Opini

Ketika Media di Negeri Ini Kehilangan Daya Tabayun

NU Online  ·  Senin, 5 November 2018 | 05:00 WIB

Oleh: Gatot Arifianto

Rentang waktu antara Sabtu, 9 September 2017 hingga Ahad, 4 November 2018 cukup panjang. Bagi suatu berita sudah jelas basi. Tapi dalam kondisi politik bangsa bergejolak plus masyarakat kehilangan daya kritis dan tabayun, apapun bisa mendadak hangat, bahkan panas.

Salah satu media Online, pada September 2017 menurunkan berita berjudul: Segini Jumlah Pasukan Banser di Indonesia-Saat Ini, Lebih Banyak dari TNI.

Ketika itu, Ketua Umum PP GP Ansor H Yaqut Cholil Qoumas (Gus Yaqut) membuka Konferensi Wilayah XIV GP Ansor Wilayah Sulawesi Selatan, di pondok Pesantren Tahfizhul Qur'an Al Imam Ashim, Tammangapa Bangkal, Manggala, Makassar.

"Kalau kita mau bicara soal TNI, jumlah kader banser di Indonesia itu jauh lebih banyak dari TNI," katanya saat menyapa Kasdim Tabes 1408/BS Makassar, Letkol Nur Subekhi yang hadir mewakili Pangdam Hasanuddin, Mayjen Agus SB.

Jumlah Banser seluruh Indonesia saat ini kurang lebih lima juta, sedangkan TNI  sekitar 600 ribu. Wajar saja, setiap bulan sekali, kaderisasi Ansor dan Banser di seluruh Indonesia berjalan. Bertambah antara 1.000 hingga 4.000 kader.

"Tawur tangan kosong menang kita, asalkan jangan pakai senjata, pastinya prajurit TNI menang. Ini untuk latihan dan olahraga," canda Gus Yaqut.

Panglima Tertinggi Banser itu menegaskan, tidak bermaksud membandingkan pasukan yang dimiliki NU dan pasukan TNI untuk berkelahi, tapi untuk latihan dari prajurit TNI ke pasukan Banser.

Paska kegaduhan pembakaran bendera HTI (organisasi yang dibubarkan pemerintah) yang biasanya dikibarkan para pembesar hingga simpatisannya dengan pekikan Takbir, di Garut, Jawa Barat, berita tersebut didaur ulang lagi.

Dipublikasikan pada Ahad, 4 November 2018, dengan isi berita masih sama, namun beda judul: Ketum GP Ansor: Tawur Tangan Kosong, Banser Menang Lawan TNI, dan beberapa judul senada.

Tangkapan layar (capture) berita daur ulang itu mendadak viral lantaran hanya judulnya disebarluaskan tanpa isi berita.

Bagi masyarakat Indonesia yang belakangan kehilangan daya tabayun, hal tersebut berdampak fatal, percaya begitu saja dan melanjutkan share ke media sosial, barangkali sambil menggerutu dalam hati terhadap Banser.

Kenapa berita tersebut didaur ulang dengan judul provokatif semacam? Ada banyak jawaban. Seperti untuk tujuan membenturkan Banser dengan TNI untuk menambah gaduh kondisi bangsa.

Kita yang waras dan terutama muslim semestinya merujuk Al Hujurat Ayat 6: "Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu".

Kapan kita percaya, dewasa, belajar bernas, jika hoaks agawe bubrah (membuat kerusakan), seperti tangan-tangan yang tak lelah membuang sampah sembarangan, merusak lingkungan tanpa mau sadar jika menistakan Ar-Ruum 41?

Indonesia ialah kebangsaan dan kebanggaan kita. Sudahkah yang kita lakukan memberi dampak membanggakan dan bermanfaat bagi bangsa?

Mana lebih maslahat? Membuat kreativitas yang berdampak pada tersambungnya silaturahim untuk memperkuat dan memajukan bangsa atau mencipta suara-suara sumbang untuk memecah belah bangsa?

Penulis adalah Asinfokom Satkornas Banser