Jakarta, NU Online
Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma’ruf Amin menegaskan, seorang dai seharusnya menjadi pengayom bagi masyarakat, bukan malah membuat gaduh dan bingung masyarakat.
“Jangan sampai dai menjadi menjadi sumber kegaduhan karena dakwahnya yang tidak mendidik,” kata Kiai Ma’ruf saat menyampaikan sambutan dalam acara Halaqah Dakwah Nasional di Hotel Rivoli Jakarta, Senin (13/11).
Rais 'Aam PBNU itu menyebutkan, seorang dai harus berdakwah dengan cara-cara yang santun, sukarela, tidak galak, dan memaksa. Tidak perlu saling menyalahkan antara yang satu kelompok dengan kelompok yang lainnya.
“Masing-masing berdakwah dan dakwah kita tidak perlu dibenturkan dengan yang lain,” tegasnya.
Menurut dia, antar sesama umat Islam harus saling menjaga tali persaudaraan agar tidak terjadi benturan yang kontra produktif dengan semangat dakwah itu sendiri.
Kiai Ma’ruf menambahkan, seorang dai harus menguasai materi dakwah dan juga petanya. Baginya, berdakwah tanpa peta dakwah itu ibarat orang yang berjalan di tempat yang gelap gulita tanpa ada penerangan.
“Di dalam berdakwah harus ada patokan yang menjadi panduan,” tukasnya.
Berdakwah dalam konteks NKRI
Kiai Ma’ruf menegaskan, hubungan antara agama dan negara di Indonesia sudah selesai. Indonesia bukan negara agama, juga bukan negara sekuler ataupun ateis namun Indonesia adalah negara perjanjian antar seluruh elemen penganut agama yang ada di Indonesia. Baginya, Hubungan antara umat muslim dan non muslim itu bersifat saling membantu dan menyayangi antar satu dengan yang lainnya.
“Tidak perlu membicarakan hal itu atau mengotak-atik hubungan agama dan negara. Ini sudah selesai,” ucapnya.
Ia menghimbau kepada para dai untuk berdakwah dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia yang majemuk. Yakni saling menghargai antar satu dengan yang lainnya, bukan saling menyerang.
“Komitmen kebangsaan kita pegang, komitmen keislaman kita pegang,” pungkasnya. (Muchlishon Rochmat)