Nasional

Tantangan Pesantren ke Depan, Munculkan Banyak Ulama Kompatibel

Rab, 20 Oktober 2021 | 08:15 WIB

Tantangan Pesantren ke Depan, Munculkan Banyak Ulama Kompatibel

Tantangan Pesantren ke Depan, Munculkan Banyak Ulama Kompatibel. (Foto: Biro HDI Kemenag)

Jakarta, NU Online
Seiring perkembangan budaya teknologi yang semakin cepat, pesantren tidak cukup hanya memainkan peran-peran tradisional sebagaimana yang dilakukan kebanyakan pesantren sekarang ini. Pesantren sebenarnya memiliki peran lebih dalam dunia pendidikan, syiar, dan sosial kemasyarakatan yang bisa dikembangkan.
 
Hal tersebut disampaikan Menteri Agama Republik Indonesia, Yaqut Cholil Qoumas dalam webinar internasional bertajuk Santri Membangun Negeri ‘Sudut Pandang Politik, Ekonomi, Budaya, dan Revolusi Teknologi’ yang digelar RMI PBNU dalam rangka Hari Santri 2021, Rabu (20/10/2021).
 
Gus Yaqut mengungkapkan, pesantren seharusnya tidak hanya mentransmisikan ilmu-ilmu keislaman, memelihara tradisi keislaman atau meproduksi ulama saja. “Yang terkhir ini seringkali gagal. Kalau mau jujur, anak-anak kita mondok bertahun-tahun di pesantren yang keluar jadi ulama tidak banyak. Lebih banyak jadi Modin, Lurah, PNS,” ungkapnya.
 
Dikatakan, tantangan pesantren saat ini harus mampu mewujudkan ulama yang kompatibel dengan perkembangan zaman dan mencetak ulama yang memiliki peran dalam pusat-pusat pembangunan berbasis masyarakat, seperti; mampu mencetak ulama yang community bus development dan value oriented development atau memiliki perspektif membangun berdasarkan nilai-nilai yang diperoleh dari pesantren.
 
Hal ini menurutnya penting, sebab pesantren selalu hidup di tengah masyarakat. “Jadi bagaimana pesantren mampu mencetak ulama yang memiliki perspektif dalam membangun masyarakatnya? ini tantangan yang harus kita jawab,” tandasnya. 
 
Selain itu, Gus Yaqut menjelaskan bahwa dalam perspektif kultural, sistem pendidikan pesantren sebenarnya menempati posisi strategis dalam pembangunan budaya bangsa. Di sisi lain, dengan pendidikan modern potensi seseorang bisa dikembangkan secara optimal.
 
“Misalnya; melalui pengajaran sains, teknologi, berbagai ketrampilan hidup dan nilai modernitas seperti belajar disiplin, berpikir nasional, adaptif terhadap teknologi dan seterusnya juga penting. Ini yang seringkali kurang digali dan saya kira PR kita semua,” kata putra KH Muhammad Cholil Bisri, Rembang ini.
 
Karenannya, ia menilai dunia pesantren di samping dituntut untuk terus responsif terhadap perubahan, tetapi tidak menghilangkan nilai-nlai karakter serta tradisi pendidikan yang selama ini ada di dalamnya. “Jadi harus adaptif dengan teknologi 4.0, itu kata kuncinya,” tuturnya.
 
Gus Yaqut mengakui kelebihan pesantren yang mampu bertahan meski terus mengalami gempuran budaya dari luar. “Proses nilai-nilai budaya dan tradisi masyarakat yang bersumber dari ajaran agama itu bisa berlangsung terus menerus sehingga menjadi fondasi kuat dalam membangun karakter jati diri bangsa,” pungkasnya.
 
Kontributor: Suci Amaliyah
Editor: Syamsul Arifin