Jakarta, NU Online
Diretur Ekseutif Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Saiful Umam menyatakan, ide soal tes baca Al-Qur’an untuk calon presiden merupakan gimik politik yang tidak perlu ditanggapi secara serius dan berlebihan. Menurutnya, masyarakat Indonesia tengah memilih presiden, bukan memilih imam atau pimpinan ormas Islam.
“Kita tidak sedang memilih imam atau pimpinan organisasi Islam tapi memilih presiden Republik Indonesia yang notabene bukan negara agama. Negara kita didasarkan pada Pancasila dan tidak mengenal agama negara, meski kita mengakui sejumlah agama mendapat fasilitas dari pemerintah,” terang Umam kepada NU Online, Kamis (3/1).
Doktor lulusan Universitas Hawaii ini menyadari bahwa mayoritas penduduk Indonesia adalah pemeluk agama Islam, akan tetapi tidak ada aturan yang menyebutkan kalau calon presiden harus seorang Muslim.
“Apalagi harus bisa baca Al-Qur'an dengan baik. Jadi ide tes baca Al-Qur'an ini hanya gimik politik yang tidak perlu dibahas serius.” Tegas alumni Perguruan Islam Mathali’ul Falah Kajen ini.
Dosen UIN Syarif Hidayatullah ini lantas berpendapat, visi misi, komitmen untuk meningkatkan kemajuan dan kesejahteraan, dan rekam jejak calon presiden seharusnya yang menjadi pertimbangan utama masyarakat ketika memilih pemimpin.
“Yang kita butuhkan untuk jadi presiden adalah figur pemimpin yang mau bekerja keras, punya visi masa depan yang jelas, berkomitmen untuk meningkatkan kemajuan dan kesejahteraan bangsa dan punya track record yang baik,” jelasnya.
“Kalau sekedar keinginan melakukan ini dan itu, menawarkan mimpi-mimpi indah, semua orang tentu bisa. Tapi apakah track record seorang calon menunjukkan hal itu? Saya kira itu yang lebih penting untuk dipertimbangkan ketika kita memilih calon presiden, daripada memperhatikan apakah seorang capres itu bisa baca Al-Qur'an dengan baik atau tidak,” tambahnya.
Sebelumnya, Dewan Ikatan Dai Aceh mengundang para calon presiden dan calon wakil presiden RI untuk mengikuti tes membaca Al-Qur’an yang akan dilaksanakan pada 15 Januari 2019 di Masjid Baiturrahman Banda Aceh. Menurut Ketua Dewan Pimpinan Ikatan Dai Aceh Tgk Marsyuddin Ishak, langkah tersebut dimaksudkan untuk mengakhiri polemik soal keislaman calon presiden dan wakil presiden. (Muchlishon)