Nasional

Sengkarut Study Tour di Sekolah, Wajib Bayar hingga Tahan Ijazah jika Tak Ikut

Rab, 15 Mei 2024 | 21:00 WIB

Sengkarut Study Tour di Sekolah, Wajib Bayar hingga Tahan Ijazah jika Tak Ikut

Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji. (Foto: NU Online/Suci)

Jakarta, NU Online 

Meninggalnya 9 siswa dan guru SMK Lingga Kencana Depok dalam insiden kecelakaan bus di Subang, Jawa Barat menjadi evaluasi bagi sejumlah pihak terkait tentang pelaksanaan study tour.


Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji menilai kegiatan study tour tak lagi relevan dalam 10 tahun terakhir. Pembelajaran bisa dilakukan secara fleksibel di lingkungan sekolah.


“Menggali sebuah pengetahuan itu bagaimana anak belajar seluk-beluk apa yang ada di lingkungannya. Anak jangan belajar jauh dulu, belajar yang ada di sekelilingnya, soal kebudayaan dan sumber daya manusia yang ada di sekolah sehingga anak tidak tercabut dari budayanya,” kata Ubaid di Jakarta, Rabu (15/5/2024).


Ubaid menyesalkan kegiatan study tour yang kerap digelar di luar kota, padahal banyak pengetahuan di sekitar sekolah yang diabaikan. “Yang dipikirkan hanya patungan untuk pergi ke tempat wisata atau museum yang madharatnya lebih besar,” ucap Ubaid.


“Sekolah belum jadi sekolah yang ramah terhadap anak masih banyak kasus perundungan, kekerasan. Iya kalau goalnya study tour tercapai, tapi ketika ingin mendekatkan sebagai manusia yang berbudaya, punya kultur bisa melalui SDA enggak perlu jauh-jauh,” imbuh Ubaid. 


JPPI, kata Ubaid, sering mendapat laporan dari orang tua murid bahwa peserta didik diwajibkan membayar iuran study tour. Baik peserta didik yang ikut atau tidak ikut. Hal itu tentu memberatkan orang tua peserta didik yang tak mempunyai kemampuan untuk membayar. 


Selain itu, ia menjelaskan bagi orang tua yang tidak bisa membayar harus menyertakan surat keterangan tidak mampu, anaknya jadi korban bully teman sekelasnya hingga ijazah ditahan. Menurutnya hal itu termasuk pelanggaran anak. 


“Biaya study tour yang dilaksanakan di akhir semester atau akhir tahun dengan biaya yang mahal sangat memberatkan orang tua belum lagi ada konsekuensi bagi siswa yang tidak ikut. Daripada kita menimbang manfaatnya yang sedikit, madharatnya jelas banyak kejadian merenggut nyawa sebaiknya dilarang saja,” tegasnya.


Bagi Ubaid, study tour hanya menguntungkan pihak tertentu. Perusahaan travel yang culas tidak memperpanjang izin kelayakan bus. Mereka hanya mengambil untung sementara jaminan kesehatan keamanan tidak dijaga.


Pihak sekolah juga diuntungkan, mulai dari guru yang dapat jalan-jalan gratis atau mendapat income dari pungutan itu, meskipun atas kesepakatan orang tua. Namun, Ubaid menyayangkan pihak sekolah yang tidak mendengarkan orang tua yang protes.


“Lebih baik uang digunakan untuk keperluan siswa yang akan melanjutkan sekolah di jenjang berikutnya,” tandas Ubaid.