Zastrouw Al-Ngatawi
Karena sound system dimatikan, panitia kesulitan mengarahkan massa yang makin banyak berdatangan. Padahal mereka perlu petunjuk menuju tribun sesuai zona masing-masing, apalagi dalam susana lantai licin dan banyak orang-orang sepuh dari daerah yang belum mengenali medan Stadion Gelora Bung Karno.
Menghadapi situasi demikian, mas Fariz (suami Mbak Yennny Wahid), mas Dani Pete dan beberapa orang berupaya mencari alternatif atas arahan Mbak Yennny sebagai keterangan Panitia. Untunglah mas Dani Pete cukup mengenal seluk beluk GBK sehingga dengan cepat menemukan sound system GBK sebagai alternatif. Secara spontan, mas Fariz memerintahkan saya menjadi petugas dadakan mengendalikan dan mengarahkan massa menggunakan sound system GBK.
Dari ruang sound system saya dapat melihat suasana lapangan secara bebas. Posisi ruang ini memang sangat strategis kerena didesign untuk mengendalikan massa. Semua sudut lapangan terlihat jelas dari ruangan ini. Melalui sound system GBK saya bisa mengarahkan jamaah dan mengajak mereka shalawatan. Acara shalat Subuh, dzikir, khatmil Qur'an dan doa akhirnya dilakukan menggunakan sound system GBK
Setelah selesai shalat Subuh, tiba-tiba suasana stadion berubah dari gelombang putih kembali menjadi hijau. Suara dzikir, doa dan diteruskan lantunan ayat-ayat Al-Qur'an kembali bergema menembus udara dingin pagi dan rintik hujan yang sudah mulai reda. Para petugas kembali bekerja menata panggung dan sound system yang habis kena hujan. Ribuan santri Pesantren Asshiddiqiyah yang menjadi 'pasukan semut' (tim sapu bersih sampah) mulai belerja memunguti sampah di lapangan. Kekompakan, gotong royong dan suasana kebersamaan terlihat jelas dalam momen ini.
Mbak Yenny sebagai Ketua Panitia sibuk memberikan arahan para petugas lapangan. Bahkan beliau naik ke ruang operator sound system di lantai atas GBK untuk memantau situasi dan memberikan arahan. Sedangkan ibu Khofifah Indar ParawaNgsa sebagai Ketua Umum Muslimat NU, mempersiapkan kedatangan para tamu undangan. Suatu kerja sama yang padu dan kompak dari para Srikandi NU.
Setelah shalat subuh masih turun gerimis namun sound system panggung sudah berfungsi. Gerimis berhenti total bersamaan dengan hadirnya ibu Sinta Nuriyah Andurrahman Wahid di Arena GBK. Para tamu undangan VVIP dan VIP mulai berdatangan. Massa jamaah juga terus mengalir memasuki pintu stadion memenuhi tribun atas.
Di antara kerumunan massa, tampak melenggang dengan santai serombongan biarawari Katholik di atas karpet merah depan panggung utama. Wajahnya sangat ceria, tak menampakkan raut ketakutan atau tekanan. Mereka tersenyum ramah dan bertegur sapa secara akrab dan hangat dengan para jamaah lain.
Kemudian mencari tempat duduk di antara jamaah. Selain rombongan biarawati, hadir juga para tokoh agama lain. Para seniman dan budayawan juga hadir. Bimbim dan Ivan Slank ikut shalat subuh berjamaah dan dzikir. Tompi, Addie MS, Cici Faramida, Hadad Alwi semua hadir. Suatu keadaan yang sangat menarik dan penuh makna.
Apa yang terjadi mencermikan komitmen NU dalam merawat keberagaman menjaga NKRI. Para ulama dan kiai NU tahu betul hujjah keagamaan dan ketentuan syariat untuk melakukan hubungan sosial dalam masyarakat yang beragam. Beliau-beliau tahu betul mana yang ritual ibadah yang tidak bisa dicampur dan dimasuki agama lain, dan mana aspek kultural sosial sebagai momentum untuk merajut keberagaman dan kebersamaan yang bisa dilakukan bersama orang lain. Inilah yang menyebabkan NU selalu menciptakan ruang-ruang publik yang bisa mempertemukan berbagai perbedaan melalui berbagai momentum kultural.
Bagi NU, hidup rukun, damai dan tentram adalah hal penting dalam kehidupan. Karena dalam suasana yang damai dan tenteram ummat Islam bisa menjalankan syariat Islam dengan baik. Dengan kata lain, ketenteraman dan kedamaian menjadi washilah dalam menjakankan syariah Islam. Inilah yang menyebabkan NU memandang kelompok lain sebagai saudara sehingga melahirkan konsep ukhuwah wathoniyah dan ukhuwah basyariyah.
Di mata NU orang yang beda agama tetap dianggap sebagai saudara sebangsa jika mereka warga bangsa Indobesia. Mereka tak pernah dianggap musuh yang harus dimusuhi, dicaci maki dan dikafir-kafirkan. Ada cara yang lebih beradab dan lebih berakhlak sehingga tidak menyakitkan hati orang lain untuk menyikapi perbedaan.
Cara pandang inilah yang membuat NU selalu bisa berbagi bahagia dengan orang lain yang berbeda tanpa harus kehilangan prinsip dan akidah. NU menjaga akidah dengan cara berbagi bahagia pada sesama bukan dengan cara intimidasi dan provokasi yang membuat orang lain ketakutan sehingga harus bikin statemen pura-pura mendukung dan hadir dalam suatu acara meski diundang sevara resmi. Dalam rangka berbagi bahagia inilah Muslimat NU mengundang saudara sebangsa untuk hadir ke GBK merayakan ulang tahunnya yang ke-73.
Inilah cara warga NU menjalankan ajaran agamanya, berbagi bahagia pada sesama. Bukan dengan menebar ketakutan pada orang lain yang sebenarnya cermin ketakutannya sendiri pada orang lain. Dan peringatan Harlah Musliman NU ke-73 di GBK pada Ahad, 27 Januari 2019 adalah momentum bahagia bersama dalam keberagaman. Beragamah yang enak tapi jangan seenaknya. (Bersambung)
Penulis adalah pegiat budaya, dosen Pascasarjana Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA) Jakarta