Tangerang Selatan, NU Online
Pembahasan tarekat bagi Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari harus selalu dikaitkan dengan Qur’an dan Hadits. Maka penting bagi seseorang yang ingin bertarekat untuk meningkatkan daya kritisnya, agar tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan tersebut.
Beliau sampai berkata tidak hanya mereka yang menjadi mursyid yang harus diuji dengan Qur’an dan Hadits, bahkan imam madzhab pun harus diuji dengan Qur’an dan Hadits, yangg dimaksud diuji di sini adalah apa yang dijadikan pijakan bagi seorang mursyid maupun imam madzhab itu sesuai dengan keduanya atau tidak. Sebab selamatnya seorang guru adalah ketika muridnya kritis.
“Jika pendapatnya tidak cocok maka harus ditolak, dan tidak boleh seseorang itu taklid buta,” jelas Ahmad Shodiq dalam kajian Islam Nusantara Center (INC) Ciputat, Tangerang Selatan, Sabtu (21/4).
Lebih lanjut dalam pembahasan yang bertema Tarekat dalam Pandangan Kiai Hasyim Asy’ari itu ia menjelaskan bahwa bertarekat haruslah memiliki daya kritis yang tinggi, agar tidak terjerumus pada guru-guru (mursyid) yang tidak sesuai, namun dalam pembahasan adab justru yang terjadi adalah sebaliknya.
“Jika bertemu dengan ulama maka seseorang harus takzim, sam’an wa tha’atan kal mayyit,” katanya.
Ia memaparkan, seseorang yang tidak memiliki adab, maka tidak akan pernah sampai kepada Allah. Mengutip dari perkataan Kiai Wahab Asysya’roni, Al ‘abdu yasilu al jannata bi kasratil ‘ibadah, wa la yasilu ilallah illa bil adab (seorang hamba bisa sampai ke surga sebab beribadah, namun tidak akan mampu sampai kepada Allah kecuali dengan adab).
Inilah yang membuat dilema, ketika adab ditinggalkan justru daya kritisnya yang menurun. Dan ketika daya kritis ditingkatkan justru adabnya yang hilang.
“Saya salut oleh apa yang dipraktikkan para kiai di pesantren. Kiai-kiai itu membentuk keadaban yang tinggi namun juga sekaligus tidak meninggalkan daya kritis. Meskipun kekritisan itu tidak muncul pada awalnya, dan hanya memunculkan ketawadhu'an, tapi tidak masalah. Setelah semua ilmu terkuasai maka daya kritis itu akan muncul dengan sendirinya,” paparnya.
Kedua tradisi itu, baik dalam bentuk ketawadhu'an dan kekritisan sangat penting untuk dimunculkan. (Nuri Farikhatin/Muiz)