Jakarta, NU Online
Salah poin penting dalam Muhasabah Kebangsaan 2017 dan Resolusi Tahun 2018 yang disampaikan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) adalah mengatasi ketimpangan di bidang ekonomi dan harga hasil pertanian.
Menurut Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj, ketimpangan yang terjadi selama petani sebagai subjek utama yang telah bekerja keras mengalami pencekikan harga.
Ia memandang, harga hasil pertanian di tingkat petani di desa berbeda jauh ketika hasil panen tersebut sudah terdistribusi ke kota.
Kiai Said mencontohkan ketika harga bawang merah di Brebes tidak pernah mencapai 10.000 per kilogram. Begitu pun dengan harga hasil pertanian seperti cabe, tomat, dan lain-lain. Bahkan harga di bawah cenderung sangat rendah.
“Tapi kenapa setelah sampai di Jakarta harganya melambung tinggi. Ini yang harus menjadi perhatian pemerintah,” jelas kiai asal Kempek, Cirebon ini.
Lebih jauh, Kiai Said melihat, Pemerintah Jokowi-JK punya niat baik mengatasi ketimpangan yang menjadi semacam penyakit kanker dalam pembangunan dan ancaman nyata bagi kesatuan dan persatuan bangsa.
“Ketimpangan itu menjelma dalam ketimpangan distribusi kesejahteraan antar-individu, ketimpangan pembangunan antar-wilayah, dan ketimpangan pertumbuhan antar-sektor ekonomi,” tuturnya.
Menurut Kiai Said, ketimpangan antar-sektor ekonomi harus diterobos dengan pengarusutamaan pembangunan pertanian dan industrialisasi pertanian berbasis rakyat dengan langkah yang dimulai dengan pembagian lahan pertanian dan pencetakan sawah baru, peningkatan produktivitas lahan, perbaikan dan revitalisasi infrastruktur irigasi, proteksi harga pasca panen, perbaikan infrastruktur pengangkutan untuk mengurangi biaya logistik, dan pembatasan impor pangan. (Fathoni)