Nasional

Tiga Penyakit yang Lazim Menyerang Anak

Sel, 5 Oktober 2021 | 06:45 WIB

Tiga Penyakit yang Lazim Menyerang Anak

Ilustrasi anak-anak.

Jakarta, NU Online

Dokter Spesialis Anak, dr Ined Wan Nedra Komaruddin menyebutkan 3 penyakit yang yang lazim menyerang anak, seperti diare, konstipasi (sembelit), dan muntah-muntah. 


Dikatakan, ketiga jenis penyakit tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, mulai dari gangguan imunologis bawaan, perubahan cuaca yang ekstrem, hingga kondisi anak yang sedang susah makan. 


"Kombinasi dari faktor-faktor tersebut dapat membuat daya tahan tubuh anak menjadi lemah dan kesulitan menghadang virus dan bakteri dari luar. Penangan yang cepat dan tepat sangat penting dilakukan ketika anak jatuh sakit,” katanya kepada NU Online, Selasa (4/10/2021).


Diare

Diare menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia. Di Indonesia, kematian dan kesakitan tertinggi akibat diare terjadi pada anak-anak terutama yang berusia lima tahun. 


Ined menyebutkan, gangguan ini bisa diketahui dengan tinja anak yang cenderung lembek, cair, atau berupa air saja.


“Berdasarkan penelitian di enam rumah sakit di Indonesia, melaporkan 55 persen dari kasus diare pada balita disebabkan rotavirus (virus yang menyebabkan diare pada bayi dan anak-anak). Virus ini menular pada mereka, dan tidak bisa diatasi dengan obat meski sudah mendapatkan vaksin rotavirus,” kata Direktur Utama Klinik Asshomadiyah Medicare Centre itu.


Dijelaskan, infeksinya bisa menular lewat benda atau makanan yang terkontaminasi virus tersebut, kebiasaan tidak mencuci tangan dengan sabun, dan menyentuh mulut. Tanda lainnya, juga terlihat dari sering buang air besar dengan frekuensi tiga kali sehari, atau lebih sering dari biasanya. Biasanya frekuensi ini bisa terjadi kurang dari dua minggu.


Jika melihat tanda-tanda tersebut, orang tua disarankan mendiagnosis dini atas apa yang dialami anak, seperti memastikan ada darah atau tidak pada kotoran mereka, asupan makan, kebiasaan menyentuh mulut, dan jika sudah diberi obat bagaimana perubahan kondisinya.


"Jika ditemukan pada anak usia nol sampai dua bulan dengan ASI eksklusif, disertai frekuensi buang air besar bisa mencapai delapan sampai 10 kali dengan tinja yang lunak, cair, atau tampilan seperti berbiji-biji, dan berbau asam, ini bukan kondisi diare,” jelas anggota Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) itu.


"Karena diare mengeluarkan banyak cairan dan zat besi (zinc), hal yang perlu dilakukan orang tua adalah memberinya banyak minum, dan suplemen. Beri juga dukungan nutrisi lebih banyak dari biasanya dengan perlahan-lahan, mengingat anak-anak akan malas makan saat diare,” sambungnya.


Kemudian, antibiotik sangat diperlukan diare anak ditemukan akibat infeksi bakteri. Jika kondisinya tak kunjung membaik dengan kondisi berupa demam, tinja berdarah, muntah berulang, perasaan haus yang luar biasa, diare makin sering, dan belum membaik dalam tiga hari, Ined menyarankan untuk segera ke rumah sakit.


Konstipasi (sembelit)

Tanda konstipasi kronis bisa diketahui jika anak memiliki gangguan gastrointestinal, yakni berupa tinja keras berbentuk seperti kerikil maupun besar, buang air besar kurang dari tiga kali per minggu, dan tidak mampu mengeluarkan tinja yang berlangsung lebih dari enam minggu.


Namun, 90 hingga 95 persen penyebabnya belum diketahui, sementara 5 hingga 10 persen disebabkan kelainan organik. Kelainan organik ini bisa diakibatkan kondisi bawaan, atau kelainan pada sistem pencernaan anak. Menurut Ined, pada skala yang lebih ringan, konstipasi bisa disebabkan karena perubahan diet seperti kurangnya konsumsi serat.


"Kalau tidak ditangani dengan serius akan membuat kondisi klinisnya menjadi kronis sehingga bisa memunculkan rasa frustrasi pada anak, orang tua, dan juga dokter yang merawatnya,” ujar Dosen Fakultas Kedokteran Universitas YARSI itu.


Disampaikan, kondisi yang berhubungan dengan konstipasi juga berupa rasa nyeri dan perut kembung. "Konstipasi juga menurunkan nafsu makan dan berat badan sulit naik, karena sisa tinja itu masih banyak di perut. Sehingga memberikan rasa kembung dan membuat anak jadi tidak selera untuk makan.” beber dia.


Muntah

"Muntah bisa menjadi tanda serius dan berbahaya pada masalah pencernaan anak. Gejala ini bisa merujuk pada pendarahan lambung, dehidrasi, hingga mengakibatkan terganggunya asupan makanan,” kata dr Ined.


Penyebabnya, terang dia, bisa disebabkan oleh masalah di dalam atau di luar saluran pencernaan, atau penyumbatan pada organ usus yang membuat makanan sulit tercerna. Masalah ini bisa diidentifikasi dari usia, jenis kelamin, penyakit penyerta lain, keseringan muntah, kondisi psikososial di rumah, dan status gizi pada anak.


"Jika muntah pada anak makin parah, orang tua harus segera mengistirahatkan dan menghindari makanan padat selama enam jam, juga menghentikan pemberian obat yang dapat mengiritasi lambung atau yang memperparah muntah,” terangnya.


Adapun makanan yang harus disantap setelah enam jam dari muntah, saran dia, adalah yang lunak, seperti bubur. Makanan biasa bisa diberikan setelah 24 jam setelahnya, dengan porsi yang disesuaikan. 


"Misal, jika biasanya satu mangkuk, maka sajikanlah sepertiga atau setengah porsi biasanya,” katanya menyarankan.


Selain itu, tambahnya, orang tua juga harus memberikan minuman manis dan berserat seperti jus buah, dan menghindari anak-anak beraktivitas setelah makan.


Kontributor: Syifa Arrahmah

Editor: Fathoni Ahmad