Opini

Ingat HS, Ingat Abdurrahman bin Muljam

Jum, 17 Mei 2019 | 13:30 WIB

Oleh Abdullah Alawi 

Pada beberapa kesempatan Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj kerap menceritakan tentang perilaku seseorang yang hafal Al-Qur’an, tapi tidak memahaminya. Ia mencontohkan, pada zaman Nabi Muhammad, setelah perang Hunain, umat Islam mendapat harta rampasan (ghanimah). Namun, saat itu Nabi Muhammad membaginya dengan cara tidak biasa. Para sahabat senior tidak mendapat bagian. Hanya para muallaf (orang yang baru masuk Islam) yang mendapatkannya. 

Pembagian yang dilakukan Nabi tersebut, meski tidak dipahami sahabat, mereka memilih diam karena semua tahu itu perintah Allah subhanahu wata'ala. Nabi selalu dibimbing wahyu dalam tindakannya. 

Namun, tak dinyana, ada orang yang maju ke depan melakukan protes. Sahabat tersebut, perawakannya kurus, jenggot panjang, jidatnya hitam, namanya Dzil Khuwaisir. 

I’dil (berlaku adillah) ya Muhammad, bagi-bagi yang adil Muhammad,” begitu kira-kira protesnya.  

“Celakalah kamu. Yang saya lakukan itu diperintahkan Allah,” tegas Nabi Muhammad. 

Orang itu kemudian pergi. 

Nabi Muhammad mengatakan, nanti dari umatku ada orang seperti itu. Dia bisa membaca Al-Qur’an, tapi tidak tidak paham. Hanya di bibir dan tenggorokan. 

“Saya tidak termasuk mereka. Mereka tidak termasuk saya,” ungkap Nabi Muhammad.

Tahun 40 H Sayiydina Ali bi Abi Thalib dibunuh karena dianggap kafir. Pasalnya Ali dalam menjalankan pemerintahannya tidak dengan hukum Islam, tapi hukum musyawarah. Sang pembunuh menggunakan ayat “wa man lam yahkum bi ma anzalallahu fahuwa kafirun” sebagai sandaran perbuatannya.
 
Ironisnya, pembunuhan itu terjadi pada bulan puasa saat seharusnya, pada siang hari, makan dan minum saja tidak dilakukan, apalagi membunuh. 

Siapakah pembunuh itu? Ia bukan oleh orang kafir, melainkan orang Muslim, namanya Abdurrahman bin Muljam At-Tamimi, dari suku Tamimi. Pembunuh itu ahli tahajud, puasa, dan penghafal Al-Qur’an. Ia adalah orang yang memahami ayat Al-Qur’an dengan cara salah. Sayidina Ali, sahabat dan sekaligus menantu Nabi Muhammad yang termasuk kalangan pertama memeluk Islam, dianggap kafir karena dianggap tidak menggunakan hukum Allah berdasarkan ayat Al-Qur’an. Darah pun terkucur.  

***
Nuansa politik Indonesia pasca pemilihan umum masih mewarnai meski di bulan Ramadhan. Mungkin benar apa yang dikatakan seorang kawan saya, Ramadhan ya Ramadhan, masalah politik lain lagi. Puasa ya puasa, tensi meraih kekuasaan dengan berbagai cara tak perlu turun sebab keduanya tidak berhubungan.   

Kita menyaksikan, satu pihak mengklaim menemukan bukti bahwa pihak lain melakukan kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif. Karenanya, menurut pihak yang mengklaim tersebut, pihak yang curang itu harus didiskualifikasi. Di sisi lain, mereka memiliki punya data sendiri tentang jumlah suara yang mereka raih. 

Lalu, selentingan kabar, jika klaim mereka tak diindahkan, people power pun konon akan dilakukan. Mereka tidak main-main, aski massa di Bawaslu seminggu lalu sudah dimulai. Saya tidak hadir pada aksi massa itu. Namun, tiba-tiba seorang pemuda berusia 25 tahun menjadi terkenal di media sosial. Dia berinisial HS. Isunya sendiri bahkan saya sendiri tidak tahu. HS justru mendapat liputan dari banyak media. Pasalnya, pada aksi massa tersebut, HS mengancam akan memenggal kepala presiden. 

Mari kita periksa kata tersebut melalui Kamus Besar Bahasa Indonesia. Karena kamus dalam bentuk cetak saya tidak punya, maka beralihlah ke daring. Begini:   

Penggal: potong; kerat; tebas: -- saja leher pembunuh itu; 2 n bagian dari buku (kutipan cerita dan sebagainya);

Penggal adalah kata benda sementara memenggal kata kerja. Mari kita buka KBBI daring lagi:

Memenggal/me•meng•gal/ v 1 memotong; mengerat; 2 menetak (kepala); 3 membagi (kata, kalimat, berita, dan sebagainya);~ leher ki menghilangkan kesempatan orang untuk mendapatkan penghidupan; ~ lidah ki memutus orang berkata-kata; memotong pembicaraan orang;

Jadi, jika dia mengatakan hal itu, secara tersurat memang jelas pemuda tersebut ingin memenggal, memisahkan sesuatu dari sesuatu yang lainnya. Kalau yang dipisahkan itu sepotong bambu mungkin tak masalah. Pasalnya yang akan dipenggal itu adalah kepala seseorang. Dan kepala itu tiada lain adalah kepala negara. Bayangkan kepala! 

Sebagaimana kasus-kasus lain, seseorang yang tidak terkenal itu menghiasi media sosial. Para warganet ingin mengetahui seluk-beluk kehidupannya. Mulai pekerjaannya, pendidikannya, hingga kehidupan pribadi dan ibadahnya. Muncullah dalam suatu media daring ada berita yang menyebutkan bahwa dia adalah seorang yang rajin shalat. 

Kok bisa? Ya bisa saja. orang yang membunuh Ali bin Abi Thalib juga adalah seorang yang ahli ibadah. Bahkan ada yang bilang dia hafal Al-Qur’an. Kok bisa? Ya, bisa karena bacaan tersebut tidak meresap di dalam dirinya. Dalam ungkapan lain, dia adalah seorang yang hafalannya sampai kepada tenggorokan. Bukankah shalat itu seharusnya mencegah perbuatan keji dan munkar?


Penulis adalah Nahdliyin tinggal di Bandung