Nasional

Perdaban Maju Tidak Ekstrem Kiri atau Kanan

NU Online  ·  Jumat, 18 November 2016 | 07:01 WIB

Perdaban Maju Tidak Ekstrem Kiri atau Kanan

ilustrasi: peradabandansejarah.blogspot.co.id

Jakarta, NU Online 
Sejarah mengajarkan, peradaban Islam dan peradaban-peradaban lain yang maju, beradasarkan keadilan. Tidak berlandaskan ekstrem kiri atau kanan. Karena jika berlandaskan kiri akan bermusuhan dengan ekstrem kanan. Begitu juga sebaliknya. 

Demikian disampaikan Wakil Sekretaris Lembaga Dakwah PBNU KH Jamaluddin F. Hasyim saat menyampaikan khotbah jumat di Masjid An-Nahdlah, gedung PBNU, Jakarta pada Jumat (18/11).  

Menurut dia, kata keadilan, berasal dari kata adil. Kata tersebut secara bahasa, artinya pertengahan, moderasi. Dalam hal ini, semakna dengan tawasuth. Namun, keadilan juga mencakup makna tegak lurus yang tidak dikandung tawasuth

“Adil tersebut kuat dalam prinsip, tidak terombang-ambing. Adil seperti timbangan, di tengah, dan tegak lurus, kalau condong dia akan berat sebelah,” katanya ketika diwawancarai selepas shalat Jumat. 

Ia kemudian mengutip firman Allah dalam Al-Qur’an Al-Baqarah 143 yang berbunyi, wa kadzalika ja’alnakum ummatan washatan. Jamal mengutip Ibnu Abbas yang mengartikan washatan artinya dua, adlan (adil), dan khairan (baik). Dalam konteks ayat tersebut, washatan artinya umat yang adil atau umat yang terbaik.

Umat yang terbaik dan adil, kata dia, adalah ciri umat Islam yang tidak berlandaskan pemikiran yang ekstrem. Jika ekstrem kanan, maka akan bermusuhan dengan ekstrem kiri. “Ini sebuah sunatullah yang terjadi. Peradaban harus adalah (adil) atau washatiyah,” lanjutnya.

Sebaliknya, peradaban yang terbelakang berlandaskan pada lawannya kata adil yaitu dzalim. “Dzalim adalah sikap yang tidak berpijak di atas keadilan, tapi berdasar kehendak subyektif. Dzalim biasanya dilakukan penguasa. Ia mengubah tatanan dengan kehendaknya, perbuatan melawan keadilan, melawan dari yang disepakati bersama.”

Kiai yang pernah nyantri di Darul Rahman asuhan KH Syukron Makmun, Jakarta ini menambahkan, Rasulullah mengatakan, seorang pemimpin dzalim, melakukan tipu daya kepada yang dipimpinnya, maka Allah mengharamkan sorga baginya.

Di dalam hadits lain disebutkan, siapa saja yang diberikan kekuasaan untuk mengurusi urusan muslim, kemudian lari dari tanggung jawabnya, tidak mau mengurusi yang dipimpin, maka Allah tidak akan memberikan pertolongan kepadanya. (Abdullah Alawi)