Nasional

Pada Kasus Stunting, Perempuan Kerap Disudutkan

Kam, 18 Februari 2021 | 13:30 WIB

Pada Kasus Stunting, Perempuan Kerap Disudutkan

Menyiapkan kehamilan yang sehat menjadi upaya pencegahan stunting.

Jakarta, NU Online

Dokter dari Lembaga Kesehatan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LK PBNU), dr Hj Citra Fitri Agustina mengungkapkan berbicara pencegahan stunting tidak bisa hanya menyudutkan perempuan. Untuk mencegah lahirnya anak stunting memang dimulai dari proses pertumbuhan anak dari dalam kandungan. Namun itu juga didukung oleh kualitas bibit yang dalam hal ini dipengaruhi oleh kualitas sperma.

 

"Pencegahan stunting jangan hanya menyalahkan perempuan. Selama ini yang terus diintervensi adalah ibu. Misalnya ibu diminta  makan telur selama hamil," kata dokter Civi, sapaan akrabnya, Kamis (18/2).

 

Dokter Civi menegaskan ada pengaruh nutrisi dari pria sebagai calon ayah yang juga harus dijaga. Karenanya ia menyayangkan jika selama ini fokus pencegahan stunting hanya pada perempuan. "Harus di kedua-duanya," ujarnya.

 

Selain itu, bicara soal stunting artinya bicara tentang akibat dari perempuan dan laki-laki. Stunting, kondisi anak lahir dengan tubuh pendek atau pertumbuhan tidak sesuai dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk kesehatan kedua orang tua.

 

Memang, salah satu sebab misalnya pada proses kehamilan, ibu hamil mengalami kekurangan darah atau  anemia sejak kehamilan, namun bisa juga karena suami memiliki  penyakit penyerta. "Kok ibu terus yang disalahkan? Kedua pihak harus diperiksa, termasuk apakah sperma cukup unggul?" ungkapnya.

 

Pentingnya pelibatkan ormas
Beberapa waktu sebelumnya Presiden menunjuk Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sebagai penanggungjawab utama dalam program penanggulangan stunting. Penunjukkan tersebut disampaikan Presiden Joko Widodo secara langsung dan lisan kepada Kepala BKKBN Hasto Wardoyo.

 

Upaya pencegahan stunting tersebut menjadi hal yang sangat penting. Namun, Dokter Civi mengatakan upaya tersebut tidak bisa hanya oleh satu pihak. "Pencegahan stunting sudah jamak akan lebih baik dengan banyak pelibatan organisasi masyarakat," kata Dokter Civi.

 

Ia mengapresiasi penandatanganan kesepahaman kerja sama BKKBN dengan Fatayat NU dalam pencegahan stunting. Selain itu, kerja sama dengan ormas, lembaga NU atau paguyuban juga harus diterapkan. 

 

"Sehingga edukasi pencegahan stunting akan mudah disebarkan, karena santri misalnya lebih mendengarkan kata gurunya, kata kiainya. Edukasi pencegahan stunting ini lebih tepat dan sampai ke sasaran," tegasnya.

 

Saat ini, kasus stunting di Indonesia angkanya mencapai sekitar 27 persen. Pemerintah menargetkan kasus stunting dapat ditekan menjadi 24 persen pada 2024.

 

Beberapa penyebab terjadinya risiko stunting, seperti menikah muda. Sekitar 30-35 persen kasus stunting pada anak, dilahirkan oleh perempuan yang menikah di usia muda.

 

Penyebab stunting lainnya adalah jarak kelahiran. Dalam berbagai penelitian ditemukan adanya keterhubungan antara jarak kelahiran dan stunting. Untuk itu, BKKBN mengajak keluarga agar dapat menjaga jarak kelahiran minimal tiga tahun antarsatu anak dengan anak berikutnya. Selain itu, para ibu perlu memerhatikan 1.000 Hari Pertama Kehidupan. Seribu hari pertama kehidupan adalah suatu periode kehidupan bayi sejak dalam kandungan hingga usia dua tahun menyusui.

 

 

Pewarta: Kendi Setiawan
Editor: Alhafiz Kurniawan