Nasional

Puncak Perayaan Tabuik Pariaman Ahad Besok

NU Online  ·  Sabtu, 24 November 2012 | 09:02 WIB

Padang, NU Online
Ahad (25/11/2012) puncak perayaan Tabuik Kota Pariaman, Propinsi Sumatera Barat bakal dipadati pengunjung dari berbagai daerah di Sumatera Barat, bahkan mancanegara. Puncak perayaan tersebut jatuh pada 11 Muharram (sehari melewati 10 Muharram) yang dihadiri pejabat di Kota Pariaman, Propinsi Sumatera Barat dan undangan lainnya dari luar Sumatera Barat. <>

Seperti tahun sebelumnya, tanggal 1 hingga 10 Muharram tahun Hijriah masyarakat di Pariaman mengadakan kegiatan Tabuik. Berbagai rangkaian kegiatan dilaksanakan dalam prosesi Tabuik tersebut. Tahun 2012 ini, perayaan Tabuik diselenggarakan tanggal 15 hingga 25 Nopember 2012. Tahun Hijriah sendiri dimulai 1 Muharram 1 Hijriah yang bertepatan dengan 18 April 622 Masehi.   

Jika dilihat kronologis perayaan Tabuik dan  sejarahnya, maka ada kaitan dengan peristiwa yang menimpa cucu Nabi Muhammad Saw. al-Husain. Namun, tidak semua orang memahaminya. Ada  yang menganggap kedua cucu Nabi itu (Hasan dan Husain) dibunuh. Beberapa tahun lalu, seseorang di Balai kota Pariaman pernah menanyakan kepada penulis, siapa yang terbunuh di Padang Karbala? Hasan atau Husein, anak Ali bin Abi Thalib, cucu Nabi Muhammad Saw. 

Kakak al-Husain bernama al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib. Sedangkan ibunya bernama Fatimah, putri kesayangan Rasulullah Muhammad Saw. Fatimah antara lain digelari az-Zahra, as-Shidiqah (yang kebenarannya sempurna), al-Mubarakah (yang diberkati), ath-Thahirah (yang disucikan Allah), az-Zakiyah (yang suci dirinya melalui akhlak mulia).

Tahun 49 Hijriah, al-Hasan (kakak al-Husain), cucu Rasulullah yang suci wafat di Madinah. Wafatnya Hasan amat menyedihkan bagi umat Islam di Madinah. Saat wafat, Husain menciumi tubuh al-Hasan dan membasahi wajah yang telah putih itu dengan linangan air mata. Banyak orang yang meratap dan berduka atas kematian Hasan, tetapi duka Husain merangkul segenap ratapan dan duka. 

Khalifah Yazid bin Muawiyah yang menerima pengangkatan dari ayahnya, amat membutuhkan pengakuan (pembaiatan) dari Husain. Sebab, tanpa pengakuan dari Husain maka kekuasaan Khalifah Yazid merasa terancam. Kabar yang sampai kepada Yazid, Husain bakal menuju kota Kufah dan cukup banyak umat Islam yang menantikan kehadiran Husain. 

Untuk memastikan perintahnya dijalankan, Yazid mengganti gubernur Kufah. Ubaidillah bin Ziyad dinilai tegas dan patuh menjalankan perintah, diangkat jadi gubernur Kufah. Untuk menyenangkan Khalifah Yazid dan bentuk pengabdiannya, maka Ubaidillah bin Ziyad menyebarkan selebaran yang berbunyi.

Barang siapa yang berhasil menghadiahkan kepala al-Husain kepadaku, akan menjadi pemilik kota Ray selama sepuluh tahun. 

Tertanda Ubaidillah bin Ziyad.

Tokoh-tokoh yang dicurigai dan berhasil dimata-matai berada di belakang al-Husain pun dihabisi. Misalnya, sepucuk  surat yang ditujukan kepada Umar bin Sa’ad yang disampaikan Ubaidillah, kabar tentang pertemuan-pertemuanmu dengan Husain di waktu malam telah sampai ke mejaku, dan itu membuatku gelisah. Setelah kau baca surat ini, paksalah al-Husain membaiat Yazid (sekali lagi). Jika tetap menolak, halangilah dia dan para pendukungnya agar tak setetes pun air Sungai Eufrat mengaliri leher mereka!

Hari itu, 10 Muharam 61 Hijriyah bertepatan 10 Oktober 680 Masehi,  satu per satu pendukung, kerabat dan keluarga Husain berduel dengan pasukan Umar bin Sa’ad. Umar memiliki pasukan sayap kanan berjumlah 20.000 penunggang kuda, dan sayap kiri 20.000 penunggang kuda. Sedangkan pasukan inti di barisan tengah dipimpin oleh Umar bin Sa’ad bin Abi Waqash. Sedangkan Husain juga membagi pasukannya tiga bagian. Barisan kanan berjumlah dua puluh penunggang kuda, 20 tentara lagi diletakkan di posisi kiri. Sisa pasukan di bagian tengah dipimpin langsung al-Husain. Di barisan tengah ini terdapat semua putra dan kemenakannya. Dapat dibayangkan, dengan perimbangan kekuatan pasukan seperti itu, tentu saja Husain bagaikan permainan seekor tikus tak berdaya dihadapan puluhan kucing yang siap memangsa. 

Setelah menghadapi pertarungan berduel dengan pasukan Umar, satu per satu pasukan Husain pun berguguran. Setelah semua  laki-laki dewasa maju dan tewas di mata pedang dan anak panah pasukan Umar, tiba giliran Husain. Sebagai ksatria, Husain melakukan perlawanan berduel pula. Sejumlah pasukan Umar pun tewas di pedangnya. Namun menghadapi jumlah pasukan yang tak sebanding itu, kekuatan Husain pun pupus. Akhirnya, leher al-Husain dipancung  pedang Syimr, pasukan Umar. 

Sungguh pembunuhan yang amat sadis. Kepala Husain yang sudah terpisah dari badannya ditarik kesana kemari. Puncaknya, kepala itulah yang dibawa ke hadapan Khalifah Yazid Muawiyah sebagai bukti oleh pasukannya (Ubaidillah bin Ziyad) bahwa Husain benar-benar sudah tewas. Sedangkan bagian tubuh Husain pun diperebutkan oleh pasukan Umar sebagai bentuk kebenciannya kepada Husain. Betapa kekaganasan dan dramatisnya kisah Husain di sahara Nainawa, Padang Karbala, Kufah ini, dapat disimak sebagaimana dikisahkan Taufiqurrahman al-Azizy dalam novelnya Sahara Nainawa, Kisah Seorang Ksatria dan Raja Para Syuhada.

Agaknya simbol-simbol yang dilakukan dalam prosesi perayaan Tabuik Pariaman terinspirasi dari peristiwa Karbala ini. Ada istilah barantam, ma’arak panja /jari-jari, maarak sorban, Tabuik naik pangkat, ma-oyak, dan mambuang Tabuik ke laut. Prosesi ini menggambarkan bagaimana kondisi pasukan al-Husain yang tidak bergeming menghadapi hunusan pedang mengakhiri hidupnya. Bagi pasukan dan pengikut Husain, mati di ujung pedang dan anak panah jauh lebih mulia ketimbang harus berpisah dari rombongan al-Husain. Toh, mereka yakin tanpa membela al-Husain akan tetapi mati juga. Akan lebih mulia mati membela kebenaran yang disampaikan al-Husain, ketimbang mengakui pemerintahan Yazid yang dinilai tidak sesuai dengan nilai-nilai agama Islam.  

Pergelaran Tabuik yang dilaksanakan di awal Muharam, juga disebut sebagai hari Asyura. Pada hari Asyura 10 Muharam, berbagai kegiatan dilakukan untuk memuliakannya. Bagi kaum Syi’ah, hari Asyura menjadi momen yang luar biasa maknanya. Terutama mereka kaitkan dengan peristiwa terbunuhnya Husain di Padang Karbala.

Sedangkan di sebagian tempat di Indonesia, juga dimeriahkan dengan berbagai kegiatan. Seperti di Jawa, ada tradisi membuat bubur suro, pembersihan benda-benda keramat dan pembacaan barzanji. Sementara di Bengkulu diadakan festival Tabot dan di Pariaman bernama Tabuik. 


Redaktur   : Mukafi Niam
Kontributor: Bagindo Armaidi Tanjung