Nasional

Penyebab Umat Islam Mudah Berkonflik dengan Sesamanya

Sen, 2 Agustus 2021 | 03:30 WIB

Penyebab Umat Islam Mudah Berkonflik dengan Sesamanya

Ilustrasi: konflik menyebabkan kesengsaraan umat manusia.

Jakarta, NU Online
Direktur Moderate Muslim Society Zuhairi Misrawi menyoroti banyaknya konflik antarsesama umat Islam. Zuhairi menilai hal itu terjadi karena kurang kuatnya rasa persaudaraan.

 

"Menurut saya, yang hilang dari umat Islam sekarang adalah ukhuwah Islamiyyah-nya ini. Mudah diajak konflik dengan sesama Muslim," ungkap Gus Mis, sapaan akrabnya, dalam Opening Pra-Konfercab sekaligus Webinar Internasional PCINU Se-Afrika. Acara bertajuk NU dan Literasi Digital yang disiarkan langsung di akun Youtube PCINU Tunisia, Sabtu (31/72021) malam.


Gus Mis mengungkapkan, NU mempunyai khazanah yang menarik dan luar biasa dengan lahirnya trilogi persaudaraan: ukhuwah Islamiyyah, ukhuwaah wathaniyyah, dan ukhuwah basyariyyah. Ia berharap, pengurus PCI-NU bisa mencerminkan satu keteladanan ukhuwwah Islamiyyah.

 

"Kata kuncinya NU harus merangkul, bukan memukul. Bahwa NU itu bersaudara, terutama dengan sesama Muslim. Wahabi, misalnya, itu betapa mengafirkan, menyesatkan NU. Amalan-amalan NU dikafirkan. Tapi toh kita tidak memukul mereka, kan? Karena prinsip kita kan ukhuwah Islamiyyah," kata penulis buku Hadratussyaikh Hasyim Asy'ari: moderasi, keutamaan, dan kebangsaan (2010).


Hal kedua, ukhuwah wathaniyyah, persaudaran kebangsaan. Umat Islam bertanggungjawab tidak hanya mendorong kemerdekaan Indonesia, tetapi juga menjaga Indonesia dan kemudian menjadikan Indonesia lebih baik: baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur (negara yang sejahtera dan diridhai oleh Tuhan. "Maka kita semua teman-teman NU harus menjadi santri nasionalis," pintanya.


Ketiga, ukhuwah basyariyyah, persaudaraan kemanusiaan. Menurut pria asal Pulau Garam, Madura itu, penting untuk dirumuskan (kembali), karena konsep ini merupakan khazanah Nahdlatul Ulama, agar lebih kontekstual dengan zaman sekarang. "Maka NU itu sangat luwes pergaulannya, tidak tertutup," kata Gus Mis.


Kemudian, masih menurutnya, yang harus dilakukan adalah merumuskan moderatisme Islam dalam berbagai bahasa, baik Indonesia, Arab, Prancis maupun Mandarin. Dalam hal ini ia berharap dimulai dari PCINU yang sudah ada di luar negeri. "Lalu promosi perdamaian. Ini penting sekali karena sesama Muslim ini kok makin ribet," ungkap penulis buku Al-Qur'an Kitab Toleransi (2010).

 

Selain itu, kata Gus Mis, juga perlu mempromosikan Indonesia. Banyak orang Timur Tengah tahunya Indonesia tahun 80-an atau Indonesia yang di teluk, bukan Indonesia sekarang yang sudah tumbuh dan berkembang. "Teman-teman harus menjadi bagian," pintanya.

 

Ia berharap, kader NU berperan di berbagai lini untuk berkontribusi atas kemajuan Indonesia.

 

"Kalau ada apa-apa yang salah pasti NU, karena kita as-sawādul a’dzam, mayoritas. Sebagai kelompok mayoritas, marilah kita mengisi, berperan di Indonesia yang kita cintai ini," pungkasnya.

 

Peserta webinar ini kebanyakan terdiri dari pengurus PCI-NU Tunisia, Sudan dan Maroko. Selain Zuhairi Misrawi, hadir juga secara virtual Ketua PBNU H Marsudi Syuhud, Duta Besar Republik Indonesia untuk Tunisia H Ikrar Nusa Bhakti dan pelantun Shalawat Nahdliyah Veve Zulfikar Basyaiban.

 

Kontributor: Ahmad Naufa Khoirul Faizun
Editor: Kendi Setiawan