Nasional

Pengajian Jelang Ramadhan, Gus Baha Jelaskan Seni Mengelola Amar Ma'ruf Nahi Munkar

Rab, 6 Maret 2024 | 16:45 WIB

Pengajian Jelang Ramadhan, Gus Baha Jelaskan Seni Mengelola Amar Ma'ruf Nahi Munkar

Gus Baha saat mengisi pengajian di UGM Yogyakarta, Ahad lalu. (Foto: tangkapan layar Youtube Universitas Gadjah Mada)

Jakarta, NU Online

Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) KH Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha) menjelaskan bahwa dalam amar ma'ruf nahi munkar perlu disertai seni mengelola dengan baik. Hal itu bertujuan agar maksud bisa tercapai tanpa ada pihak yang merasa tidak nyaman atau tersinggung. Kalau pun ada pihak yang merasa tersinggung, seharusnya permasalahan tersebut diselesaikan tanpa merugikan berbagai pihak, tidak melebarkan masalah, menimbulkan dendam menahun. 


Hal tersebut disampaikan Gus Baha saat dialog kebangsaan menyongsong ramadhan merawat ukhuwah kebangsaan menjaga persatuan Indonesia di Universitas Gadjah Mada (UGM), Ahad lalu. 


"Masalah sekarang adalah amar ma'ruf nahi munkar sudah kehilangan seni menyelesaikan masalah tanpa menimbulkan masalah baru," jelasnya. 


Menurut Gus Baha, demi kebaikan bersama dan masyarakat, penyelesaian masalah sosial terkadang lebih tepat tanpa mengadili, mendiskreditkan, tidak memojokkan salah satu pihak. Hal tersebut juga dilakukan oleh para nabi, ulama dan tokoh bangsa terdahulu.


Langkah konkritnya dengan melakukan komunikasi dua arah, terbuka, dan mempertimbangkan berbagai hal. 


"Banyak cerita di literatur yang saya baca, tidak semua masalah, kemunkaran, maksiat atau apapun itu diselesaikan dengan mempermalukan di depan umum, pidato berapi-api, memojokkan sana sini," jelas ulama asal Narukan, Rembang, Jawa Tengah ini.


Dikatakan Gus Baha, di tafsir Al-Qurtubi dijelaskan, ketika terjadi sengketa, Sayyidina Umar mempersilakan penyelesaian masalah dikembalikan ke pihak yang bersengketa. Mana tahu, mereka yang bersengketa sebenarnya punya solusinya dengan kearifan masing-masing. 


Di sistem penyelesaian masalah di Indonesia pun begitu, ketika ada masalah, pihak kepolisian dan pengadilan menanyakan ke pihak yang berkonflik untuk menyelesaikan masalahnya. Karena ketika ada keputusan dari pengadilan, tak jarang bisa melahirkan hasud, dendam, dan dengki. 


Semisal dalam sidang perceraian ada mediasi kedua belah pihak sebelum dilakukan sidang secara resmi. Begitu juga jika anak berhadapan dengan hukum, pendekatan penyelesaiannya yaitu memastikan anak sebagai pelaku dan korban tetap bisa lanjut pendidikannya. 


Gus Baha menambahkan, dalam masalah sosial, penyelesaian masalahnya memang tidak selalu harus lewat legal formal atau hukum positif. Terkadang cukup menggunakan cara kearifan lokal dan kekeluargaan. Ada begitu banyak peristiwa sosial yang penyelesaiannya tidak lewat pengadilan formal. 


"Tidak semua permasalahan cara menyelesaikan harus dimarahi, ditegur atau lewat proses hukum formal, hukum positif atau pengadilan," tandas Gus Baha.