Oleh Ade Oppa Mustopa
Hadratusyekh KH Hasyim Asy'ari dalam kitab Al-Jasus fii Bayani Ahkamin Naqus menuqil keterangan dari Imam Nawawi dalam Syarah Sahih Muslim
فصل قال اﻹمام النواوي رحمه الله تعالى في شرح صحيح مسلم، ذكر العلماء في حكمة اﻷذان أربعة أشياء إظهار شعار اﻹسلام وكلمة التوحيد واﻹعلام بدخول وقت الصلاة وبمكانها والدعاء الى جماعة، والله اعلم
Imam Nawawi RA berkata dalam kitab Syarah Sahih Muslim. "Ulama mengungkapkan, azan memiliki empat hikmah, yakni menampakkan syiar Islam dan kalimat tauhid, memberitahukan masuknya waktu shalat dan tempatnya serta menyajak orang-orang untuk berjamaah."
Dari penjelasan di atas, di antara hikmahnya azan adalah menjadi syiar dan keagungan Islam dan kalimah tauhid. Azan bukan malah membuatnya bising dan menjadi polusi udara. Oleh karena itu, ketika ada orang yang komplain dengan suara azan mestinya umat Islam peka. Bukan lantas menyebutkan orang yang komplain tersebut sebagai penista agama.
Hikmah azan sebagai syiar itu bukan diperuntukan untuk umat Islam, justru syiar itu untuk orang non-Muslim. Nah, ketika ada komplain, harusnya pengeras suara azan itu yang dikoreksi, bukan malah orang yang mendengarkannya yang dikriminalisasi.
Hukum azan itu sunnah muakkad (lihat kitab Fathul Mu'in). Dengan meninggikan suara azan sebagai salah satu syaratnya untuk mengundang berjamaah. Lihat keterangan dalam kitab Nihayatuz Zain syekh Nawawi Banten:
(وجهر لجماعة) ويحصل أصل السنة بمجرد الرفع فوق ما يسمع نفسه أو أحدا من المصلين، وكمال السنة بالرفع طاقته بلا مشقة
(Meninggikan suara untuk mengundang berjamaah) dapat keutamaan sunnah dengan hanya mengeraskan suara di atas yang bisa didengar oleh dirinya atau salah satu orang yang shalat. Adapun sunnah yang sempurna bisa di capai dengan mengeraskan suara sekeras-kerasnya apabila tidak ada masyaqat (kesulitan).
Yang digarisbawahi di sini adalah bila tidak ada masyaqat. Maksudnya adalah kesulitan, baik bagi si muazin (pengumandang azan) maupun bagi si pendengar. Kebisingan suara azan juga bisa menyebabkan kemasyaqatan bagi orang-orang tertentu.
Hal ini bisa kita lihat dalam kitab Bugiyyatul Musytarsyidin:
فائدة: جماعة يقرأون القرآن في المسجد جهراً، وينتفع بقراءتهم أناس، ويتشوّش آخرون، فإن كانت المصلحة أكثر من المفسدة فالقراءة أفضل، وإن كانت بالعكس كرهت اهـ فتاوى النووي
Artinya, "(Pemberitahuan) sekelompok orang membaca Al-Qur'an dengan lantang di masjid. Sebagian orang mengambil manfaat dari pengajian mereka. Tetapi sebagian orang lainnya terganggu. Jika maslahatnya lebih banyak dari mafsadatnya, maka baca Al-Qur'an itu lebih utama (afdhal). Tetapi jika sebaliknya yang terjadi, maka baca Al-Qur'an itu menjadi makruh. Selesai. Fatwa An-Nawawi,"
لا يكره في المسجد الجهر بالذكر بأنواعه ، ومنه قراءة القرآن إلا إن شوّش على مصلّ أو أذى نائماً ، بل إن كثر التأذي حرم فيمنع منه حينئذ ، كما لو جلس بعد الأذان يذكر الله تعالى ، وكل من أتى للصلاة جلس معه وشوّش على المصلين ، فإن لم يكن ثم تشويش أبيح بل ندب لنحو تعليم إن لم يخف رياء
Artinya, "Zikir dan sejenisnya antara lain membaca Al-Qur'an dengan lantang di masjid tidak makruh kecuali jika menggangu konsentrasi orang yang sedang sembahyang atau mengusik orang yang sedang tidur. Tetapi jika bacaan Al-Qur'an dengan lantang itu lebih banyak mengganggu (menyakiti orang lain), maka saat itu bacaan Al-Qur'an dengan lantang mesti dihentikan. Sama halnya dengan orang yang duduk setelah azan dan berzikir. Demikian halnya dengan setiap orang yang datang untuk shalat ke masjid, lalu duduk bersamanya, kemudian mengganggu konsentrasi orang yang sedang sembahyang. Kalau di sana tidak memunculkan suara yang mengganggu, maka zikir atau tadarus Al-Qur'an itu itu hukumnya mubah (boleh) bahkan dianjurkan untuk kepentingan seperti taklim (pengajaran) jika tidak dikhawatirkan riya (ingin dipuji),"
Dari ungkapan di atas, ada bahasa mengusik orang yang sedang tidur. Nah, orang yang sedang tidur itu dia mendapatkan haknya untuk nyaman dalam tidur. Jangan sampai suara pengeras suara dari mesjid menjadi pengganggu baginya.
Kasus Ibu Meilani yang divonis 18 bulan penjara karena tuduhan menistakan agama Islam karena komplain suara azan membuat bising ke rumahnya, menunjukan "ketololan" pemahaman umat Islam terhadap agamanya.
Oh, oh, oh, atau jangan-jangan karena Ibu Meilani ini adalah seorang non-Muslim sehingga tidak merasa berbuat dzalim ketika memenjarakannya? Padahal Rasul sangat keras sekali memperingatkan kita.
من اذى ذميا فأنا خصمه
Barangsiapa yang menyakiti orang dzimmi, maka kata Nabi, aku akan menjadi musuhnya.
Maukah kita di jadikan musuh Nabi junjungan kita?