Nasional

Wartawan Timur Tengah Sebut Solusi Dua Negara Jadi Kunci Akhiri Konflik Israel-Palestina 

Rab, 8 November 2023 | 19:15 WIB

Wartawan Timur Tengah Sebut Solusi Dua Negara Jadi Kunci Akhiri Konflik Israel-Palestina 

Musthafa A Rahman (dua dari kiri) dalam Diskusi Umum 'Duka Palestina Duka Dunia' di Gedung PBNU, Rabu (8/11/2023). (Foto: NU Online/Aceng)

Jakarta, NU Online

Konflik berkepanjangan antara Palestina dan Israel telah menjadi masalah yang sulit untuk dipecahkan selama puluhan tahun. Di tengah konflik yang berkepanjangan, diperlukan sebuah solusi untuk bisa mengakhiri konflik.


Wartawan Senior Timur Tengah Musthafa A Rahman menjelaskan tentang pentingnya konsep two-state solution atau solusi dua negara. Ia menyebut, solusi politik tersebut menjadi kunci untuk mengakhiri konflik berkepanjangan antara Palestina dan Israel. 


Solusi dua negara itu, kata Musthafa, telah lama didukung oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan sebagian besar masyarakat dunia. Ia menjelaskan, konsep solusi dua negara adalah dilakukan pendirian dua negara merdeka, yaitu Israel dan Palestina. Kedua negara akan hidup berdampingan dalam perdamaian dan keamanan.


“Jadi konsep solusi politik yang didukung oleh PBB dan masyarakat internasional, yang dikenal dengan solusi dua negara, itu yang harus diterjemahkan dan dilaksanakan. Israel harus bersedia menerima solusi dua negara demi terciptanya perdamaian yang berkelanjutan,” ujarnya dalam Diskusi Umum ‘Duka Palestina Duka Dunia’ di Lobi Gedung Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Jalan Kramat Raya 164, Jakarta Pusat, pada Rabu (8/11/2023).


Ia menjelaskan bahwa ada solusi lain untuk mengatasi konflik Palestina-Israel yakni one state solution atau solusi satu negara. Solusi ini pernah diusulkan Mantan Pemimpin Libya Muammar Khadafi yang pada masa lalu telah mengusulkan ide satu negara sebagai solusi. 


"Tetapi Israel juga menolak solusi itu," terang pria yang bekerja sebagai wartawan di Timur Tengah selama 30 tahun.


Musthafa mengungkapkan, salah satu alasan dari penolakan tersebut adalah pertumbuhan demografi penduduk Palestina yang jauh lebih tinggi daripada Israel dalam kurun waktu sepuluh tahun lebih.


"Pertumbuhan demografi Palestina jauh lebih tinggi dalam 10 tahun lebih banyak, dan suatu saat perdana menteri dari satu negara tersebut bisa bernama Muhammad. (Tetapi) kalau (solusi) dua negara itu paling realistis," jelasnya.


Musthafa juga menjelaskan bahwa di Israel terdapat sebuah gerakan Yahudi yang justru anti terhadap negara Israel. Gerakan ini dikenal dengan Yahudi Ortodoks.


"Yahudi Ortodoks anti-Israel anti-zionis. Tetapi dalam konteks Israel saat ini, gerakan ini pengaruhnya kecil sekali," ujarnya


Ia mengatakan dalam konteks politik Israel saat ini, pengaruh mereka dianggap terbatas dan sering kali tidak diperhatikan oleh pemerintah Israel. Meski begitu, ia menyampaikan harapannya bahwa gerakan anti-zionis di kalangan komunitas Yahudi dapat berkembang dan menjadi suara yang lebih kuat dalam upaya mencapai perdamaian.


"Saya justru memimpikan gerakan ini besar sehingga terwujud perdamaian. Tetapi sayangnya gerakan ini tidak berkembang. Ini bagian dari gerakan umat Yahudi di luar gerakan zionis, bisa dikatakan dianggap sebelah mata," pungkasnya.