Opini

In Memoriam KH M Kholil Bisri

NU Online  ·  Jumat, 24 September 2004 | 07:43 WIB

SOSOK KIAI, DEMOKRAT, NEGARAWAN
Muhammadun AS

Salah satu putra terbaik Jawa Tengah, KH Kholil Bisri [ yang akrab dipanggil Mbah Kholil] telah mendahuluhi kita semua. Beliau adalah sosok kiai kharismatik yang begitu anggun, berwibawa, tenang, dan tegas. Beliau selalu menjadi rujukan masyarakat Jawa Tengah dalam berbagai bidang kehidupan dan selalu diterima masyarakat dari berbagai lapisan. Beliau tidaklah hanya menyebarkan ilmunya untuk kalangan pesantren saja, namun pemikiran beliau telah melintasi berbagai lapisan masyarakat, apakah pedesaan, perkotaan, bahkan kalangan elite politik. Sikap beliau yang ramah dan terbuka untuk siapa saja, menjadikan beliau selalu dirindukan nasehat-nasehatnya untuk dijadikan pegangan hidup masyarakat. Dengan kepergian beliau sekarang ini, tidaklah hanya dari kalangan pesantren saja yang merasa sedih, namun dari berbagai kalangan baik ekonom, birokrat, politisi dan lain sebagainya juga ikut berbela sungkawa.

<>

Sosok Mbah Kholil [begitulah para santri memanggilnya] memang unik sekali. Sosok ke-kiai-annya begitu kental, namun sosok beliau sebagai seorang pemikir dan politisi juga tidak diragukan. Hal ini tidak lain karena latar belakang beliau, baik dari keluarga maupun sejarah pendidikan beliau yang telah ditempuh. Sejak kecil beliau menimba ilmu dari abahnya sendiri, KH Bisri Musthofa, lalu beliau melangkahkan kakinya di kawasan pesantren yang terkenal, Lirboyo Kediri [1957] asuhan KH Mahrus Ali. Kemudian beliau tertarik menuju kota pelajar, Jogjakarta, di Pesantren Al-Munawwir [1960] asuhan KH Ma’shum Ali, sosok kiai ahli hadits dan ahli fiqih yang pernah menjabat sebagai Rais Aam PBNU tahun 1980-an. Merasa tidak puas dengan khazanah keilmuan di Indonesia, beliau menyayunkan langkah kakinya di Pesantren Darul Ulum Makkah al-Mukarromah [1962]. Selepas dari Makkah, beliau masih menyempatkan diri menimba ilmu di Rembang di Pesantren Roudhoh [1966].

Setting sosio-historis pendidikan Mbah Kholil menjadikan beliau sebagai sosok kiai yang alim yang reputasinya diakui publik. Dengan bekal keilmuan tersebut, Mbah Kholil semakin mantap untuk mengembangkan ilmunya dalam berbagai bidang kehidupan. Maka dari itu, pemikiran beliau telah melampau batas-batas keilmuan dalam tradisi kepesantrenan. Beliau mampu menjadi politisi [bahkan sekarang masih menjabat sebagai Wakil Ketua MPR], penulis diberbagai media massa seperti Kompas, Suara Merdeka, Jawa Pos, dan lain sebagainya, dan penceramah diberbagai pertemuan formal [seminar, diskusi, sarasehan, ceramah dan lain sebagainya.

Berbagai aktivitas yang dijalankan Mbah Kholil dalam forum apa saja selalu memberikan nilai lain bagi para pengagumnya, karena beliau telah mensinergikan kekuatan nalar kritis kemodernan dengan daya kritis kepesantrenan. Sehingga terpadu utuh epistemologi keilmuan yang mengakar dan selalu diterima semua pihak. Seakan dengan kehadiran beliau, para hadirin akan merasa lega dan mendapatkan nilai-nilai keislaman yang tiada taranya. Dan tentunya dengan kewafatan beliau sekarang ini, masyarakat akan kehilangan sesuatu yang langka dan akan mengalami kegagapan secara sosio-kultural.

Demokrat-Negarawan

Bagi masyarakat Jawa Tengah, bahkan Indonesia, Mbah Kholil adalah sosok kiai yang tidak diragukan lagi. Jasa-jasa beliau dalam mengembangkan pesantren yang ditinggalkan ayah handanya sudah menjadi sebagian bukti kontribusi beliau dalam memberdayakan masyarakat. Namun memandang Mbah Kholil hanya dari sisi ke-kiai-annya kayaknya hampa dan usang. Hal ini dikarenakan beliau merupakan tokoh lintas sektoral. Lintas politik, budaya, bahkan lintas agama. Maka dari itu, tidaklah heran apabila beliau aktif dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan dan perpolitikan. Dalam peta poltik nasional, Mbah Kholil ini sangat diperhitungkan banyak pihak. Sudah sejak lama namanya tercatat dalam berbagai jajaran yang cukup kental warna ke-NU-annya. Berturut-turut sejak 1962-1986 beliau menjadi pengendali IPNU Cabang sebagai ketua Umum; Ketua Seksi Gerakan pmuad Anshor [1967-1970]; Ketua Partai NU Cabang [1970-1973]; Ketua DPC PPP [1973-1995]; Ketua Yayasan pendiidkan al-Ibris [1967]; A’wan Syuriah PWNU Jawa Tengah [1980]; Wakil ketua Lembaga Dakwah NU Pusat [1985]; Ketua MPW PPP [1990]; dan anggota DPR/MPR [1992-sekarang].

Aktivitas yang dijalani Mbah Kholil tersebut mengindikasikan bahwa beliau mempunyai kontribusi besar dalam proses pembangunan dan demokratisasi di Indonesia. Dalam berdemokrasi, beliau ingin menunjukkan kepada publik bahwa demokrasi yang berkembang di Indonesia sekarang ini perlu diisi oleh kalngan agamawan, agar keputusan-keputusan penting pemerintah dapat dikontrol olehnya yang akhirnya dapat memberikan kemaslahatan bagi segenap rakyat Indonesia, tidak hanya untuk kalangan tertentu saja. Bila kita amati, apa yang dilakukan Mbah Kholil sangatlah luar biasa. Ditengah kesewenang-wenangan Orde Baru ketika itu, beliau berani menyuarakan kebenaran-kebenaran walaupun itu beresiko besar kepada dirinya dan kelompoknya. Tercatat ketika itu, beliau bers