Nasional

Ulama NU Pakar dalam Kitab Kuning dan Memahami Qur'an

NU Online  ·  Jumat, 6 Juli 2012 | 13:07 WIB

Pontianak, NU Online
Puncaknya keilmuan ulama NU, setidaknya ada dalam dua keahlian. Pertama adalah keahlian membaca kitab kuning. Kedua, keahlian dalam memahami Al-Quran. 
<>
Hal  itu dipaparkan Rais Majelis Ilmy Jam’iyyatul Qurra` Wal Huffazh Nahdlatul Ulama (JQHNU) Prof Dr KH Ahsin Sakho Muhammad pada taushiyah pembukaan Musyawarah Nasional IV JQHNU di Pontianak, Kalimantan Barat, Jumat (6/7).

“Kalau kita lihat sejarah, bagaimana hubungan ulama-ulama Indonesia dengan ulama di tanah Hijaz, maka bisa kita ketahui bahwa ulama-ulama Nahdlatul Ulama adalah pelanjut ilmu yang diwariskan oleh ulama Hijaz,” jelas Rektor Institut Ilmu al-Quran (IIQ) Jakarta ini.

Ahsin menambahkan, kita lihat Hadratus Syaikh KH Hasyim Asy’ari merupakan pelanjut seorang ulama Syekh Umar Hamdan, Alwi Al-Maliki Abbas, dan orang-orang sejawatnya itu.  

“Ulama-ulama NU telah melakukan perjuangan yang mencengangkan, membanggakan! Banyaknya kitab-kitab hadits, kitab-kitab fiqih itu disalurkan oleh mereka,” tegasnya.

Tapi, ada satu lagi kelompok di lingkungan ulama NU, yaitu ulama-ulama hufadz dan qurra Al-Quranul Karim. 

“Mereka berjuang berpuluh-puluh tahun menimba ilmu di negeri Makkkah, Madinah, Mesir. Kemudian pulang ke Indonesia. Mereka menyabarkan Al-Quranul Karim kepada masyarakatnya,” tambahnya.

Maka, sambung Ahsin, kita tahu, di Indonesia ini banyak markas-markas atau pusat-pusat ke-Quranan. Mulai dari madura, Sumatera Utara, Bone, Bugis, Sulawesi Selatan, Banten. Kemudian juga di Yogyakarta, di Surabaya, dan lain sebagainya.

“Mereka itulah pahlawan-pahlawan yang menyebarkan Al-Quran,” pungkasnya.   



Redaktur: Mukafi Niam
Penulis   : Abdullah Alawi