Nasional

Wacana Islam Nusantara Sudah Lama dan Terus Diperbincangkan

NU Online  ·  Selasa, 15 Maret 2016 | 09:02 WIB

Jepara, NU Online
Kenapa Islam Nusantara saat ini terus ramai diperbincangkan? Begitu pertanyaan yang dilontarkan Rumadi, Ketua Lakpesdam PBNU saat berbicara dalam Seminar Nasional yang diadakan Lakpesdam PCNU Jepara, Ahad (13/3) lalu. 

Pertanyaan itu ia lontarkan lantaran 2008 saat aktif di Jurnal Taswirul Afkar, jurnal tersebut menulis edisi khusus tentang Islam Nusantara. “Toh tidak ada apa-apa. Tidak ada yang mencibir,” ingatnya kepada ratusan hadirin yang memadati aula lantai 2, gedung NU, Jalan Pemuda 51. 

Periode 2012-2013 STAINU Jakarta membuka program studi Islam Nusantara pada jenjang pascasarjana juga tidak ada persoalan. Tetapi saat Islam Nusantara dijadikan tema dalam Muktamar Ke-33 NU baru marak diperbincangkan. 

Menurut lelaki asal Jepara ini, Islam Nusantara ada yang mengapresiasi banyak juga yang mencaci maki. Akademisi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini menyebut sebagaimana mereka mengejeknya. Ada yang menganggap antiarab, kedok baru JIL yang kini berganti nama Jamaah Islam Nusantara (JIN) dan masih banyak sebutan lain. 

Bagi mereka yang tidak sepakat Islam Nusantara, hal negatif terus digencarkan. Pengikut Islam Nusantara jika mati tidak dikain kafani tetapi tetapi dikafani dengan kain batik. Begitu pula dengan pembacaan al-Qur’an langgam Jawa menurut mereka merupakan satu langkah untuk mengganti al-Qur’an dengan bahasa lokal. 

Perkembangan global 

Pada 2100 mendatang, tren perkembangan umat Islam mengalami kenaikan. Tetapi Islam yang model apa? Saat ini Islam di Eropa berkembang pesat. Tetapi di kawasan seperti di New York perempuan yang berjilbab malah dicecar. Di Timur Tengah, warga yang mengungsi diteror oleh ISIS. Di Jerman ada gerakan anti-Islam dan masih banyak lagi. Ini yang dikatakan Rumadi sebagai Islam Phobia. 

Jika konflik di Timur Tengah yang berkembang ialah konflik politik. Maka jika ditarik ke Indonesia ada yang berupaya mengaitkannya dengan konflik teologi. 

Pada sisi ini peneliti di The Wahid Institute 2010-2013 ini mengingatkan pada abad 15 atau era Wali Songo Islam masuk di bumi Nusantara tidak melalui jalur kekerasan. Prosentase 87 persen pengikut Islam di Indonesia tidak melalui kekerasan dan pertumpahan darah meski aliran dan ideologinya berbeda-beda. Sehingga Islam Nusantara dalam konteks menjalankan 3 manhaj; dakwah, siyasah dan ijtimaiyah. 

Sementara itu, KH M Aniq Muhammadun pengasuh pesantren Manbaul Ulum Pati menjelaskan, Islam Nusantara sebenarnya istilah yang tidak perlu dipermasalahkan. 

“Sebab dalam dunia pesantren ada yang namanya majaz bilhadzfi. Jadi Islam Nusantara adalah kepanjangan dari Islam yang diaplikasikan dalam kehidupan beragama di bumi Nusantara,” ujar Kiai Aniq. (Syaiful Mustaqim/Fathoni)