Obituari DOA 40 HARI

Kiai Abdul Majid Khon, Sosok Mandiri Sejak Remaja

Ahad, 1 Agustus 2021 | 04:00 WIB

Kiai Abdul Majid Khon, Sosok Mandiri Sejak Remaja

Kiai Abdul Majid Khon (berbaju koko putih) bersama keluarga. (Foto: Istimewa)

Pati, NU Online
Ada testimoni menarik sekaligus menginspirasi dalam rangka doa bersama mengenang 40 hari wafatnya Mustasyar Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Bekasi, Jawa Barat, KH Abdul Majid Khon (62). Saat remaja, Kiai Majid dikenal sebagai sosok ulet dan mandiri.


Hal tersebut dituturkan kakak kandungnya, KH Ali Makhtum usai Tahlilan, Yasinan, dan khataman Qur’an yang digelar secara virtual melalui Zoom Meeting, Sabtu (31/7) malam. Doa bersama diikuti keluarga, santri, dan muhibbin almarhum Kiai Majid Khon.


“Waktu kecil, Abdul Majid, adik saya, itu rajin mencari uang. Bukan untuk apa-apa, tapi untuk melatih diri supaya hidup mandiri. Suatu ketika, dia pergi menjual kayu bakar di pasar Tayu. Berjalan dari Grogolan sampai ke Tayu sambil memikul kayu bakar atas kemauan sendiri,” ujarnya.


Aktivitas memikul kayu bakar itu, lanjut Kiai Makhtum, tidak dilakukan sekali. Akan tetapi, pemuda bernama Majid itu melakukannya berkali-kali di sela menuntut ilmu di Madrasah Manahijul Huda Ngagel. Padahal jarak Desa Grogolan, Kecamatan Dukuhseti, ke Tayu lebih kurang sembilan kilometer. 


“Waktu itu, istilahnya nunut tetangga yang berjualan di Pasar Tayu. Ini bukti kemandirian. Jadi, dari kecil dia memang mandiri. Sehingga suatu ketika, dia pergi jual kayu sampai terlambat masuk sekolah. Akhirnya, menjadi ‘gunjingan’ teman-temannya. Sejak itu, kegiatannya jual kayu bakar pun dikurangi,” ungkapnya.


Kemudian, lanjut Kiai Makhtum, Abdul Majid muda melanjutkan pengembaraan intelektual di Jakarta. Itu pun dari dana pribadi. Tidak diongkosi oleh orang tua. Kemandirian dalam membiayai kuliahnya ini tanpa sepeserpun biaya dari rumah.


“Hanya doa orang tua dari rumah. Saya tahu karena selain saudara, juga teman. Saya pernah hidup sekamar sama dia ketika pertama kali merantau di Jakarta, tepatnya di Cipinang Muara. Jadi, tahu persis apa yang dikerjakan dan apa yang sebenarnya terjadi pada Abdul Majid. Ini yang perlu diteladani,” tandasnya.


Kesalehan spiritual
Kiai Makhtum menambahkan, Kiai Abdul Majid merupakan sosok orang saleh. Setiap bermalam di Grogolan, misalnya, tidak pernah lepas bangun malam untuk qiyamullail atau salat tahajud. Kesalehan spiritual almarhum ini juga patut diteladani.


“Bahkan, ketika saya gantian nginep di rumahnya di Bekasi, saya juga melihatnya sedang salat tahajud di sepertiga malam terakhir. Itu kebaikan-kebaikan yang saya lihat langsung yang ada pada Abdul Majid,” ungkapnya.


Oleh karena itu, lanjut Kiai Makhtum, jika berbicara tentang kenangan bersama Kiai Majid tentu banyak sekali. “Tidak bisa saya sampaikan secara detil, apalagi dalam waktu yang singkat ini. Hanya garis besarnya saja,” tukasnya.


Ketua Yayasan Pendidikan Islam Minsyaul Wathon Grogolan, Dukuhseti, Pati ini menambahkan, almarhum merupakan putra keenam pasangan KH Abdussalam dan Hj Maskanah yang paling sukses secara ilmiah.


“Sebab, almarhum merupakan doktor lulusan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2005. Kalau secara materi, saya nggak bicara ya. Mungkin saya lebih kaya dari dia,” seloroh bapak empat anak ini mencairkan suasana penuh haru tersebut.


Sekali lagi, ia mengatakan bahwa sosok Kiai Majid tidak bisa dipungkiri dan tidak diragukan merupakan orang yang saleh. “Sekali lagi, saya bersaksi bahwa dia adalah orang saleh,” tandas Wakil Kepala MA Manahijul Huda Ngagel, Dukuhseti, Pati, ini.


Kiai Makhtum lalu mengutip sabda Nabi Muhammad saw yang artinya: ‘Jika ada orang meninggal dan disaksikan empat orang tetangganya bahwa dia orang saleh, maka malaikat akan mengamininya dan mengatakan iya bahwa si mayit memang benar-benar orang saleh’.


Lalu, sahabat bertanya kepada Nabi saw. Bagaimana jika hanya tiga orang yang menyaksikan kebaikan si mayit, wahai Nabi? Nabi menjawab: iya, tiga orang cukup sebagai saksi. Kemudian dikejar lagi, bagaimana jika hanya dua orang saja? Jawabnya Nabi, iya. Dua juga cukup,” paparnya.


Oleh karena itu, Kiai Makhtum kembali mengajak hadirin peserta doa bersama baik keluarga inti maupun para santri dan muhibbin Kiai Majid untuk menyaksikan bahwa almarhum adalah orang baik sembari mengulangnya tiga kali.


Almarhum yang juga Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Jakarta dan Ketua Perkumpulan Program Studi PAI se-Indonesia (PP-PAI-I) ini wafat pada Sabtu, 26 Juni 2021, di Rumah Sakit Umum (RSU) Koja, Jakarta Utara karena sakit. Penulis buku Hadis Tarbawi kelahiran Pati, 7 Juli 1958, ini dimakamkan di Bekasi dengan prokes ketat.


Pewarta: Musthofa Asrori
Editor: Kendi Setiawan