi setifikasi sehingga para kader akan lebih siap dalam menghadapi persaingan. Selamat Hari Lahir ke-62 IPNU!

Ketua Umum Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama