Nasional HARDIKNAS

Sepinya Hardiknas Tanda Masyarakat Tak Prioritaskan Pendidikan

Rab, 2 Mei 2018 | 13:45 WIB

Sepinya Hardiknas Tanda Masyarakat Tak Prioritaskan Pendidikan

HZ Arifin Junaidi, Ketua LP Ma'arif PBNU

Jakarta, NU Online 
Tanggal 2 Mei diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Tetapi peringatan Hardiknas terkesan lebih sepi daripada peringatan lainnya, misalnya Hari Buruh (May Day).

Ketua Lembaga Pendidikan Ma’arif PBNU HZ Arifin Junaidi mengatakan, sepinya peringatan Hardiknas menandakan masyarakat tidak menomorsatukan pendidikan.

Padahal, tambahnya, pendidikan di Indonesia jauh dari tujuannya sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).

Pada UUD 1945 Pasal 31 Ayat 3 disebutkan, tujuan pendidikan nasional adalah meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.

Berdasarkan Pasal 31 Ayat 5, tujuan pendidikan adalah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menunjang tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

Adapun Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pada Bab II Pasal 3 dikemukakan bahwa tujuan pendidikan nasional untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 

Menurut Arifin, semakin banyaknya koruptor, meningkatnya pelaku pelanggaran norma sosial dan susila, serta berkembangnya Islam aliran keras, menandakan kurang berhasilnya tujuan tersebut.

“Pendidikan kita tidak menjangkau ke sana,” kata Arifin kepada NU Online, Selasa (2/5).

Secara singkat tujuan pendidikan berdasarkan UU Sisdiknas UU Nomor 20 Tahun 2003, pendidikan mengembangkan tiga aspek yakni fisik, intelektual, dan karakter.

Kurang tercapainya tujuan pendidikan, menurut Arifin, karena karakter luhur bangsa Indonesia sudah banyak ditinggalkan. Padahal aspek fisik dan skill juga masih jauh berada di bawah.

Arifin menyanyangkan keunggulan karakter bangsa Indonesia yang hilang dengan banyaknya kasus korupsi yang terjadi di Indonesia. “Koruptor itu tidak ada yang tidak berpendidikan,” kata Arifin.

Untuk memperkuat karakter tersebut, LP Ma’arif NU tetap mengedepankan keteladanan yang baik dari para pendidik agar bisa dilakukan oleh siswa. Keteladanan yang baik melalui sikap para pendidik dinilai Arifin akan lebih efektif daripada menjejejali siswa dengan teori-teori, perintah, dan larangan. 

Ia menegaskan peringatan Hardiknas bagi Ma’arif NU mestilah diisi dengan beragam kegiatan yang edukatif. Kegiatan tersebut tidak hanya dilakukan para siswa, namun juga seluruh masyarakat. (Kendi Setiawan/Mahbib)