Nasional

Pengamat: Kerusuhan Suporter Marak karena Penegakan Hukum Tragedi Kanjuruhan Belum Tuntas

Sel, 21 November 2023 | 19:00 WIB

Pengamat: Kerusuhan Suporter Marak karena Penegakan Hukum Tragedi Kanjuruhan Belum Tuntas

Pertandingan antara Persiraja Banda Aceh vs PSMS Medan di Stadion Harapan Bangsa, Banda Aceh, Sabtu (18/11/2023) malam. (Foto: instagram @official_psmsmedan)

Jakarta, NU Online

Dua hari beruntun dua laga di Liga 2 2023 mengalami kerusuhan. Pertama, usai pertandingan Persiraja Banda Aceh melawan PSMS Medan di Stadion Harapan Bangsa, Banda Aceh, Sabtu (18/11/2023) malam.


Usai peluit akhir pertandingan dibunyikan, suporter Persiraja Banda Aceh melempar botol minuman ke arah pemain PSMS Medan, bahkan mereka tertahan di stadion hingga malam. Kemarahan suporter ini disinyalir karena keputusan wasit Irfan Wahyu Wijanarko yang tidak mengesahkan gol Mahamnr Toure dan Asisten Wasit 2 Ahmad Maulana Rusadi menyatakan gol tersebut offside, padahal onside.


Kerusuhan kedua terjadi usai laga Gresik United melawan Deltras FC di Stadion Gelora Joko Samudro, Ahad (19/11/2023) sore. Suporter Gresik United yang kecewa timnya kalah melakukan demo ke pihak manajemen, tetapi berujung bentrok dengan pihak keamanan, sampai terjadi penembakan gas air mata.


Pengamat Sepak Bola Akmal Marhali menyebut bahwa sejumlah kasus kisruh suporter disebabkan oleh penegakan hukum Tragedi Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022 yang menewaskan 135 orang belum tuntas.


“Akhirnya, ada anggapan boleh rusuh, toh di Kanjuruhan yang menyebabkan 135 meninggal tak ada penegakan hukumnya. Ini bahaya buat kehidupan sosio kultural masyarakat. Kasus Kanjuruhan haru segera dituntaskan PSSI,” ujarnya dalam akun instagram pribadinya, @akmalmarhali20, diakses NU Online, pada Selasa (21/11/2023). 


Menurut Akmal, dengan maraknya kasus anarkisme dan vandalisme suporter maka sudah saatnya hukum pidana diterapkan agar menghadirkan efek jera, hukum seberat-beratnya klub dan suporter yang berulah merusak fasilitas umum agar menjadi peringatan kepada klub lainnya untuk tidak mengikuti.


“FIFA juga harus tegas dengan kejadian di depan mata mereka. Hanya dengan sanksi tegas dan berat kekerasan dan pengrusakan di sepakbola dapat diminimalkan,” tegas Koordinator Save Our Soccer itu. 


Sementara itu, menurut Ketua Umum Paguyuban Suporter Timnas Indonesia (PSTI) Ignatius Indro peristiwa kerusuhan suporter sepak bola itu membuktikan bahwa PSSI tidak melakukan edukasi terhadap suporter, maupun aparat keamanan yang bertugas dalam sebuah pertandingan.


“Pembentukan presidium suporter hanya bersifat pencitraan dan tidak menyentuh masalah sesungguhnya terutama suporter di akar rumput,” ujarnya kepada NU Online, Ahad (19/11/2023) malam.


Indro menjelaskan, edukasi terhadap suporter merupakan hal penting dan harus menjadi langkah konkrit yang dilakukan, baik oleh PSSI ataupun Menpora. Menurutnya, meskipun sudah ada Undang-Undang Keolahragaan yang di dalamnya sudah mengatur suporter, tetapi hingga saat ini belum ada aturan turunan yang bisa memaksa seluruh stakeholder melakukan edukasi hingga ke akar rumput.


“Dengan adanya edukasi diharapkan seluruh suporter bisa menjauhkan tindakan kekerasan dan menerima hasil pertandingan, dan kalau ada hal-hal yang mencurigakan bisa dilakukan lewat cara yang baik dan benar,” imbuhnya.


Indro menjelaskan bahwa edukasi tersebut juga harus dilakukan kepada stakeholder lain seperti aparat keamanan yang bertugas dalam pertandingan agar sesuai dengan standar FIFA. Hal ini diharapkan dapat mencegah tindakan yang berpotensi memicu kekerasan, seperti penggunaan gas air mata, serta kekerasan lainnya yang bisa mengakibatkan tragedi serupa dengan Tragedi Kanjuruhan.