Oleh Muh. Ma’rufin Sudibyo
Seperti diketahui, Indonesia merayakan Idul Adha 1439 H pada saat yang berbeda dengan Saudi Arabia. Di Indonesia, Idul Adha 10 Zulhijjah 1439 H bertepatan dengan 22 Agustus 2018 M, sementara di Saudi Arabia bertepatan dengan 21 Agustus 2018 M.
Banyak argumen fiqih yang telah dikemukakan untuk menjelaskan situasi tersebut. Baik dalam sudut pandang mendukung keputusan Indonesia. Ataupun menyanggah (dan mencela dalam sisi tertentu, apalagi ini tahun politik). Namun jarang sekali argumen astronomi atau ilmu falak komprehensif yang muncul dalam situasi ini.
Saya hadir dalam Sidang Itsbat Penetapan 1 Zulhijjah 1439 H yang diselenggarakan Kementerian Agama RI di Jakarta pada Sabtu 11 Agustus 2018, dalam kapasitas sebagai representasi ahli falak PBNU di Badan Hisab dan Rukyat Nasional.
Sidang yang berlangsung cepat, hanya mendengarkan laporan-laporan pelaksanaan rukyatul hilaal dari seluruh Indonesia pada saat senja itu dan ditingkahi dengan tanggapan-tanggapan sebelum kemudian mengambil keputusan. Tidak ada satu titik pun yang berhasil mendeteksi hilal. Sehingga diputuskan bulan Zulqaidah 1439 H diistikmalkan atau digenapkan menjadi 30 hari. Dan 1 Zulhijjah 1439 H bertepatan dengan Senin 13 Agustus 2018 M.
Hanya ada dua tanggapan dalam sidang, masing-masing dari utusan PP Muhammadiyah dan PBNU. Utusan PP Muhammadiyah menyatakan keputusan tersebut sesuai dengan hasil hisab yang dipedomani ormasnya, sembari menyampaikan usulan pribadi tentang bagaimana jika dikaji penggunaan waktu ijtima' (konjungsi Bulan-Matahari) saja sebagai parameter penentuan awal bulan Hijriah, dengan menafikan tinggi Bulan dan parameter-parameter lain.
Di persidangan-persidangan sebelumnya, usulan semacam ini sebenarnya disepakati untuk tidak dibahas di forum Sidang Itsbat. Karena posisi sidang hanyalah untuk menyatakan Ya atau Tidak terhadap hasil hisab dan hasil rukyat. Tetapi namanya forum yang cair, tetap saja terbentuk kesempatan untuk menyampaikan usulan semacam ini.
Sementara saya, mewakili PBNU, menanggapi dengan menyatakan dalam almanak NU yang telah dikonfirmasi oleh hasil rukyat, pelaksanaan rukyat hilaal penentuan 1 Zulhijjah 1439 H di Indonesia seharusnya tidak pada 11 Agustus 2018 M senja itu. Karena bulan Syawwal 1439 H telah diistikmalkan seiring tidak terdeteksinya hilaal saat rukyat hilaal dilakukan pada 13 Juli 2018 M.
Sehingga 11 Agustus 2018 M masih bertepatan dengan 28 Zulqaidah. Tidak ada rukyat hilaal yang diselenggarakan pada tanggal 28 Hijriyyah. Di sisi lain, hasil hisab NU sendiri (yang disebut hisab haqiqy tadzkiky ashri kontemporer atau singkatnya hisab jama'i) memperlihatkan pada 12 Agustus 2018 M senja tinggi Bulan di Indonesia sudah cukup besar. Berkisar 12º hingga 13º di seluruh Indonesia. Lebih jelasnya lihat peta di bawah ini:
Sehingga potensi untuk terdeteksi sangat besar. Dan itulah yang terjadi. Sehingga dalam almanak NU pun 1 Zulhijjah 1439 H bertepatan dengan 13 Agustus 2018 M.
Bahwa dalam beberapa jam pasca sidang tersebut kemudian muncul laporan terdeteksinya hilaal dari tanah Saudi Arabia, hal itu juga sesungguhnya sudah diperkirakan. Data hisab menunjukkan tinggi Bulan di kotasuci Makkah sedikit lebih besar dari 2º.
Sehingga ada potensi terdeteksinya hilaal oleh para perukyat di sana, terlepas dari bagaimana kualitas rukyat hilaal di Saudi Arabia (yang dalam dunia ilmu falak masih dipandang memprihatinkan). Maka muncullah keputusan Saudi Arabia, 1 Zulhijjah bertepatan dengan 12 Agustus 2018 M.
Bagaimana ilmu falak memandang hal itu?
Mari kita lihat peta di bawah ini:
Ini adalah peta standar proyeksi Mercator, yang menggelar bentuk Bumi tiga dimensi yang bulat menjadi selembar peta datar dua dimensi. Batas sisi utara adalah garis lintang 60º LU sementara sisi selatan garis lintang 60º LS. Batas sisi barat adalah garis bujur 180º BB dan batas sisi timur adalah garis bujur 180º BT.
Baik garis bujur 180º BB maupun 180º BT sejatinya berimpit di satu tempat yang sama, Ini adalah garis bujur yang secara tradisional dinyatakan sebagai Garis Batas Penanggalan Internasional untuk kalender Tarikh Umum, atau populer dengan IDL (International Date Line). Meskipun sejatinya Garis Batas Penanggalan Internasional yang sesungguhnya meluk-liuk di sekeliling garis bujur 180º ini mengikuti batas-batas negara yang dilintasinya.
Dan garis merah melengkung adalah garis yang diusulkan sebagai Garis Batas Penanggalan Hijriyyah Internasional atau ILDL (International Lunar Date Line). Para ahli falak masih bersilang pendapat soal posisi sesungguhnya dari garis ILDL ini.
Disini saya menggunakan salah satu pendapat saja, yang populer di Indonesia, yakni sebagai garis berimpit dengan titik-titik dimana tinggi Bulan tepat 2º pada saat terbenamnya Matahari. Garis ini melintas di dekat kotasuci Makkah. Dan dalam peta ini kotasuci Makkah berkedudukan seakan-akan di tengah peta.
Dengan melihat peta tersebut, yang adalah peta dalam perspektif penangggalan Tarikh Umum pada tanggal 11 Agustus 2018 M maghrib, terlihat jelas dunia seakan-akan dibelah oleh garis merah ILDL. Sebelah barat garis sudah memasuki tanggal 1 Zulhijjah 1439 H. Sementara sisi timur garis masih melanjutkan bulan Zulqaidah menjadi 29 Zulqaidah 1439 H dalam almanak NU.
Namun perbedaan ini hanyalah seakan-akan. Lebih jelasnya mari kita lihat peta berikut:
Ini peta dunia yang sama. Hanya saja batas barat dan timur diubah menjadi mengikuti ILDL. Bukan lagi pada garis bujur 180º. Dalam peta ini kedudukan kotasuci Makkah menjadi berada di ujung paling timur. Dan tampak jelas bahwa seluruh dunia senyatanya berada pada tanggal 1 Zulhijjah 1439 H yang sama. Perbedaannya saat konversi ke kalender Tarikh Umum, sisi timur garis bujur 180º telah memasuki bulan Zulhijjah pada 11 Agustus 2018 M maghrib. Termasuk Saudi Arabia. Sementara sisi barat dari garis bujur 180º baru memasukinya pada 12 Agustus 2018 M maghrib. Termasuk Indonesia.
Jadi dengan mengubah perspektif semata, dari yang semula perspektif kalender Tarikh Umum menjadi sudut pandang kalender Hijriyyah, kita sudah mendapati bahwa keputusan Indonesia dan Saudi Arabia sebenarnya senada. Sama-sama menempati tanggal 1 Zulhijjah 1439 H pada saat yang sama. Dengan demikian Idul Adha 1439 H di Indonesia sejatinya juga bersamaan dengan Saudi Arabia. Bahwa jika dilihat dalam tanggal Tarikh Umum terkesan berbeda, sekali lagi itu semata soal perspektif. Bukan realita.
Penulis adalah Pengurus Lembaga Falakiyah PBNU