Nasional

Pemenuhan Hak Korban Cegah Pelanggaran HAM Berat di Masa Depan

Sel, 27 Juni 2023 | 17:15 WIB

Pemenuhan Hak Korban Cegah Pelanggaran HAM Berat di Masa Depan

Ilustrasi kekerasan dan pelanggaran HAM. (Foto: Freepik)

Jakarta, NU Online

Pemerintah telah secara resmi meluncurkan program pelaksanaan rekomendasi penyelesaian non-yudisial sebagai implementasi dari Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 17 Tahun 2022 tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat Masa Lalu (PPHAM).


Penyelesaian non-yudisial itu dilakukan pemerintah dengan memastikan pemenuhan hak korban dan keluarga korban dari 12 peristiwa pelanggaran HAM berat di masa lalu.


Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Moh Mahfud MD mengatakan bahwa pemenuhan hak korban menjadi upaya untuk mencegah terjadinya pelanggaran HAM berat di masa depan.


"Implementasi rekomendasi PPHAM ini merupakan pemenuhan hak-hak korban dan merupakan upaya pencegahan agar tidak terjadi lagi pelanggaran HAM berat di masa yang akan datang," kata Mahfud di Kabupaten Pidie, Aceh, Selasa (27/6/2023).


Ia kemudian menjelaskan latar belakang mengapa akhirnya penyelesaian pelanggaran HAM berat melalui jalur non-yudisial dengan pemenuhan hak korban ini ditempuh oleh pemerintah.


Pada 1998 atau pasca-reformasi, di Indonesia sudah dikeluarkan tiga peraturan perundang-undangan yaitu Ketetapan MPR Nomor 17 Tahun 1998, UU Nomor 39 Tahun 1999, dan UU Nomor 26 Tahun 2000. 


Ketiga peraturan perundang-undangan itu berisi agar pelanggaran HAM berat pada masa lalu diselidiki dan diputuskan oleh Komisi Nasional (Komnas) HAM untuk diselesaikan. 


Penyelesaiannya ditempuh melalui dua jalur yaitu penyelesaian yudisial melalui pengadilan HAM serta penyelesaian non-yudisial melalui Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR).


Mahfud menjelaskan, penyelesaian yudisial bagi pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum tahun 2000 harus ditempuh melalui pengadilan HAM ad hoc, sedangkan yang terjadi setelah tahun 2000 diselesaikan melalui pengadilan HAM biasa yang sekarang sudah ada undang-undangnya.


Namun setelah lebih dari dua dekade, upaya penyelesaian melalui dua jalur itu tak membuahkan hasil alias selalu gagal dibuktikan di pengadilan.


"Sehingga dari 4 peristiwa dengan 35 terdakwa yang diajukan kepada pengadilan semuanya pada akhirnya dibebaskan oleh pengadilan. Masalahnya, pembuktiannya berdasar hukum acara pidana sangat sulit dipenuhi," jelas Mahfud.


Sementara upaya membentuk KKR juga kandas. Sebab UU Nomor 27 Tahun 2004 yang dibuat pemerintah bersama DPR dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi dan menghadapi banyak hambatan yang rumit untuk membuat UU KKR yang baru.


"Itulah sebabnya, daripada berdiam diri dan menunggu selesainya kerumitan-kerumitan melalui dua jalur tersebut, Presiden Joko Widodo mengambil kebijakan untuk melakukan langkah-langkah pemenuhan hak korban pelanggaran HAM berat masa lalu," terang Mahfud.


Pemenuhan hak korban pelanggaran HAM berat di masa lalui itu dilakukan melalui Keppres Nomor 17 Tahun 2022 tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM yang Berat Masa Lalu atau PP HAM. 


Meski begitu, Mahfud menegaskan bahwa Keppres tentang PPHAM itu sama sekali tidak meninggalkan upaya penyelesaian secara yudisial. Akan tetapi dimaksudkan untuk memenuhi hak para korban terlebih dulu sebelum problem-problem melalui jalur yudisial itu bisa diselesaikan.


"(PPHAM ini) tekanannya adalah korban, bukan pelaku. Untuk pelaku pelanggaran HAM akan terus diupayakan untuk diselesaikan sesuai dengan ketentuan undang-undang. Begitu juga UU tentang KKR, karena hal itu diperlukan untuk masa-masa yang akan datang sehingga juga akan terus diusahakan untuk dibuat," jelas Mahfud.


Penyerahan Pemenuhan Hak Korban dan Keluarga Korban

Secara simbolis, Presiden Joko Widodo menyerahkan implementasi program pelaksanaan rekomendasi penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM berat kepada delapan orang perwakilan korban dan keluarga korban.


Berikut nama-nama korban dan keluarga korban pelanggaran HAM berat di masa lalu yang mendapat pemenuhan hak berupa program, jaminan kesehatan dan pendidikan, serta bantuan usaha:


1. Samsul Bahri bin Rusli bin Abbas

Pemenuhan hak berupa keanggotaan Program Keluarga Harapan, program sembako dan atensi dalam bentuk modal usaha kelontong dan motor roda tiga, Kartu Indonesia Sehat prioritas, pelatihan koperasi dan UKM, serta bingkisan untuk Idul Kurban.


2. Hasan Azhari

Pemenuhan hak berupa keanggotaan Program Keluarga Harapan, program sembako dan atensi, Kartu Indonesia Sehat prioritas, beasiswa pendidikan anak, pembangunan rumah, serta bingkisan untuk Idul Kurban.


3. Akbar Maulana bin Zulfadli

Pemenuhan hak berupa Kartu Indonesia Sehat prioritas dan beasiswa pendidikan.


4. Ridwan Ayub

Pemenuhan hak berupa keanggotaan Program Keluarga Harapan, program sembako dan atensi, Kartu Indonesia Sehat prioritas, sapi ternak, serta bingkisan untuk Idul Kurban.


5. Ira Sofia bin Muhtar

Pemenuhan hak berupa keanggotaan Program Keluarga Harapan, program sembako dan atensi, Kartu Indonesia Sehat prioritas, pelatihan keterampilan menjahit serta mesin jahit, dan bingkisan untuk Idul Kurban.


6. Sarbunis bin Abdul Jalil

Pemenuhan hak berupa keanggotaan Program Keluarga Harapan, program sembako dan atensi, Kartu Indonesia Sehat prioritas, pelatihan keterampilan membuat kue dan alat pembuat kue, serta bingkisan untuk Idul Kurban.


7. Sudaryanto Yanto Priyono (Eksil Rusia)

Pemenuhan hak berupa Zero Tarif KITAS (Kartu Izin Tinggal Terbatas).


8. Yaroni Suryo Martono (Eksil Ceko)

Pemenuhan hak berupa Zero Tarif KITAS (Kartu Izin Tinggal Terbatas).


Pewarta: Aru Lego Triono

Editor: Fathoni Ahmad