Opini JUARA II LOMBA PENULISAN HAJI PBNU-IRAN

Fungsi Haji Dalam Penguatan Kerjasama Dan Persatuan Umat Islam

NU Online  ·  Senin, 18 Oktober 2010 | 08:16 WIB

Oleh: Kifliyah Batul*

Pengantar


Ibadah haji adalah salah satu di antara perintah-perintah Allah swt dan sunnah yang ditinggalkan semenjak Nabi Adam as hingga Nabi Ibrahim as yang kemudian diwariskan dan disempurnakan oleh Nabi Muhammad saw.

Ibadah haji adalah sebuah perjanjian antara manusia dengan Tuhannya dan menjadi sebagai camp persatuan para penerus ajaran Ibrahimi yang hanif.

Ibadah haji adalah p<>usat perkenalan dan komunikasi umat Islam yang agung ini, pelatihan kesadaran, kebebasan dan pembentukan diri.

Ibadah haji merupakan sunnah seluruh utusan Allah dan Ka’bah adalah tempat ibadah pertama di muka bumi. Para penziarah Ka’bah dan pelaku haji menjadi tamu-tamu Allah swt.

Haji adalah sebuah ibadah agung yang merupakan salah satu puncak kebebasan mukmin muwahhid dari selain-Nya, jalan penyucian diri dan manifestasi kerinduan dan pengorbanan, kesadaran dan tanggung jawab dalam kehidupan individual dan sosial. Dengan demikian ibadah haji adalah penjelmaan seluruh hakekat dan norma Islam.

Ibadah haji dengan seluruh aspeknya dapat membantu menerangi kehidupan manusia. Namun demikian tetap saja masih banyak sisi dari ibadah ini yang masih belum dimanfaatkan semaksimal mungkin dan bahkan ditinggalkan begitu saja.

Ibadah haji memiliki kandungan yanga sangat kaya dan sudah semestinya untuk diletakkan pada tempat yang sebenarnya sebagaimana seluruh hukum dan pengetahuan Islam yang lain.

Untuk mewujudkan hal tersebut, harus melalui jalan panjang dan penantian lama sehingga berbagai manfaat dan berkah dapat dipetik darinya dan diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan individual maupun sosial.

Masa ibadah haji merupakan sebuah kesempatan yang tepat untuk membebaskan diri dari berpandangan sempit, egoisme, kelalaian dan ketergantungan kepada dunia.

Ibadah haji adalah gambaran terjadinya hari kiamat dan manifestasi bergeraknya umat manusia secara serentak.

Ibadah haji adalah salah satu tugas seluruh kaum Muslimin dan termasuk di antara rukun agama dan panji mulia Islam.

Amalan haji merupakan kewajiban ibadah berdimensi sosial bahkan politik yang paling besar dalam agama Islam dan dapat merubah nasib individu dan umat Islam serta mengusir setan hawa nafsu dari dalam diri dan setan besar (musuh-musuh umat Islam) dari negara Islam.

Dimensi Ibadah Haji


Ibadah haji adalah pusat dan sumber pengetahuan Ilahi yang bahkan memiliki kandungan politik Islam dalam seluruh dimensi kehidupan.

Ibadah haji merupakan salah satu di antara kewajiban Ilahi teragung yang sebagaimana ibadah-ibadah lain seperti shalat yang dinyatakan sebagai pencegah perbuatan keji dan mungkar di tengah masyarakat, zakat sebagai hak yang harus diberikan kepada mereka yang membutuhkan dan…, memiliki dua dimensi: Individual dan sosial.

Adapun target ibadah haji dari sisi individual adalah menyucikan diri, mencapai kejernihan dan cahaya, membersihkan noda material dan spiritual, meraih ketenangan jiwa, kedekatan diri kepada Allah swt untuk menemukan shirath mustaqim ke arah kesempurnaan dan penghambaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Ibadah haji merupakan training jangka pendek untuk melatih jiwa dan ruh manusia secara individual dan sosial. Sisi sosial ini lebih berharga dari sisi individualnya dan sering dilalaikan banyak orang.

Dan poin yang perlu diingat bahwa kitab suci Al-Qur’an ketika menjelaskan hikmah dan tujuan haji, menegaskan urgensi haji dari sisi sosialnya dan berbagai manfaat yang dapat direalisasikan untuk kebahagiaan seluruh umat manusia.

Fungsi Ka’bah dan hikmah haji menurut pandangan Al-Qur’an adalah untuk menjamin berbagai manfaat bagi umat manusia. Allah swt berfirman:

"جَعَلَ اللَّهُ الْكَعْبَةَ الْبَيْتَ الْحَرَامَ قِيَامًا لِّلنَّاسِ"

“Allah telah menjadikan Ka'bah, rumah Suci itu sebagai pusat (peribadatan dan urusan dunia) bagi manusia”


Artinya ka'bah dan sekitarnya menjadi tempat yang aman bagi manusia untuk mengerjakan urusan-urusannya yang berhubungan dengan duniawi dan ukhrawi, dan pusat bagi amalan haji. Dengan adanya ka'bah itu, kehidupan manusia menjadi kokoh.

Dengan demikian ibadah haji adalah gerakan sosial bersama untuk menyelesaikan segala problema, menjamin segala kebutuhan dan memajukan urusan-urusan umat Islam dan umat manusia.

Manfaat Ibadah Haji

Kaum Muslimin dalam penyelenggaraan manasik dan ibadah haji yang agung ini akan menyaksikan dan meraih berbagai manfaat darinya, sebagaimana dijelaskan di dalam Al-Qur’an:

"لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ..."

“Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka…”

Dari penggalan ayat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa manfaat-manfaat yang menyangkut urusan umat Islam memiliki beberapa jenis dan tingkatan: Manfaat yang bersifat budaya, politik, ekonomi dan bahkan militer. Seluruh manfaat seperti yang telah disebutkan di atas dan selainnya akan disaksikan dan diraih oleh para jamaah haji dan dapat dirasakan oleh seluruh kaum Muslimin, karena ayat tersebut bersifat umum “مَنَافِعَ” dan mencakup seluruh manfaat dengan segala bentuknya.

Haji Dan Persatuan Umat Islam


Marilah kita baca pesan haji yang pernah disampaikan oleh pimpinan spiritual tertinggi Iran saat ini, Ayatullah Ali Khamenei pada musim haji tahun 1417 H:

“Tidak ada kewajiban apapun dari aspek sosial melebihi ibadah haji, karena haji merupakan manifestasi kekuatan, kemuliaan dan persatuan umat Islam. Ibadah haji mengajarkan pelajaran tentang problema-problema umat dan dunia Islam dan memberikan kekuatan, kemuliaan dan persatuan. Oleh karena itu, melalaikan manfaat haji dari aspek ini berarti menutup sumber-sumber kebaikan kaum Muslimin yang tidak dapat dipenuhi dari jalur lain.”


Kita dengar pula ringkasan pesan haji dari pendiri dan proklamator Republik Islam Iran, Ayatullah Khomeini yang disampaikan kepada para jamaah haji pada 5 Dzul Hijjah 1408 H:

“Semua orang dapat mengambil manfaat dari ibadah haji sebagaimana yang mereka dapatkan dari Al-Qur’an. Akan tetapi hanya ulama’, orang-orang yang mendalami arti, hukum dan tujuan sosialnya dan mengetahui permasalahan umat Islam saja yang mampu meraih manfaat lebih berupa esensi petunjuk, hikmah dan kebebasan.

Namun bagaimana prakteknya? Ibadah haji tidak banyak dimanfaatkan sebagaimana juga Al-Qur’an. Setiap tahun jutaan kaum Muslimin berbondong-bondong menginjakkan kaki di atas bumi yang pernah diinjak oleh Hajar, Nabi Ismail as, Nabi Ibrahim as dan Nabi Muhammad saw, akan tetapi jarang sekali mereka bertanya: Siapakah Nabi Ibrahim as dan Nabi Muhammad saw? Apa yang telah mereka lakukan? Apa tujuan mereka? Dan apa yang mereka inginkan dari kita?

Ringkasnya, kaum Muslimin harus serius dalam menghidupkan kembali ibadah haji dan Al-Qur’an di dalam kehidupan mereka.”

Dengan demikian jelas bahwa ibadah haji yang tidak membawa manfaat-manfaat sosialnya (mencakup manfaat kultural, ekonomi, politik, militer dan…) tidak bernilai sama sekali dan tidak akan tergolong sebagai haji Islam, akan tetapi akan masuk dalam kategori haji jahiliyah, kosong dari makna dan tujuan, hanya berbentuk ritual dan praktek semata sebagaimana pernah dilakukan oleh orang-orang masa jahiliyah sebelum Islam yang meniatkannya untuk selain Allah swt.

Bila kita memperhatikan beberapa ayat yang memuat kewajiban beberapa ibadah dari sisi waktu pelaksanaannya, kita dapat menarik kesimpulan bahwa ibadah-ibadah ini lebih banyak melihat kepada dimensi sosialnya daripada individualnya. Kebersamaan dalam menjalankan ibadah-ibadah tersebut akan menunjukkan kekuatan, kemuliaan dan persatuan umat Islam.

Dalam shalat misalnya, Al-Qur’an menyebutkan:

"إِنَّ الصَّلاَةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَّوْقُوتًا"

“Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”.


Penetapan waktu ini dan anjuran melaksanakan shalat secara berjamaah merupakan sebuah anugerah kepada umat Islam. Dapat dibayangkan kekuatan, kemuliaan dan persatuan kaum Muslimin apabila mereka melaksanakan shalat serentak dan secara berjamaah serta menggunakan kesempatan ini dengan baik untuk kepentingan Islam

Berkenaan dengan puasa, Al-Qur’an mewajibkan seluruh umat Islam untuk berpuasa di bulan suci Ramadhan. Sebuah kesempatan lain diberikan untuk mewujudkan kekuatan, kemuliaan dan persatuan umat Islam di seluruh penjuru dunia.

Adapun berkenaan dengan haji, Allah berfirman:

"اَلْحَجُّ أَشْهُرٌ مَّعْلُومَاتٌ"

“(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi [ialah bulan Syawal, Zulkaidah dan Zulhijjah]…”


Pada momen itulah kaum Muslimin seharusnya memberikan atensi lebihnya kepada ibadah haji ini untuk membenahi diri, menjalin komunikasi dengan jamaah lain dan bersama-sama mengejar tujuan individual atau sosial yang diinginkan oleh Islam.

Ibadah haji merupakan sebuah muktamar agung yang dihadiri oleh umat Islam berbagai lapisan dari seluruh belahan dunia. Semuanya kembali kepada umat Islam sendiri apakah mampu memanfaatkan anugerah Ilahi ini semaksimal mungkin atau tidak, apakah mampu melobi dan berkomunikasi dengan sesamanya untuk menyelesaikan problema umat dan dunia Islam, menjamin kebutuhan mereka dan menciptakan dan mempersembahkan tatanan dunia Islami kepada umat manusia? Inilah PR yang harus diselesaikan oleh individu dan umat Islam.

Penutup

Sebagai penutup dari tulisan singkat ini, perkenankan penulis memberikan usulan kepada setiap jamaah haji yang akan berangkat, khususnya yang memiliki otoritas untuk melobi, mengundang dan mengadakan pertemuan dengan para tokoh dari negara lain untuk memprakarsai penyelenggaraan muktamar tahunan dan membentuk komite-komite dalam berbagai bidang yang diperlukan oleh umat Islam.

Pada musim haji ini umat Islam dapat mengadakan pertemuan atau seminar khusus sesuai dengan keahlian dan bidangnya masing-masing untuk menjalin kontak, tukar pengalaman, menciptakan kreatifitas dan innovasi bersama atas nama kaum Muslimin dalam bidang kultural, ekonomi, politik, militer dan keilmuan yang lain seperti kedokteran, sains, teknologi dan…

Dan hal ini paling tidak –sesuai dengan apa yang pernah penulis saksikan di musim haji tahun 2008 yang lalu- telah mulai dirintis oleh para pemuka jamaah haji Iran dengan mengundang para pakar dan ahli pada bidang-bidang tertentu, mengulurkan kerjasama dan mengadakan berbagai pertemuan ilmiah untuk mendengarkan, mengamati, menganalisa dan menyelesaikan berbagai permasalahan dan problema umat Islam dan dunia internasional.

Tentunya hal itu tidak cukup bila dilakukan pada masa haji saja, harus ada langkah-langkah sebelum datangnya musim haji dan upaya-upaya untuk menindaklanjuti kerjasama, kesepakatan dan lain sebagainya setelah selesainya musim haji, supaya hal yang telah diusahakan dengan pengorbanan waktu dan tenaga tidak sia-sia dan hanya menjadi sekedar ide.

Dan tidak diragukan lagi bahwa bila suatu hari haji memperoleh posisi sebenarnya di dunia Islam, kaum Muslimin melaksanakannya sesuai dengan yang diinginkan Islam, maka Islam akan mengambil alih dan menguasai dunia. Semoga kita dapat menyaksikan datangnya hari itu. Amin ya Rabbal Alamin!

*Alumni Universitas Azzahra Iran, aktif menerjemah buku bahasa Persia ke bahasa Indonesia. Saat ini ia juga mengajar di SMP Sitrah Jakarta.