Nasional

PPKM Diperpanjang, Bantuan Jadi Penyelamat Masyarakat Miskin

Rab, 4 Agustus 2021 | 02:00 WIB

PPKM Diperpanjang, Bantuan Jadi Penyelamat Masyarakat Miskin

Saat PSBB tahun lalu, masyarakat memang banyak yang mulai mengurangi belanja. Namun, 55 persen di antara responden menyatakan harapannya akan bantuan dari pemerintah.

Jakarta, NU Online

Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) kembali diperpanjang Pemerintah sampai tanggal 9 Agustus 2021. Hal tersebut disampaikan langsung Presiden Joko Widodo pada Senin (2/8) malam.


Abra Talattov, Ekonom Indef, menegaskan bahwa bantuan menjadi penyelamat bagi masyarakat miskin. Menurut penelitian yang dilakukan, saat PSBB tahun lalu, masyarakat memang banyak yang mulai mengurangi belanja. Namun, 55 persen di antara responden menyatakan harapannya akan bantuan dari pemerintah.


“Mau tidak mau, bantuan tersebut menjadi satu-satuya penyelamat masyarakat miskin dan rentan miskin,” katanya saat Talkshow TVNU dengan tema “PPKM Diperpanjang. Ini Gimana Sih?” pada Selasa (3/8).


Memang, ia menuturkan ada kenaikan bantuan dan dukungan anggaran dari tahun sebelumnya untuk perlindungan sosial. Itu menunjukkan adanya komitmen pemerintah. Meskipun demikian, hal tersebut masih bisa diperdebatkan mengingat sampai hari ini, pemerintah masih melakukan proyek-proyek yang tidak berdampak secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dan optimisme masyarakat dalam menangani Covid-19.


“Walaupun kita masih perdebatkan lagi anggaran untuk perlindungan sosial. Belanja pengadaan laptop 17 triliun apakah memang tidak bisa dialokasikan ke perlindungan sosial,” katanya.


Ia juga mengakui instrumen pemerintah sudah cukup lengkap untuk menggulirkan beragam bantuan. Sudah ada banyak varian bantuan sosial. Namun dari sisi nominal, ia menyebut masih relatif kecil. “300 ribu jauh dari cukup untuk satu keluarga,” katanya.


Hal itu pun masih tampak banyak masalah karena banyak yang merasa tidak menerima. Bahkan, ada kampanye bendera putih, dari buruh, pedagang, hingga pemilik restoran. Gerakan bendera putih, menurutnya, bisa menyulut krisis politik. Belum lagi muncul isu sensitif, seperti isoman anggota DPR yang dibiayai negara. “Ini terjadi kontradiksi antara level kebijakan dan tataran riil,” katanya.


Abra mencontohkan China yang melakukan karantina wilayah dan melakukan tes ke seluruh populasi. Mereka juga diberikan insentif yang mencukupi kehidupan sehari-hari. Ia menyebut ada satuu kota di luar negeri yang memberikan 8 juta perminggu untuk satu keluarga saat masa karantina wilayah. “Paling tidak, lockdown harus dilakukan dan insentif dari pemerintah,” ujarnya.


Memang, katanya, harus ada kebijakan konsisten dan tegas. Hal demikian memang merupakan pil pahit yang harus ditelan. Ketika satu bulan lockdown, masyarakat mengikat pinggang. Namun, ketika kasus menurun, ekonomi membaik.


Indonesia berkeinginan menyelesaikan ekonomi dan pandemi dalam waktu bersamaan. Namun yang terjadi, ekonomi terus terkontraksi. Tahun lalu, pertumbuhan ekonomi Indonesia minus 6 persen. Di tengah tahun, kasus konfirmasi Covid-19 melonjak. Ekonomi pun sulit pulih.


Hal tersebut terkonfirmasi Bloomberg, bahwa ekonomi Indonesia terbawah dari 53 negara. Lembaga lain menyebut dari 200 negara, Indonesia berada di posisi 110 yang bisa keluar dari Covid-19 dan ekonomi.


Sementara itu, Ketua Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPNU) Jaenal Effendi menyampaikan bahwa memang tidak dapat dipungkiri, Covid-19 berdampak terhadap penurunan pertumbuhan ekonomi. Karenanya, hal ini membutuhkan strategi yang tidak menambah kepanikan warga.


Edukasi dan penyampaian informasi yang lengkap kepada masyarakat menjadi hal yang penting. Menurutnya, masyarakat perlu mengetahui sesuatu di belakang perpanjangan PPKM sehingga dipahami secara utuh. “Itu perlu kita sentuh aspek psikologi untuk tetap berkarya, beraktifitas,” katanya.


Stimulan berupa bantuan saja, menurutnya, tidak cukup. Karenanya, butuh pendekatan lain agar masyarakat dapat tersadarkan akan hal ini. Menurutnya, harus ada hal yang membuat adem masyarakat.


Pewarta: Syakir NF

Editor: Fathoni Ahmad