Jakarta, NU Online
Politik ideologi masih dijadikan landasan perjuangan mencintai Islam. Kecintaan demikian menyebabkan agama hanya sebagai tunggangan politik sehingga membuatnya hancur.Ā
Direktur Said Aqil Siroj (SAS) Institute Imdadun Rahmat mengungkapkan cara terbaik mencintai Islam.
āYaitu pendekatan perjuangan kultural,ā katanya saat menjadi narasumber pada peluncuran buku NU Penjaga NKRI di Aula Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) lantai 8, Jakarta, Selasa (10/4).
Oleh karena itu, dalam menghentikan radikalisme yang terus menyebar ke segala penjuru adalah bukan dengan kekerasan. Itu juga tidak bisa dibenarkan. Rasa empati terhadap kelompok radikalis sebagai orang-orang yang menjadi korban adalah penempatan yang tepat.
Ia menjelaskan bahwa mereka dapat berpikir radikal karena melalui proses radikalisasi yang melibatkan aktor dan produsen di belakangnya.
āAda media yang memfasilitasi tersebarnya pikiran radikal, dan mereka adalah target, korban,ā ungkap Ketua Komnas HAM 2016-2017 itu.
Mereka yang sudah terpapar radikalisme itu harus dinetralisir dengan pemikiran-pemikiran NU yang berlandaskan Ahlussunnah wal Jama'ah (Aswaja).
āSebagian besar sudah diterangkan bagaimana rumusannya dalam buku ini (NU Penjaga NKRI),ā katanya.
Menurut pria asal Rembang itu, NU tidak bisa sendirian dalam melakukan deradikalisasi. Pemerintah juga semestinya bertanggung jawab melakukan hal itu. Sebabnya, bukan hanya pemahaman keagamaan yang terancam akibat radikalisme itu, tetapi juga NKRI sebagai suatu negara.
āOleh karena itu, pemerintah seharusnya punya kesadaran lebih dahulu ada di depan membendung peredaran ideologi radikal ini,ā katanya.
Tetapi, pada kenyataannya NU yang justru berada di garda terdepan membentengi agama dan negara dari paham tersebut. (Syakir NF/Muiz)