Pemilihan Paus, Keheningan yang Agung
NU Online · Rabu, 22 Oktober 2014 | 07:03 WIB
Jakarta, NU Online
Untuk memperluas wawasan tentang konsep ahlul halli wal aqdi yang akan dibahas dalam munas NU, NU Online juga berusaha melihat bagaimana praktek pemilihan pemimpin tertinggi organisasi agama di luar NU baik Muslim maupun non-Muslim. Pembahasan pertama adalah proses pemilihan pemimpin tertinggi Katolik, Paus.<>
Agama Katolik selama ini sudah memiliki mekanisme pemilihan pemimpin yang sudah sangat mapan yang sudah berjalan selama berabad-abad. Tak ada hiruk pikuk dalam proses pemilihan paus baru. Umat Katolik percaya sepenuhnya pada keputusan yang diambil oleh para kardilan. Dengan struktur kelembagaan yang kokoh, Paus sebagai pemimpin tertinggi yang berkedudukan di Roma mampu mengorganisir sekitar 1.2 milyar jamaah di seluruh dunia dengan rapi.
Mgr. Martinus Dogma Situmorang, uskup Padang yang baru-baru ini datang ke Jakarta dalam rangka sebuah acara lintas agama menuturkan, pemilihan seorang paus baru dilakukan dengan ritual khusus yang dinamakan konklaf, yaitu para kardinal berada di sebuah ruangan khusus yang tertutup, tidak ada komunikasi dengan yang lain untuk memilih paus baru.
“Mereka berdoa, berbicara, menimbang, berdoa, berdoa, melihat siapa yang menurut mereka dalam iman, menjadi paus, pemimpin duniawi untuk umat Katolik sedunia.”
Bagaimana proses pencalonannya? atau siapa yang layak menjadi paus baru, Martinus menjelaskan, ketika paus yang sedang menjabat sudah berumur, biasanya sudah ada kasak kusuk diantara para kardinal, siapa saja calon paus baru, tapi tidak ada pencalonan secara resmi.
Pemilihan secara resmi dilakukan di Kapel Sistene. Semua kardinal boleh mencalonkan kardinal lain, kecuali dirinya sendiri dengan menulis sebuah nama dalam secarik kertas yang dibagikan. Proses pemilihan dilakukan dengan voting dan seorang paus baru diangkat setelah memperoleh dua per tiga suara. Biasanya voting berlangsung beberapa kali. Jika dalam voting belum dicapai dua per tiga, sebagai tanda komunikasi dengan dunia luar, surat suara dibakar dengan cairan khusus yang mengeluarkan asap hitam, dan jika sudah terpilih, pengumuman disampaikan melalui asap putih.
Di zaman yang sudah canggih ini, banyak TV menyiarkan secara langsung dari untuk menunggu hasil pemungutan suara. Meskipun demikian, masih banyak umat Katolik yang menunggu di depan lapangan Basilika Santo Petrus untuk melihat kemunculan paus baru, yang kemudian disambut dengan sangat gembira.
Sementara itu, untuk pemilihan pastur sebagai bagian paling bawah dari hierarki, mereka dididik sangat intensif baik ilmu pengetahuan atau ilmu agama, teologi atau filsafat. Yang dianggap memenuhi semua persyaratan yang cukup ketat, ditasbihkan menjadi pastor.
Diantara pastor inilah, kemudian dipilih orang-orang yang dianggap bisa menjadi pemimpin untuk suatu wilayah gereja yang disebut keuskupan. Terdapat tiga nama yang dicalonkan. Perwakilan paus di negara tertentu, katakanlah Indonesia, mengadakan penelitian tentang orang ini dengan berbagai jalur, menanyakan kepada pastur setempat tentang kualifikasi orang ini menurut rumus-rumus yang sangat rinci.
Nama tersebut selanjutnya diajukan lagi ke Roma melalui perwakilan paus Indonesia yang disebut duta besar tahta suci untuk Indonesia. Di sana nama tersebut diproses dan masih bisa dicari informasi dari berbagai pihak sehingga biasanya pemilihan ini lama sekali. Bisa sampai setahun.
“Bisa juga dari ketiga ini dianggap ada yang tidak pas, kemudian diulang lagi prosesnya,” katanya.
“Tiga kandidat itu diusulkan dari bawah, tidak sampai dari umat beriman biasa, sudah dari kalangan hierarki. Jadi Paus yang menunjuk. Misalnya ditunjuk 14 Oktober, maka dia harus ditasbihkan dalam waktu tiga bulan.”
Setelah ditasbihkan dengan sebuah ritual peribadatan tertentu yang sangat khusus, maka sahlah ia menempati keuskupan tertentu.
Mengenai kardinal, ia menjelaskan, jabatan tersebut bukanlah jabatan hierarkis sebagaimana pastur, uskup atau paus. Kardinal adalah orang tertentu, ada juga yang imam saja, tetapi kebanyakan uskup atau uskup agung yang menurut paus, patut diberikan kehormatan atau kepercayaan khusus. Tugasnya adalah menjadi penasehat paus atau memilih paus baru setelah paus lama meninggal.
“Ini jabatan kehormatan. Posisinya istimewa, tetapi sebenarnya dia tidak memiliki kewenangan. Seperti saya di Padang sebagai uskup Padang, dia tidak bisa memerintah saya,” jelasnya.
Perwakilan umat Katolik terhadap pemerintah dalam hal ini di adalah Konferensi Wali Gereja (KWI), sementara kardinal lebih banyak berhubungan dengan Roma. (mukafi niam)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Larangan Pamer dan Bangga dengan Dosa-dosa
2
Khutbah Jumat: Membumikan Akhlak Nabi di Tengah Krisis Keteladanan
3
Khutbah Jumat: Sesuatu yang Berlebihan itu Tidak Baik, Termasuk Polusi Suara
4
Khutbah Jumat: Meneguhkan Qanaah dan Syukur di Tengah Arus Hedonisme
5
Trump Turunkan Tarif Impor Jadi 19 Persen, Ini Syarat yang Harus Indonesia Penuhi
6
Sejumlah SD Negeri Sepi Pendaftar, Ini Respons Mendikdasmen
Terkini
Lihat Semua