Nasional

Suluk Maleman: Kasih Sayang Lahir dari Pengenalan Diri

Sen, 23 Januari 2023 | 07:15 WIB

Suluk Maleman: Kasih Sayang Lahir dari Pengenalan Diri

Dari kiri ke kanan: Anis Sholeh Ba’asyin, Muhajir Arrosyid dan Aniq Muhammadun dalam Ngaji NgAllah Suluk Maleman ‘Nyadong Welas Asih’, Sabtu (21/1/2023). (Foto: istimewa)

Pati, NU Online

Forum Ngaji NgAllah Suluk Maleman sudah memasuki tahun kesebelas. Untuk memperingati ulang tahunnya tersebut, Nyadong Welas Asih diangkat sebagai tema pada Ngaji Suluk Maleman, Sabtu (21/1/2023). Tema ini mengandung Sebuah pengharapan agar terus dilimpahi kasih sayang Allah.


"Menurut Allahyarham Mbah Lim Klaten, kata sewelas (sebelas) bagi orang Jawa juga sekaligus dimaknai sebagai welas asih, kasih sayang.  Dalam kaitan ini, di usia yang ke-11 ini kami terus diberi limpahan kasih sayang dari Allah, bukan hanya untuk kami tapi juga seluruh bangsa ini," terang Anis Sholeh Ba’asyin.


Sebagai penanda, pada malam itu juga digelar pemotongan tumpeng. Uniknya, potongan tumpeng itu diberikan kepada masyarakat yang datang menyaksikan secara langsung. Potongan pertama diberikan ke pengunjung tertua sebagai bentuk penghormatan.


Dalam momen peringatan ke-11 itu, Anis Sholeh Ba’asyin pun mengajak untuk mengevaluasi diri. Terlebih dalam pengenalan diri sendiri. Dia menyebut, dalam diri manusia ada unsur materi atau benda, hayat atau hidup, nafs atau gerak, kemudian akal, qulb atau hati serta ruh.


"Dari satu sisi kita melihat ada setidaknya enam lapisan dalam diri manusia, yakni lapisan materi, lapisan hayat, lapisan nafs, lapisan akal, lapisan qulb atau hati dan lapisan ruh. Unsur materi yang dimiliki manusia sama dengan benda-benda di semesta, unsur hayat atau hidup adalah seperti yang dimiliki semua tumbuhan, sementara unsur nafs adalah sama seperti yang dimiliki oleh hewan. Lapisan akallah yang mulai membedakan manusia dengan mahluk lain; dalam diri manusia akal sudah berfungsi sempurna," terangnya.


Unsur materi dan hayat adalah sesuatu yang dzahir sifatnya, sementara mulai unsur nafs hingga ruh berkategori yang batin.


"Sebagai contoh, di dunia binatang misalnya, setiap pejantan biasanya akan menandai wilayahnya. Kalau ada pejantan baru mereka akan gelut (bertarung). Ironisnya sebagian manusia rupanya juga ada yang begitu. Kalau ada orang baru, dan dianggap pesaing akan diserang, difitnah, dihabisi. Kalau kamu seperti itu mungkin kamu juga masih dalam fase kebinatangan," tambahnya.


Walaupun kejahatan manusia terkadang lebih keji dari binatang. Bila binatang akan langsung bertarung, manusia seringkali memilih dengan cara fitnah dan menjatuhkan secara tidak langsung.


"Kalau masih bertindak seperti itu artinya kamu belum beragama, meski pun kamu mengenakan asesori keagamaan; karena fungsi agama adalah menuntun manusia untuk mengatasi daya tarik kebendaan, kehidupan dan kebinatangan dan mengantarnya ke kedudukan yang lebih tinggi. Artinya, setiap saat kita harus selalu mewaspadai diri sendiri, mewaspadai setiap kecenderungan diri, apakah masih didikte oleh kecenderungan kebendaan, kehidupan atau kebinatangan, atau atas bimbingan akal, hati dan ruh kita?" ujar Anis.

 

Anis juga mengingatkan bahwa apa yang disebut kaum jahiliyah pada dasarnya bukanlah kelompok orang yang bodoh. Sebaliknya mereka merupakan orang yang sangat cerdas. Hanya saja terbatas pada persoalan duniawi dan berorientasi jangka pendek.


"Kita baru bisa menampung dan menyebarkan kasih sayang bila mampu mengatasi daya tarik unsur-unsur rendah dalam diri sendiri, mengembangkan unsur-unsur mulia dan membuka diri terhadap bimbingan dari pencipta kita," tegas Anis.


Sementara itu Gus Aniq, salah seorang narasumber lainnya, menambahkan bahwa pada dasarnya ada setidaknya istilah yang dipakai Al-Qur’an untuk menyebut manusia. Mulai dari anam, basyar, wara, bariyah, dan puncaknya yakni insan. Setiap istilah menunjukkan sisi spesifik manusia. Sebagai misal, anam adalah manusia dilihat dari sisi biologis.


"Oleh karenanya secara syariat Islam, Nabi mengatur tatanan anam. Mulai cara makan, tidur. Nabi juga disebut khairul anam," tambahnya


Sedangkan basyar melihat manusia dalam berinteraksi kepada sesama, atau secara sosial. Sementara al wara dilihat dari segi psikologisnya. Sementara al bariyah terkait intelektualitas. 


"Sedangkan puncaknya adalah al insan atau sisi spiritualitas. Prioritas manusia tumbuh adalah bagaimana spiritualitasnya tumbuh," tambahnya.


Selain Aniq, hadir juga Muhajir Arrasyid sebagai narasumber malam itu. 


Menariknya tema yang dibahas membuat ratusan orang yang mengikuti baik secara langsung ataupun daring mampu terlarut. Iringan musik dari Sampak GusUran ikut memeriahkan acara yang digelar di Rumah Adab Indonesia Mulia tersebut.