Jakarta, NU Online
Tema perdamaian bukanlah sesuatu yang asing bagi umat Islam Indonesia. Sebab, secara etimologis, Islam mengandung makna perdamaian.
Hal tersebut dikatakan Intelektual muda Nahdlatul Ulama (NU) Gus Ulil Abshar Abdalla, dalam acara Nusantara Milenial Summit yang diadakan oleh Pimpinan Pusat (PP) Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU), di The Media Hotel, Jakarta, Sabtu (22/6).
"Setiap orang Islam, jika bertemu dengan orang lain, pasti menggunakan salam atau mengucapkan salam. Perdamaian sebagai kata, sudah menjadi bagian dari nafas kehidupan umat Islam sehari-hari," katanya.
Jadi, lanjut Gus Ulil, kalau bicara soal perdamaian, mestinya tidak menjadi suatu yang aneh karena pada dasarnya Islam adalah agama perdamaian.Ā
"Maka pertanyaannya, apakah betul umat Islam bisa menciptakan perdamaian? Terutama di Indonesia? Apakah umat Islam di Indonesia sudah bisa mewujudkan perdamaian di Bumi Nusantara?" kata Gus Ulil bertanya, sebagai pemantik gagasannya.
Menurutnya, corak Islam yang dikembangkan di Indonesia merupakan corak yang sangat menghargai perdamaian. Islam di Indonesia mampu bersintesis dengan kultur yang ada."Islam di sini adalah Islam yang sangat damai. Bukan hanya itu, tetapi juga mampu menempatkan peran kepada perempuan," kata menantu dari Mustasyar PBNU, KH Ahmad Mustofa Bisri atau Gus Mus.
Ia menambahkan, bahwa Islam di Indonesia bukan Islam yang menempatkan perempuan di posisi sekunder. "Sejak awal, Islam Indonesia memberikan peran besar bagi perempuan dalam partisipasi publik. Islam di sini diterjemahkan dalam corak agama yang menghargai keragaman," tegas jebolan pesantren Mansajul 'Ulum, Cebolek, Kajen, Pati ini.
Selain Gus Ulil, hadir pula Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian Alissa Wahid, Sekretaris Jenderal Kemenkominfo RI Rosarita Niken, dan Musisi ternama Addie MS.Ā
Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), H Helmy Faishal Zaini saat membuka acara Nusantara Millenial Summit menyampaikan bahwa pertemuan hari ini penting guna merusmuskan dan meletakkan posisi pelajar NU di era yang penuh tantangan ini sehingga bisa berbuat lebih bagi kemanusiaan dan kebangsaan.
Ia mengungkapkan bahwa setidaknya ada tiga tantangan besar yang dihadapi di era saat ini. Pertama, masuknya paham transnasional, radikalisme, dan terorisme. Hal tersebut bahkan sudah masuk ke kalangan tentara.
"Ada informasi mengagetkan bahwa tiga persen TNI terpapar radikalisme. Bayangkan aparat penegak hukum dan keamanan yang terpapar radikalisme," ujarnya. (Aru Elgete/Muiz)