Nasional

Waketum PBNU: Penulisan Sejarah Keislaman harus Dilanjutkan

NU Online  Ā·  Ahad, 2 Februari 2014 | 09:00 WIB

Jakarta, NU Online
Wakil Ketua Umum PBNU H As’ad Said Ali meminta agar penulisan sejarah keislaman, terutama yang menyangkut sejarah perjuangan komunitas NU terus dilanjutkan. Ā Peran para ulama Ā dalam perjuangan kemerdekaan seolah-olah diabaikan, padahal banyak diantara kaum santri yang meninggal.
<>
Pernyataan tersebut diungkapkan dalam peluncuran buku Laskar Ulama-Santri Ā dan Resolusi Jihad yang digelar di Gedung Juang 45 Jakarta, Ahad (2/2).

Ia menuturkan, suatu saat pernah diberi dokumentasi perjuangan kemerdekaan oleh Des Alwi, sejarawan dan penulis asal Jakarta, tetapi peran kaum santri sama sekali tidak disebutkan didalamnya.

ā€œPadahal banyak sekali santri yang meninggal waktu perjuangan kemerdekaan,ā€ tandasnya.

Untuk itu, ia mengapresiasi langkah Zainul Millal dalam menelusuri dan menuliskan peran ulama dan santri dalam perjuangan kemerdekaan ini.

ā€œIni merupakan langkah awal untuk menuliskan sejarah selanjutnya,ā€ tegasnya.

Ditegaskannya, para ulama memiliki peran sangat besar sejak zaman zaman Kesultanan Demak yang menyerang Malaka, kemudian Sultan Agung yang menyerang Jayakarta sampai zaman Diponegoro yang selanjutnya, para keturunannya melahirkan para kiai dan pejuang kemerdekaan.

Dengan latar belakang sejarah inilah, Indonesia menjadi sebuah negara nasionalis yang religius, bukan sebuah negara agama atau negara sekuler dan bisa hidup damai sampai sekarang.

Dalam pertemuan dengan para ulama Afganistan, mereka menanyakan, bagaimana Indonesia bisa menyatukan nasionalisme sekaligus agama sehingga bisa hidup damai. Mereka sendiri merasa kelelahan menghadapi perang selama 32 tahun terus menerus yang sampai sekarang belum selesai.

ā€œKarena itu, mereka saya ajak ke sini untuk belajar tentang kebangsaan ini,ā€ paparnya.

Buku Sejarah Ulama-Santri yang dalam satu bulan ini sudah cetak ulang yang kedua ini menelusuri jejak perjuangan para ulama, termasuk peran penting dalam pertempuran 10 November di Surabaya, yang dalam sejarah umum sampai saat ini belum banyak diungkap. (mukafi niam)