Jakarta, NU Online
Ada kesan tersendiri bagi vokalis grup musik religi ‘Debu’ Mustafa Daood saat berfoto bersama tujuh anggota Barisan Ansor Serbaguna (Banser).
Dengan mengenakan sarung berwarna putih dan kaos santai berwarna hitam, Mustafa menyungging senyum sambil mengepalkan tangan kanan seperti yang juga dilakukan Banser.
Pria kelahiran Oregon, Amerika Serikat, 9 Juli 1981 yang telah menjadi Warga Negara Indonesia (WNI) sejak 2009 itu memahami kondisi pasca-polemik pembakaran bendera Hizbut Tahrir di Garut, Jawa Barat. Ia mengaku lebih memilih bersyukur dengan cara melantunkan shalawat ketimbang berantem soal tauhid.
“Daripada berantemin tauhid, mending syukurin (bersyukur) dalam bentuk bersholawat ria,” ujar Mustafa dikutip NU Online, Senin (29/10) lewat instagramnya.
Sambil menyematkan simbol hati, Mustafa berkata: “Hai Allah, berkahi kekasih-Mu Muhammad dan keluarganya, sahabatnya dan semua yg memeperkenalkan kita Diri-Mu. حق لا اله الا الله، محمد رسول الله، ابرهيم خليل الله صلّى الله عليه و سلّم. يا رافع الورى يا ملخأ الفقراء وانت عين الورى، يا صاحب عين. Hai (Rasulullah) yang mengangkat derajat manusia, tempat berlindung para faqir, engkaulah sarinya manusia, engkau pemilik sarinya.”
Grup musik Debu lahir di Amerika Serikat dengan nama Dust on the Road atau debu di jalanan. Grup musik ini didirikan oleh Syekh Fataah, ayah Mustafa Daood yang sekaligus guru tasawuf para personel Debu.
Mereka memutuskan tinggal di Indonesia dan menjadi WNI karena ingin menemukan kehidupan yang lebih damai di negara damai yang mayoritas beragama Islam. Musik merupakan instrumen mereka dalam mendakwahkan Islam secara damai.
Menurut Mustafa, mereka memilih Indonesia berawal dari mimpi sang ayah, Syekh Fattaah, yakni mengenai sebuah negeri yang hidup damai dan sebagian besar penduduknya muslim yakni Indonesia. Namun mereka tidak tahu di mana letak Indonesia.
Melalui internet, katanya, personel Debu menemukan situs seorang Indonesia dan kemudian menjalin komunikasi. Pada 1999 hingga 2000, personel Debu yang merupakan bagian dari jamaah pimpinan Syekh Fattaah, pindah ke Indonesia.
Mereka pernah tinggal selama sekitar enam bulan di Makassar, Sulawesi Selatan kemudian kembali lagi ke Jakarta. Personel grup musik Debu yakni Mustafa (vokal), Saleem (suling), Daood (drumer/perkusi), Naseer (tamborin), Mujahid, Layla, Husniah, Shakurah, Najmah, Naimah.
"Kami pindah ke Indonesia hanya ingin hidup damai dan bisa bermain musik," kata Mustafa seperti diberitakan NU Online 2009 silam. (Fathoni)