Nasional

NU Tidak Pernah Dilibatkan Sejak Perencanaan UU Cipta Kerja

Rab, 3 Maret 2021 | 05:25 WIB

NU Tidak Pernah Dilibatkan Sejak Perencanaan UU Cipta Kerja

Ketum PBNU KH Said Aqil Siroj mengatakan salah satu hal yang menjadi kekhawatiran dari proses legislasi UU Cipta Kerja yang tidak transparan itu kini terjadi. Sebab, di dalam Perpres tentang Bidang Usaha Penanaman Modal terdapat lampiran III nomor 31-33 yang memuat aturan pembukaan investasi industri minuman keras beralkohol. (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj mengungkapkan, sejak perencanaan Omnibus Law atau UU Cipta Kerja hingga aturan turunannya seperti Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021, pemerintah sama sekali tidak pernah melibatkan NU untuk bisa memberikan masukan.

 

Menurut Kiai Said, salah satu hal yang menjadi kekhawatiran dari proses legislasi UU Cipta Kerja yang tidak transparan itu kini terjadi. Sebab, di dalam Perpres tentang Bidang Usaha Penanaman Modal terdapat lampiran III nomor 31-33 yang memuat aturan pembukaan investasi industri minuman keras beralkohol.

 

"Ini yang saya khawatirkan dengan Omnibus Law antara lain turunan UU (Cipta Kerja) ini. Karena Omnibus Law itu dibikin dan digodok oleh sekelompok orang tertentu saja. Tidak ada orang lain. Kelompok kapitalis lah kira-kira," ungkapnya saat kkonferensi pers PBNU terkait industri miras Selasa (2/3) sore di lantai 8 Gedung PBNU lantai 8, Jalan Kramat Raya 164 Jakarta Pusat.

 

Dalam proses pembuatan UU Cipta Kerja hingga Perpres Nomor 10 Tahun 2021 yang lampiran terkait miras akhirnya dicabut oleh Presiden Joko Widodo, lanjut Kiai Said, tidak pernah berbicara atau meminta masukan kepada NU untuk membahas berbagai pertimbangan. 

 

"Tidak pernah berbicara pertimbangan, selain pertimbangan keuntungan atau kapitalis. (Pihak) yang mengonsep Omnibus Law itu tidak pernah mengajak NU, Muhammadiyah, dan ormas lain atau dari kalangan perguruan tinggi. Tidak ada. Ini salah satu akibat dari Omnibus Law," tegasnya.

 

Senada, Sekretaris Jenderal PBNU H Ahmad Helmy Faishal Zaini menyatakan bahwa pihaknya tidak pernah diajak runding oleh pemerintah untuk membicarakan berbagai kemungkinan yang terjadi sebagai implikasi dari peraturan yang akan dibuat.

 

"Termasuk hari ini ketika pemerintah mengeluarkan Perpres, PBNU sama sekali tidak diajak bicara," ungkap Kang Helmy, sapaan akrabnya.

 

 

"Maka kita me-mention masalah ini kepada pemerintah dengan harapan ke depan, sebelum mengambil kebijakan-kebijakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak, setidaknya dikonsultasikan dengan para ormas yang diminta untuk diminta masukan dan pendapat," imbuhnya.

 

Jika pemerintah berkenan melakukan konsultasi atau meminta masukan dan pendapat dari para tokoh di berbagai ormas, maka tidak akan menimbulkan kegaduhan seperti beberapa waktu lalu akibat Perpres yang memuat aturan pembukaan investasi industri miras. 

 

"Kita juga tidak menghendaki bangsa kita yang sedikit-sedikit gaduh. Karena kita memerlukan stabilitas politik yang baik untuk menghadapi krisis yang ada, sehingga kita bisa lebih cepat memasuki kehidupan normal yang kita harapkan semua. Ini kan kalau kita selalu gaduh, kapan kita akan cepat melakukan recovery masalah Covid-19," pungkas Helmy.

 

Untuk diketahui, PBNU pun akhirnya mengapresiasi Presiden Jokowi yang telah mencabut lampiran investasi miras pada Perpres tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Namun, PBNU mengingatkan pemerintah agar ke depan, tidak gegabah atau sembrono dalam merumuskan berbagai kebijakan. 

 

Dalam pertemuan ini, hadir pula Pengasuh Pesantren Ora Aji Yogyakarta KH Miftah Maulana Habiburrahman, Pendakwah Ustadz Yusuf Mansur, Ketua PBNU KH Marsudi Syuhud, dan Wakil Sekretaris Jenderal PBNU H Masduki Baidlowi. 

 

Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Kendi Setiawan