Hikmah Sosial Haji dalam Penguatan Persaudaraan, Persatuan dan Kerjasama Umat Islam
NU Online · Senin, 11 Oktober 2010 | 02:59 WIB
Mukaddimah
"(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan Haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baiknya bekal adalah taqwa dan bertaqwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal."(QS. Al Baqarah, 2 : 197)
Menunaikan ibadah haji yang merupakan rukun Islam terakhir adalah dambaan bagi setiap muslim. Ibadah yang diwajibkan pada tahun keenam kenabian ini merupakan ibadah yang membutuhkan ekstra energi yang menyeluruh, mulai dari persiapan sebelum berangkat, berangkat dan tiba di tanah suci, melaksanakan syarat dan rukun haji.<>
Dalam ayat tersebut Allah menyampaikan bahwa musim haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi. Menilik ayat sebelumnya (Al-Baqarah 183-187), Allah seakan memberikan nuansa bahwa agar dapat menuju ibadah haji dengan baik adalah dimulai dalam bulan Ramadhan. Di bulan yang penuh ampunan itu Allah memberikan gemblengan sehingga diharapkan menjadi orang yang bertakwa, sebab tidak ada bekal yang paling baik ketika manusia sudah punya niat akan haji kecuali bekal takwa. Sejak Ramadhan yang penuh rahmat itu pulalah orang yang berniat akan melaksanakan ibadah haji tidak boleh berkata yang tidak baik, berbuat yang tidak baik (rafats), tidak diperkenankan menjadi orang yang fasik dan tidak diperkenankan berbantah-bantahan lagi. Bila semua itu dilakukan dengan penuh ikhlas, semata-mata mengharap ridla Allah, maka jaminan ampunan dan balasan syurga yang dijanjikan Allah SWT bagi mereka yang haji mabrur.
Hikmah Sosial Haji
Sewaktu kita melakukan ibadah haji kita bertemu dengan saudara-saudara kita dari seluruh penjuru dunia. Sungguh sesuatu yang tidak pernah kita lihat sebelumnya, bertemu dengan saudara-saudara yang beraneka warna kulit, aneka bentuk tubuh. Semuanya menyebut nama Allah, melangkah, bercucuran keringat, bersimbah peluh, tapi semuanya begitu bersemangat. Andaikata kita khusyuk merenungkan, itulah salah satu bukti betapa agung dan hebat pengaruh Rasulullah Muhammad SAW. Ribuan tahun lewat, ribuan kilometer tembus, bahkan sampai kepada kita yang datang dari Indonesia ke tanah suci.
Ibadah haji adalah aktualisasi pembuktian semangat ukhuwah, tidak hanya dalam bentuk jiwa, tapi juga raga karena telah dipertemukan oleh Allah dalam satu tempat, maksud dan tujuan yang sama, bacaan yang sama hingga pakaian ihram yang sama, tak ada perbedaan suku, ras, warna kulit, bahasa, pangkat, kedudukan dan sebagainya, semua harus menunaikan ibadah haji dengan ketentuan-ketentuan yang sama. Dari semangat ukhuwah ini, kaum muslimin seharusnya semakin menyadari bahwa seorang haji semestinya lebih hebat semangat ukhuwah dalam upaya menegakkan agama Allah di muka bumi ini.
Ibadah tahunan yang berporos di Ka’bah Baitullah ini diharapkan dapat membangkitkan perasaan kasih sayang antar sesama muslim, pengendalian hawa nafsu dan semangat kebersamaan yang pada akhirnya diharapkan bisa membangkitkan persatuan, kerja sama dan kekuatan solidaritas Umat Islam sedunia. Kemudian juga dapat menumbuhkan semangat berkorban tanpa pamrih, hal ini karena ibadah haji memang harus ditunaikan dengan pengorbanan yang sangat besar, baik berupa harta, jiwa, tenaga hingga waktu selama menjalankan ibadah. Tempaan atau binaan dalam ibadah haji semestinya membuat kaum muslimin tidak segan-segan untuk berkorban dengan harta dan jiwanya dan dengan demikian tidak akan menjadi manusia yang lupa atau lalai dari mengingat Allah, Allah berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi (QS al-Munafiquun : 9)
Ibadah haji juga memperkuat ingatan ikatan sejarah yang membawa pada jejak sejarah Islam pertama, hal ini karena memang ibadah ini juga merupakan napak tilas nabi Ibrahim, seorang nabi yang sangat gigih dalam perjuangan menegakkan agama Allah yang juga mendapat dukungan yang luar biasa dari istri dan anak-anaknya. Nabi Ibrahim mendapat julukan Bapak para nabi, karena dari keturunannya lahir para nabi dan rasul. Nabi Ibrahim dengan kecintaannnya yang luar biasa kepada Allah membuatnya siap dihukum mati dengan cara dibakar meskipun kemudian Allah menolongnya, juga dengan ikhlas melaksanakan perintah pengorbanan anaknya, Ismail, sementara Ismail juga dengan sabar menerima ketentuan itu dan Siti Hajar sang istri tercinta juga rela dengan terhadap keputusan Allah hingga dia berhasil mengusir syetan yang berusaha menggodanya.
Sesama muslim adalah bersaudara, sebagaimana firman Allah (QS. Al-Hujurat :49). “Sesungguhnya orang-orang mu’min itu bersaudara kerena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah SWT supaya kamu mendapat rahmat.”
Karena itu jika tengah bertikai mereka harus bersegera bersatu kembali dan bersaudara sebagaimana semula. Hal ini diperkuat oleh larangan Rasulullah SAW terhadap permusuhan antar muslim. Abu Ayyub Al-Anshary meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda “Tidaklah seorang muslim memutuskan silaturrahim dengan saudara muslimnya lebih dari tiga malam yang masing-masingnya saling membuang muka bila berjumpa. Yang terbaik di antara mereka adalah yang memulai mengucapkan salam kepada yang lain.” .
Persaudaraan yang dimaksudkan adalah bukan menurut ikatan keturunan belaka tetapi lebih pada ikatan iman dan agama dalam universalitas bangsa-bangsa dunia. Persaudaraan dan persatuan ini juga bukan eksklusif internal satu aliran dan madzhab, tetapi universal dalam lintas batas madzhab. Perbedaan madzhab boleh saja terjadi dan memang tidak dapat dihindari. Namun yang terpenting adalah perbedaan itu tidak membuat bercerai-berai. Perbedaan itu justru diharapkan menjadi rahmat sebagaimana dikatakan hadits atau atsar, bukan menjadi adzab. Perbedaan yang menjadi rahmat ini diharapkan terjalin sebagai jaringan sosial yang saling bersinergi.
Nabi Muhammad SAW menekankan pentingnya membangun persaudaraan Islam dalam batasan-batasan praktis dalam bentuk saling peduli dan tolong menolong. Sebagai contoh Beliau bersabda “Allah SWT menolong hamba-Nya selama hamba itu menolong saudaranya” .
Demikian pula pilar terbesar ibadah tahunan ini mengandung esensi persaudaraan orang-orang beriman dalam semua ritus ibadahnya. Pakaian bagi orang-orang laki-laki yang sedang haji dikenal dengan Ihram terdiri dari dua lembar kain selembar dipakai seputar pinggang selembar yang lain diselempangkan di atas bahu. Kesederhanaan pakaian ini dikenakan oleh jutaan jamaah haji dari berbagai penjuru dunia menunjukan hakekat persatuan dan persamaan dalam persaudaraan Islam.
Watak dasar yang mesti dipelihara ummat ini adalah satu kesatuan yang tidak dibenarkan bercerai berai. Mereka adalah bak bangunan yang kokoh. Bagian yang satu saling menguatkan bagian yang lain. Oleh karenanya, Rasululllah SAW bersabda:
Dari Abu Burdah bin Abdullah bin Abu Burdah, dari kakeknya, dari Abu Musa ra, Nabi SAW bersabda: “Sesungguhnya orang mukmin bagi mukmin yang lain seperti bangunan yang satu sama yang lain saling menguatkan. Dan beliau mengeratkan jari jemarinya.(HR Imam Al-Bukhari).
Ummat ini juga digambarkan oleh Rasulullah Muhammad SAW seperti satu jasad. Setiap organ tubuh saling memerlukan dan saling sinergi dalam satu kesatuaan yang sempurna. Baik dalam suka maupun duka.
Betapa indah, ketika kita menemukan keharmonian yang sempurna dalam tubuh ummat ini. Saling mengasihi, saling tolong menolong dan saling menguatkan satu sama lain. Bersama dan larut dalam duka dan suka saudara-saudaranya seiman. Rasulullah SAW ketika mengikat perjanjian dengan Kaum Anshar sempat bersabda:
“Bila kami melakukan itu semua kemudian Allah memenangkan engkau, apakah engkau akan kembali ke kaummu dan meninggalkan kami. Rasulullah SAW tersenyum kemudian berkata: “akan tetapi darah dengan darah, kehancuran dengan kehancuran, aku bagian dari kamu dan kamu bagian dariku, aku akan memerangi kaum yang kamu perangi dan berdamai dengan kaum yang kamu berdamai dengan mereka. (Tahdziib, Sirah Ibnu Hisyam)
Rasulullah juga SAW bersabda:
“Dari An-Nu’man bin Basyir berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Perumpamaan orang-orang mukmin dalam kecintaan mereka, kasih mengasihi di antara mereka dan saling tolong menolong seperti jasad. Apabila satu organ merasa sakit maka berpengaruh terhadap seluruh jasad dengan jaga (tidak bisa tidur) dan panas. HR Imam Muslim
Ikhtitam
Seruan dan panggilan terhadap orang-orang beriman mengisyaratkan adanya persatuan dan kesatuan. Inilah fenomena persatuan dunia Islam yang dikemas dalam ritual ibadah. Dan yang seharusnya bisa dipraktekan dalam kehidupan ummat Islam secara universal. Haji yang merupakan ibadah yang menitik beratkan unsur fisik dan materi harus menjadi inspirasi ummat ini untuk membangun jaringan di antara mereka yang menuju terbentuknya “Baldatun Thoyyibatun wa Rabbun Ghafuur”.Untuk menuju agenda besar ummat ini, antara lain memerlukan langkah-langkah berikut ini: Pemahaman yang utuh tentang makna ibadah haji; Implementasi makna haji dalam kehidupan sehari-hari dan Pemanfaatan musim haji untuk dialog, musyawarah dan koordinasi antara para jama’ah.
Tiga hal ini bila dikerjakan oleh setiap muslim, maka akan memudahkan lahirnya persatuan dan kesatuan dunia Islam. Minimal adanya persatuan ummat secara regional. Karena tiga hal ini merupakan cerminan dari usaha islamisasi kehidupan dan merapatkan barisan di antara tokoh, pemimpin dan cendekiawan ummat. Haji mabrur yang merupakan target tertinggi dalam ibadah haji adalah predikat yang inherent dengan adanya perubahan dan perbaikan dalam diri orang yang melaksanakan ibadah haji. Dan semoga kita dapat menjadikan ibadah haji dan hikmahnya sebagai sarana perbaikan menuju agenda besar kerja sama, persatuan dan kesatuan ummat Islam seluruh dunia.
*Guru SMPN3 RSBI Peterongan Jombang, Pimpinan Redaksi Website PCNU Jombang, “ NU Jombang Online” dan Pengajar di Pondok Pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang
Terpopuler
1
Niat Puasa Arafah untuk Kamis, 5 Juni 2025, Raih Keutamaan Dihapus Dosa
2
Menggabungkan Qadha Ramadhan dengan Puasa Tarwiyah dan Arafah, Bolehkah?
3
Takbiran Idul Adha 1446 H Disunnahkan pada 5-9 Juni 2025, Berikut Lafal Lengkapnya
4
Khutbah Idul Adha: Mencari Keteladanan Nabi Ibrahim dan Ismail dalam Diri Manusia
5
Panduan Shalat Idul Adha: dari Niat, Bacaan di Antara Takbir, hingga Salam
6
Khutbah Idul Adha 2025: Teladan Keluarga Nabi Ibrahim, Membangun Generasi Tangguh di Era Modern
Terkini
Lihat Semua