Nasional

PBNU Harap Menkes Baru Beri Dukungan Moral untuk Nakes

Rab, 23 Desember 2020 | 11:00 WIB

PBNU Harap Menkes Baru Beri Dukungan Moral untuk Nakes

Ketua PBNU Bidang Kesehatan dr Syahrizal Syarif berharap Menkes Budi yang baru dilantik itu dapat mengayomi dan memberikan dorongan semangat kepada tenaga kesehatan. (Foto: Istimewa)

Jakarta, NU Online
Presiden Joko Widodo telah resmi melantik Budi Gunadi Sadikin sebagai Menteri Kesehatan (Menkes) RI, pada Rabu (23/12) pagi. Budi menggantikan posisi Terawan Agus Putranto untuk sisa masa jabatan hingga 2024.

 

Menanggapi itu, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Bidang Kesehatan dr Syahrizal Syarif berharap Menkes Budi yang baru dilantik itu dapat mengayomi dan memberikan dorongan semangat kepada tenaga kesehatan.

 

"Tantangan bagi Menkes baru yang paling sederhana saat ini yaitu bisa mengayomi dan mendorong semangat tenaga kesehatan. Mereka sebenarnya sudah sangat capek sekali,"ungkap dr Syahrizal kepada NU Online Rabu (23/12).

 

Menurutnya, sesuatu yang mesti diberikan kepada tenaga kesehatan bukan hanya sekadar insentif atau tambahan gaji untuk membayar kerja keras mereka dalam berjuang di garda terdepan menghadapi Covid-19. 

 

"Tapi juga (diperlukan) ada daya dorong dari seorang menteri yang bisa melakukan dukungan moral kepada tenaga kesehatan yang sudah bekerja sangat luar biasa selama ini," tegas Epidemiolog Universitas Indonesia ini.

 

Indikator yang paling sederhana, lanjut dr Syahrizal, bahwa angka kematian di lingkungan tenaga kesehatan yang lebih dari 200 jiwa itu bukan berdasar pada mereka lalai menerapkan protokol kesehatan. Namun lantaran memang ada faktor kelelahan.

 

"Nah, di tengah situasi Covid-19 saat ini beban mereka (tenaga kesehatan) sangat berat. Saya kira itu situasi yang berat bagi mereka. Maka perlu ada dorongan moral untuk mereka, bukan hanya sekadar diberikan insentif saja," ungkapnya.

 

Program vaksinasi 
Selain itu, PBNU juga meminta pemerintah, dalam hal ini Menkes yang baru untuk mempertimbangkan kembali kebijakan prioritas pemberian vaksin pada kelompok usia sehat 18-59 tahun.

 

"(Kebijakan) itu kami nilai kurang memperhatikan beberapa hal. Data epidemiologis, kematian Covid-19 di Indonesia, beban pelayanan kesehatan, pembiayaan kesehatan, dan memberi kesan vaksin tidak aman," tegas dr Syahrizal. 

 

Untuk itu, ia mengusulkan agar dalam situasi vaksin yang terbatas itu sebaiknya prioritas diberikan kepada tenaga kesehatan. Sebab mereka itulah yang bekerja di garda terdepan. 

 

"Serta (prioritas lainnya adalah) para lansia dan orang dengan penyakit penyerta," katanya.

 

Syahrizal pun mengaku percaya terhadap upaya pemerintah untuk membangun herd-immunity atau kekebalan kelompok yang tidak bergantung pada usia dan baru bisa dicapai dalam waktu yang lama. 

 

"Jadi imbauan kami (PBNU) kepada Menkes baru adalah vaksinasi jangan diprioritaskan untuk 18-59 tahun. Kami berharap kepada Menkes agar ada peninjauan ulang soal prioritas pada orang sehat 18-59 tahun. Karena itu tidak ada dasarnya," jelasnya.

 

Menurut Syahrizal, tidak benar asumsi bahwa orang di atas 60 tahun itu tidak aman menerima vaksin. Di Tiongkok, uji klinis tahap satu dan dua itu Sinovac aman memberikan vaksin kepada orang di atas usia 60 tahun.

 

Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Kendi Setiawan