Jakarta, NU Online
Masyarakat Islam Indonesia dihebohkan dengan ceramah seorang ustadz yang lagi ngetren. Pasalnya, dalam ceramahnya sang ustadz itu mengatakan kalau Nabi Muhammad berada dalam kesesatan sebelum diangkat menjadi seorang nabi. Ia mengutip Surat ad-Dhuha ayat tujuh dan mengartikannya secara harfiah.
“Setiap kita bodoh, ada di Alquran Surat Ad-Dhuha, wa wajadakan dhooollan fa hada. Setiap orang itu sesat awalnya, Muhammad termasuk. Maka kalau ada yang Mauludan ini memperingati apa ini, memperingati kesesatan Muhammad,” kata ustadz tersebut dalam cuplikan video ceramahnya yang viral di media sosial.
Menanggapi hal itu, Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat KH Cholil Nafis mengatakan, kejadian itu harus menjadi pelajaran bagi seluruh umat Islam agar memilih penceramah atau guru yang kualitas keilmuan dan gurunya jelas.
“Ini pelajaran buat kita untuk memilah dan memilih guru yang jelas kualitas ilmunya dan gurunya ustadz yang mau diundang untuk ceramah,” kata Kiai Cholil kepada NU Online di Jakarta, Kamis (9/8).
Kiai Cholil menambahkah, kerap kali masyarakat Muslim Indonesia mengundang penceramah berdasarkan pengikutnya di media sosial.
“Seringkali kita melihat ustadz yg mau diundang hanya dari seberapa banyak followernya dari pada kualitas ilmunya,” tambahnya.
Menurut Pengasuh Pesantren Cendekia Amanah Depok ini, seorang penceramah atau dai harus memiliki keterampilan atau memenuhi standar untuk menyampaikan dan menjelaskan agama kepada umat sehingga tidak ada isi ceramah yang membuat resah masyarakat.
Agar kejadian-kejadian seperti tidak terulang kembali, Kiai Cholil menyebutkan ada beberapa langkah yang akan dilakukan. Pertama, standarisasi dai. Para mubaligh akan distandarisasi dan diberikan sertifikat sesuai dengan kapasitasnya masing-masing.
“Kedua, pendidikan kepada para dai, pada mubaligh untuk tidak menyampaikan apa yang tidak diketahui. Jangan dikira asal audiennya tidak protes, dianggap sudah benar,” jelas Alumni Universitas Malaya ini.
Ketiga, memberkan bimbingan kepada masyarakat. Kiai Cholil menghimbau agar masyarakat diberikan edukasi terkait dengan siapa-siapa dai yang layak untuk diundang.
“Kalau mau ngundang dai atau mubaligh, coba tanya dulu pendidikannya, tanya gurunya, madzhabnya, baru diundang. Sekarang kan tidak, mana yang lebih banyak followernya. Jadi barometer yang dianggap mubaligh berkelas atau populer manakala follower dan viewernya banyak,” urainya. (Muchlishon)