Nasional

Pelajar dan Pemuda dalam Penanggulangan Radikalisme dan Ekstremisme di Indonesia

NU Online  ·  Senin, 8 Juli 2019 | 13:00 WIB

Pelajar dan Pemuda dalam Penanggulangan Radikalisme dan Ekstremisme di Indonesia

Greg Barton (foto: Syakir NF/NU Online)

Sudah lebih dari 20 persen pelajar dan mahasiswa Indonesia terjangkiti virus radikalisme. Hal itu masuk melalui berbagai sisi, seperti organisasi, materi ajar, hingga guru.

Tak hanya itu, mereka yang tergolong sebagai penduduk asli dunia digital (digital native) juga terpapar virus tersebut dari internet, khususnya media sosial.

Fakta-fakta demikian tentu perlu disadari oleh organisasi kepelajaran dan kepemudaan yang moderat seperti Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) dan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) yang bergerak di dunia pelajar.

Sebagai sebuah organisasi masyarakat sipil, IPNU mendapat kesempatan untuk urun rembuk dalam penyusunan rancangan kerja ASEAN dalam melawan dan mencegah radikalisme, terorisme, dan kekerasan ekstrem di Kuala Lumpur, Malaysia pada Selasa dan Rabu, 2-3 Juli 2019.

Selain berbagi saran, saya yang hadir dalam pertemuan tersebut juga berkesempatan berbincang dengan Greg Barton, sosok ahli politik Islam global dari Universitas Deakin, Australia.

Greg mengungkapkan bahwa organisasi pelajar moderat harus menyadari bahwa kelompok radikal nan ekstrem itu hanyalah minoritas kecil, tetapi memiliki pengaruh yang sedemikian besar. Hal itu tidak mereka raih dengan instan. Kerajinan, disiplin, dan fokus mereka dalam bergerak atas dasar keyakinannya.

"Mereka all out mendukung pejuangnya," katanya saat bincang usai makan siang bersama pada Rabu (3/7).

Jadi, kata Greg, mereka sangat bekerja keras. Oleh karena itu, ia menegaskan agar organisasi pelajar yang moderat dapat lebih proaktif bergiat di bidang yang berpengaruh seperti remaja masjid dan kerohanian. "Kalau lebih banyak dari kaum ekstrem yang lebih aktif pasti rakyat dan umat pada umumnya akan rugi ya," kata penulis buku Biografi Gus Dur itu.

Sementara itu, Andhika Chrisnayudhanto, Direktur Kerjasama Regional dan Multilateral Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), mengungkapkan pentingnya peran pelajar dalam mencegah dan melawan narasi radikalisme, terorisme, dan kekerasan ekstrem.

Pelajar, katanya, harus mengambil peran aktif. Artinya, tidak sekadar slogan pencegahan. Aktif juga berarti turut ambil bagian dalam proses pengambilan kebijakan.

"Justru keterlibatan pemuda dalam decision making, bagaimana kita memberikan dan kewenangan pemuda terlibat aktif, mengajak partisipasi atau keikutsertaan pemuda dalam menanggulangi masalah ekstremisme berbasis kekerasan," ujar pejabat Senior Officials Meeting on Transnational Crime (SOMTC) itu. (Syakir NF)