Nasional

Fatayat NU DIY Minta KPI Perhatikan Program Keamanan dan Perlindungan Anak 

Sab, 11 September 2021 | 05:30 WIB

Fatayat NU DIY Minta KPI Perhatikan Program Keamanan dan Perlindungan Anak 

ilustrasi anak-anak

Jakarta, NU Online

Ramai pemberitaan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) membolehkan pelaku kejahatan seksual (PKS) tampil di televisi usai bebas dari penjara, dengan alasan edukasi atas bahaya predator seks.


Prihatin atas itu, Ketua Pimpinan Wilayah Fatayat NU DIY Bidang Hukum, Politik, dan Advokasi, Rindang Farihah menegaskan, ketika memutuskan untuk mengundang PKS ke televisi sebagai edukator harus mempertimbangkan banyak hal termasuk psikis korban dan keluarganya, serta juga harus memperhatikan program keamanan dan perlindungan anak. 


Dalam kasus ini, semua pihak harus mempertimbangkan hal-hal tersebut saat mengundang PKS. “Media itu, harusnya memberikan pendidikan ke masyarakat tentang bahaya kekerasan seksual dan cara melindungi diri agar tidak jadi korban,” tegasnya kepada NU Online, Jumat (10/9/2021).


Pengawasan terhadap program siaran televisi, kata dia, harus dilakukan secara seksama, agar timbul sebuah tayangan berkualitas untuk masyarakat.  "Televisi sebagai media yang punya jangkauan amat luas di masyarakat, harus menjadi media yang ikut serta secara optimal dalam mencerdaskan kehidupan bangsa," kata Ketua Pusat Studi Gender Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Yogyakarta itu. 


Karenanya, ia mengherankan sikap permisif KPI, yang secara logika tidak berdasar karena di Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) secara jelas menyatakan standar isi siaran harus memperhatikan norma kesopanan, kesusilaan dan kepentingan publik.


"P3SPS secara jelas memaparkan Program siaran dilarang memuat pembenaran bagi terjadinya pemerkosaan dan/atau menggambarkan pemerkosaan sebagai bukan kejahatan serius,” jelasnya.


Dosen Ilmu Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA) Jakarta, Muhtar Said sepakat, ia menilai, ada masalah pada logika dan moralitas para komisioner KPI, karena mengizinkan mantan narapidana pelaku pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur itu tampil di layar kaca dengan alasan edukasi. 


"Pernyataan KPI yang memperbolehkan pelaku tampil di televisi apabila untuk pesan pendidikan adalah hal yang keliru, karena yang mengatakan adalah pejabat publik (pimpinan KPI)," kata Muhtar.


Menghadirkan dan mengglorifikasi pelaku pemerkosaan di bawah umur, lanjut dia, jelas merupakan bagian dari upaya membenarkan tindakan si pelaku kejahatan serius.


"Karena dia (SJ) adalah Pelaku, bukan korban (penyintas). Jika yang memberikan edukasi adalah penyintas maka ini adalah langkah baik," imbuhnya. 


Sebagaimana pemberitaan sebelumnya, Ketua KPI Agung Suprio dalam sebuah talkshow mengatakan bahwa kasus Saipul Jamil tidak bisa disamakan dengan kasus artis yang terjerat narkoba. 


Merujuk pada banyak referensi, menurut Agung di negara lain mantan narapidana kejahatan seksual seperti Saipul Jamil bahkan dibatasi gerak-geriknya.


Hal ini demi meminimasilasi potensi adanya kejadian serupa yang dilakukan oleh mantan narapidana seksual.


"Kita juga melihat dari berbagai refrensi dari luar negeri, memang dibatasi, bahkan di suatu negara itu dikasih alat supaya dia tidak melakukan hal seperti itu," kata Agung seperti dikutip dari kanal YouTube Deddy Corbuzier, Kamis (9/9/2021).


Kontributor: Syifa Arrahmah 
Editor: Syakir NF