Nasional

Warga Indonesia di Yaman Kurang Perhatian Pemerintah

NU Online  ·  Rabu, 23 Mei 2018 | 03:00 WIB

Jakarta, NU Online
Perang Yaman belum juga usai sejak tahun 2013 lalu. Meskipun tak berdampak pada keamanan wilayah selatan, seperti Hadhramaut, tetapi pengaruhnya masih terasa bagi 1800 pelajar di sana. Mereka kurang mendapat perhatian dari pemerintah semenjak Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) pindah ke Salalah, Oman.

"Bahkan pihak KBRI setelah pindah tidak pernah mengunjungi warga Indonesia di Yaman," kata A'wan Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Yaman Taufan Azhari kepada NU Online, Rabu (23/5). Hal tersebut disampaikannya di Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, saat berkesempatan pulang setelah lima tahun belum pernah menginjakkan kaki di Indonesia lagi.

Selain minimnya pembinaan dan pelayanan birokrasi, mereka juga kekurangan obat-obatan. Sebab, kurangnya suplai dan ketidakcocokan obat Yaman untuk dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Bahkan, kata Taufan, beberapa obat yang mereka butuhkan juga tidak ada di Yaman.

"Sebagian obat-obatan yang dibutuhkan masyarakat Indonesia tidak ada di Yaman," katanya.

Internet yang kurang mendukung juga menghambat informasi yang dapat mereka kabarkan dan terima.

Wakil Sekretaris Jenderal Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Yaman itu mengungkapkan bahwa perang Yaman tak memengaruhi kegiatan belajar mengajar pelajar Hadhramaut. Taufan menuturkan bahwa pelajar di sana masih semangat berkarya dengan mengadakan kegiatan. Diskusi bersama tokoh dari Indonesia dan Yaman, pencetakan buku, pagelaran budaya kerap kali mereka adakan secara mandiri dengan keterbatasan.

Bahkan, mereka pernah mengadakan upacara Hari Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 2014 di Pantai Mukalla dengan potongan baju merah dan putih yang dijahit sebagai benderanya.

"Saking terbatasnya," kata pria yang pernah menuntut ilmu di Pondok Buntet Pesantren Cirebon itu.

Hal lain yang mereka butuhkan, kata Taufan, adalah buku-buku Indonesia yang tidak bisa mereka sentuh. Sebab, akses yang minim untuk mendapatkan itu. Akibatnya, ketika pulang, mereka seolah buta dengan keadaan negaranya. "Butuh buku-buku bacaan terbaru dari Indonesia," ujarnya.

Atas hal itu semua, Mahasiswa Syariah dan Hukum Universitas Al-Ahqaf menegaskan bahwa pihaknya sangat butuh perhatian dari pemerintah Indonesia. "Butuh perhatian pemerintah," pungkasnya. (Syakir NF/Ibnu Nawawi)