Nasional

Setahun Tragedi Kanjuruhan, LPBHNU Malang Ungkap 4 Kejanggalan Proses Hukum

Sab, 30 September 2023 | 14:00 WIB

Setahun Tragedi Kanjuruhan, LPBHNU Malang Ungkap 4 Kejanggalan Proses Hukum

Ketua Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama (LPBHNU) Kota Malang, Fachrizal Afandi. (Foto: Facebook Fachrizal Afandi)

Jakarta, NU Online

Menjelang satu tahun kasus tragedi Kanjuruhan pada 1 Oktober, Ketua Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama (LPBHNU) Kota Malang, Fachrizal Afandi mengungkap sejumlah kejanggalan dalam persidangan kasus tragedi Kanjuruhan, Malang.


"Setahun ini sudah ada persidangan tapi sebagaimana temuan kami di LPBHNU, persidangan itu sifatnya formalitas saja. Tidak menyentuh akar masalah. Pihak berwajib tidak berusaha membuka atau menyelidiki kejadian sebenarnya," kata Fachrizal kepada NU Online, Sabtu (30/9/2023).


Hingga detik ini, lanjut Fachrizal, negara enggan membuka atau mencari kebenaran materiil dari Tragedi Kanjuruhan. Tak heran hasil persidangan di Pengadilan Surabaya pada 16 Januari 2023 memutuskan hukuman ringan untuk para pelaku.


"Makanya putusannya ada yang vonis bebas, ada yang enggak sampai 1 tahun. Meskipun sudah dibatalkan Mahkamah Agung, tapi masih banyak pertanyaan yang menghinggapi kami," ucap Fachrizal.


Fachrizal menyebut beberapa kejanggalan yang muncul sebelum dan saat proses peradilan untuk tragedi Kanjuruhan.


1. Laporan Model B yang diajukan korban tak digubris

Secara hukum pidana, kata Fachrizal, tidak ada laporan model A atau B. Laporan itu sama sumbernya agar polisi melakukan penyelidikan. Dua-duanya wajib ditindaklanjuti.


"Yang hasil vonis kemarin laporan model A, pelapornya polisi. Polisi melaporkan kejadian Kanjuruhan dengan terdakwa polisi makanya kemudian sanksinya dari 80 orang yang dihadirkan, 60 orang dari pihak Polisi. Jarang disidang itu korban dihadirkan sebagai saksi. Jadi bias akhirnya," ucap Fachrizal.


Fachrizal mengungkap, dari awal keluarga korban berusaha melaporkan laporan model B namun ditolak alasannya karena nebis in idem.


"Mulai dari Polda ke Polda ditolak. Alasannya mengada-ada waktu itu belum putusan sudah dianggap nebis in idem. Secara hukum idem adalah perkara yang sudah diputus padahal saat itu belum diputuskan. Laporan ke Polres yang lain sama dianggap tidak memenuhi unsur. Ini juga offside," jelasnya.


Secara hukum, lanjut Fachrizal, polisi tidak boleh menolak alasan tersebut. Pembuatan unsur-unsur itu di persidangan bukan di penyidik. "Sampai hari ini keadilan jauh belum ditegakkan," ungkapnya.


2. Terkait pasal perlindungan anak

Laporan LPSK hampir 40 persen korban tragedi Kanjuruhan adalah anak-anak. "Saya kira ini harus diperiksa kok bisa menurunkan personil lengkap menembakkan gas air mata apalagi diketahui gas air mata yang digunakan sudah kadaluarsa di bawah pertandingan yang penontonnya anak-anak," terangnya.


Fachrizal menegaskan hingga saat ini penyelidikan polisi belum mengarah ke sana. LPBHNU mendesak polisi segera memeriksa Brimob, Kapolda, untuk dimintai pertanggungjawaban atas pelanggaran disiplin etik ketika mengerahkan pasukan gas air mata. 


"Ini sudah hampir satu tahun kesannya malah menutup-nutupi dengan korban dikasih santunan. Itu ada ratusan korban. Apakah santunan itu menyelesaikan masalah? Ada yang puteranya meninggal, ada yang kemudian bapak ibunya meninggal jadi yatim mendadak. Itu gimana masa depannya?" ucap Fachrizal.


3. Pelaku penembak gas air mata belum terungkap

Fachrizal mengatakan, pelaku penembakan gas air mata hingga kini belum diperiksa sama sekali sebagai tersangka hanya sebagai saksi. Padahal dari hasil investigasi yang dilakukan sudah jelas siapa pelakunya.


"Yang kemarin dihadiri di persidangan bukan mereka tapi atasan mereka. Itu enggak masuk akal menurut hukum pidana. Apalagi pasalnya kelalaian. Enggak mungkin pasal kelalaian cuma ada pemberi perintah. Pasal kelalaian diterapkan pada pelaku. Kalau pelaku enggak dijadikan tersangka, lah gimana? Ini kan enggak jelas kemarin sidangnya makanya kita ingin dibuka lagi," bebernya.


4. Pintu gate 13 yang dikunci belum terungkap siapa pelakunya

Fachrizal menuturkan, hingga kini persoalan pintu gate 13 di Stadion Kanjuruhan yang dikunci belum terungkap siapa pelakunya. Padahal sudah jelas ada gas air mata yang ditembak ke tribun penonton namun dalam rekonstruksi gas air mata karena tertiup angin.


"Makanya yang disalahkan angin gara-gara BPA aduan polisi. Bukan berdasarkan laporan TGIPF atau Komnas HAM," tandas Fachrizal.