Obituari

Belajar dari Kesederhanaan dan Perjuangan Mbah Ali Sedan

Kam, 30 Juli 2020 | 03:30 WIB

Belajar dari Kesederhanaan dan Perjuangan Mbah Ali Sedan

H Chaizul Ma’ali (Mbah Ali) Pengasuh Pondok Pesantren Misykatul Anwar Sidorejo

Rembang, NU Online
Tokoh kharismatik NU Kecamatan Sedan, Rembang, Jawa Tengah KH Chaizul Ma’ali (Mbah Ali) telah berpulang ke rahmatullah pada Senin (26/7). Pengasuh Pondok Pesantren Misykatul Anwar Siodrejo ini wafat di usia 78 tahun pada pukul 20.40 WIB. Bukan hanya di NU, Mbah Ali juga tokoh yang terkenal aktif di bidang pendidikan agama dan sangat peduli terhadap masyarakat.


Perjuangan Mbah Ali di NU dirasakan langsung oleh Ketua Rabithah Ma’ahid Al Islamiyah (RMI) Nahdlatul Ulama (NU) Rembang Ustaz Mahsun. Menurutnya, perjuangan Mbah Ali di NU sangat luar biasa saat ikut terjun langsung dan rela mendampingi para santri melakukan kunjungan ke pelosok di Kecamatan Sedan. Mbah Ali ikut serta mendampingi para santri untuk membentuk ranting-ranting Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) dan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) dengan hanya berbekal lampu petromak dan berjalan kaki.


“Saya tidak kuat menahan tangis, ketika mengingat Mbah Ali berjuang di Nahdlatul Ulama tahun 1992 ketika menjabat sebagai Syuriyah MWC NU Sedan rela mendampingi IPNU-IPPNU. Karena waktu itu saya masih di IPNU, turba kedesa-desa dengan berjalan kaki. Dikarenakan belum ada lsitrik, saat itu Mbah Ali menemani turba ke desa-desa dengan membawa lampu petromak dipikul dengan sebuah tongkat dan berjalan kaki untuk pembentukan ranting-ranting,” kenangnya.


Dalam bidang pendidikan agama Islam, Mbah Ali merupakan Mujahid di bidang keilmuan pendidikan dan sosok kiai yang murabbi, tidak pernah lepas dari dunia pendidikan. Dengan ribuan santrinya, Mbah Ali tidak pernah merasa gengsi meskipun mengajari anak-anak yang baru belajar membaca Al-Qur’an. Padahal Mbah Ali merupakan seorang pengajar kitab Ihya’ Ulumuddin dan pengajar Tafsir Al-Qur’an.


“Saya lahir tahun 1969, beliau sudah mengajar di Madrasah Tuhfatus Shibyan Waru, Kecamatan Sedan, sebelumnya juga pernah mengajar di Madrasah Diniyah Miftahul Huda Sedan. Selain itu, juga pernah mengajar di Madrasah Riyadlotut Thalabah Sedan,” jelasnya.


Saat menjadi guru di Madrasah Hidayatus Shibyan Sedan, Mbah Ali merupakan sosok yang sangat disiplin. Ketika jam pelajaran sudah dimulai, beliau langsung masuk dan tidak pernah mengolor waktu sedikitpun, kecuali udzur syar’i. Berkat kedisiplinannya menjadi guru, Mbah Ali kemudian mendapat amanah untuk menjadi Mudirul ‘Am di Madrasah Hidayatus Shibyan Sedan.


Dalam kehidupan dan kepedulian kepada masyarakat, Mbah Ali merupakan pribadi yang sangat baik. Ketika ada orang meninggal di malam hari, pagi-pagi sekali setelah shalat jamaah shubuh, Mbah Ali sudah berada di tempat orang yang terkena musibah tersebut. Mbah Ali juga sosok yang gemar dalam memberikan bantuan dan santunan kepada mereka yang membutuhkan.


“Putra beliau bercerita ketika almaghfurlah Mbah Ali mendapatkan uang insentif guru madrasah dari pemerintah tidak diambil sedikitpun. Akan tetapi putranya disuruh untuk mengambil amplop dan kemudian uang itu dimasukkan ke dalam amplop-amplop lain guna menyantuni dhuafa dan menyantuni anak yatim. Itulah sosok almaghfurlah Mbah Ali yang luar biasa,” tambahnya tentang sosok bersahaja yang tidak pernah ingin menjadi kiai namun oleh masyarakat tetap di-kiai-kan dan menjadi panutan.


Dulu sebelum berangkat haji, Mbah Ali memiliki kegiatan usaha sebagai pedagang. Walaupun begitu, ia tidak pernah lepas dari kegiatan mengaji dan mengajar. Suatu hari Mbah Ali sowan ke KH Maemun Zubair (Mbah Moen) Sarang dan mengadu tentang pekerjaannya. Mbah Moen pun menyarankan Mbah Ali untuk tidak lagi bekerja dan mewakafkan dirinya untuk pendidikan keagamaan.


“Mbah Moen dawuh kepada Mbah Ali kemungkinan engkau ditakdirkan sebagai seorang kiai. Bukan perkara yang mudah perjalanan hidup seperti itu, saya tahu persis mungkin ini sebuah rahasia pribadi beliau, Mbah Ali adalah seorang yang Qanaah,” kata Mahsun mengisahkan.


Mbah Ali merupakan sosok pribadi yang sangat bersahaja, zuhud, dan wira’i. Ketika beliau butuh biaya kehidupan keluarganya. Mbah Ali tidak pernah mengeluh dan menampakkan kekurangan ekonominya.


Mbah Ali dimakamkan di komplek Maqbarah Demang yang berada satu komplek dengan Maqbarah Sayyid Hamzah Syatho, ulama dari makkah yang berdakwah di Kecamatan Sedan pada masanya.


Kontributor: Mochamad Ronji
Editor: Muhammad Faizin