Nasional

Waspadai Kemenangan Taliban, Kiai As’ad: Bisa Dijadikan Isu Politik Pendukung Khilafah

Kam, 19 Agustus 2021 | 14:00 WIB

Waspadai Kemenangan Taliban, Kiai As’ad: Bisa Dijadikan Isu Politik Pendukung Khilafah

Penulis buku Al-Qaeda yang juga Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH As’ad Said Ali. (Foto: dok. istimewa)

Jakarta, NU Online

Penulis buku Al-Qaeda yang juga Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH As’ad Said Ali mendorong kewaspadaan atas kemenangan kelompok Taliban di Afghanistan. Menurutnya, hal itu bisa dijadikan isu politik bagi para pendukung khilafah untuk membangkitkan spirit perlawanan di negara-negara Muslim.


“Sebagai catatan Imarah Islam Afganistan berbeda dengan khilafah ala ISIS, karena tidak menganggap sebagai penguasa dunia Islam. Tetapi para pendukung sistem khilafah mungkin akan menjadikannya sebagai isu politik untuk membangkitkan perlawanan di negara Islam lainnya,” ujar Kiai As’ad, Selasa lalu lewat facebooknya.


Namun, menurut mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) itu, Taliban memerlukan legitimasi internasional sehingga membutuhkan dukungan dari negara muslim lainnya. Dalam hal ini, kata Kiai As'ad, Taliban menyebut empat negara sebagai prioritas yaitu Indonesia, Arab Saudi, Iran, dan Turki.


“Turki penting terkait soal Uighur yang keduanya mempunyai hubungan suku dan budaya,” tutur Kiai As’ad yang beberapa kali terlibat melakukan rekonsiliasi damai antarpemimpin kelompok di Afghanistan.


Sedangkan Iran, lanjutnya, selain dalam konteks merangkul suku Hazara yg memeluk Islam Syiah, juga dalam konteks ekonomi untuk akses ke Samudera Hindia via pelabuhan peti kemas Chabahar yang sedang dibangun oleh Iran. Saudi Arabia juga penting bagi Afganistan terutama bantuan ekonomi.


“Indonesia dianggap sebagai negara muslim sunni moderat yang berpengalaman mengelola persatuan nasional di tengah beragam suku bangsa dan potensi ekonominya besar,” ucap Kiai As’ad.


Sedangkan, imbuh dia, Pakistan yang berbatasan langsung tidak termasuk empat negara di atas, mungkin terkait persengketaan wilayah “Duran line” yang diklaim Pakistan sejak kemerdekaannya.


Memenangkan perang lebih mudah dibanding membangun kembali persatuan bangsa. Tantangan yang dihadapi oleh Afganistan mendatang, menurut Kiai As’ad, adalah memulihkan keamanan dan ketertiban, rekonsiliasi nasional serta pengakuan dunia.


“Hal itu tergantung bagaimana Rezim Afghanistan mengakomodasikan fraksi Haqqani dan Mullah Rasul yang pada masa lalu menjadi saingan dan sikap terhadap eksistensi elemen ISIS dan Al-Qaeda. Tanpa stabilitas keamanan, pemulihan ekonomi tidak mungkin dilakukan,” ungkapnya.


Tetapi, menurutnya, wajah Afghanistan yang baru di bawah Taliban mulai sedikit terbuka. Mulai dari larangan memakai burqa (penutup muka) bagi kaum perempuan, perintah dokter dan perawat perempuan untuk terus bekerja, izin para perempuan muda Afghanistan untuk belajar.


Taliban juga memberi jaminan keselamatan warga negara asing dan ingin menjalin hubungan baik degan semua negara termasuk dengan Amerika Serikat.


“Imarah Islam Afghanistan tampaknya akan menampilkan wajah baru guna menyatukan Afghanistan yang porak poranda setelah konflik lebih kurang selama 41 tahun,” ungkap Kiai As’ad.


Pewarta: Fathoni Ahmad

Editor: Kendi Setiawan