Nasional

Menkominfo: Perusahaan Media Sosial Harus Terlihat Dalam Penanganan Konten Negatif

Rab, 28 Agustus 2019 | 16:30 WIB

Menkominfo: Perusahaan Media Sosial Harus Terlihat Dalam Penanganan Konten Negatif

Ikon media sosial (econsultancy)

Jakarta, NU Online

 

Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara menjelaskan bahwa terdapat peningkatan jumlah konten bermasalah di internet dari tahun ke tahun. Menurut data yang dipublikasi oleh Kominfo, terdapat satu juta lebih konten yang telah diblokir dan diturunkan dari internet. Konten-konten tersebut terdiri dari 16 kategori. Tiga katergori terbanyak yang diblokir kominfo selama ini adalah konten pornografi (960 ribu), perjudian (114 ribu), dan penipuan (7 ribu). Sementara dalam data yang sama, konten bermuatan terorisme dan radikalisme yang berhasil ‘ditaklukkan’ berjumlah 497 konten, disusul konten SARA yang berjumlah 187, dan jenis konten lain.

 

Untuk mengatasi hal tersebut, Rudiantara mengatakan bahwa semua pihak harus bersama-sama ambil bagian dalam memberantas konten jahat di internet. “Tidak bisa hanya pemerintah, atau unsur Kementerian, lembaga, BNPT dan Densus 88 saja,” kata Rudiantara di sela-sela penandatanganan, Memorandum of Action (MoA/Nota Rencana Aksi), antara dengan Kemenkominfo dan BNPT dalam rangka upaya bersama memberantas radikalisme dan terorisme terutama melalui dunia maya yang digelar di Kantor Kemenkominfo, Jakarta, Rabu (28/8).

 

Secara tegas ia meminta penyedia platform media digital untuk turut serta bertanggung jawab atas beredarnya konten-konten tersebut, terutama yang berkaitan dengan radikalisme dan terorisme yang menyebar melalui dunia maya, misalnya dengan mengaktifkan kecerdasan buatan (artificial intelligent) dan machine learning. “Saya katakan platform harus ikut tanggung jawab,” tegasnya.

 

Pemerintah, lanjut dia, telah menjalankan berbagai upaya yang dibutuhkan untuk mengajak penyedia media sosial untuk terlibat dalam hal tersebut, termasuk dengan menyampaikan di tengah-tengah forum internasional yang dihadiri oleh para penyedia platform media sosial.

 

“Bulan Mei lalu kami menemani bapak Wapres ke Perancis khusus bicara dengan platform media digital tersebut. Ini sebagai upaya untuk mendeteksi konten-konten negatif yang beredar di masing-masing platform. Jadi para penyedia platform ini juga harus ikut bertanggung jawab kalau ada penyebaran konten radikalisme dan terorisme,” kata Rudiantara.

 

Selama ini, kata Rudiantara, Kominfo sudah bersinergi dengan BNPT untuk menanggulangi terorisme dan radikalisme di Indonesia meskipun bukan dalam bentuk yang formal. Kesepahaman ini diharapkan bisa meningkatkan kerja sama antara Kominfo dengan BNPT untuk terorisme. "Kita akan terus, diminta atau tidak diminta, mengatasi isu terorisme dan radikalisme," katanya

 

Untuk itu Kominfo beserta Kementerian lembaga lain seperti BNPT itu akan terus memantau isu radikalisme terorisme ini demi menjaga keutuhan bangsa Indonesia. “Tidak ada tempat di Indonesia bagi yang tidak mengacu kepada ideologi kita, Pancasila. Dan tidak ada tempat di Kominfo yang mau bermain-main dengan tidak mengacu kepada ideologi Pancasila,” pungkasnya.

 

Dalam kesempatan berbeda, staff ahli Kominfo, Dedy Permadi menyatakan, salah satu masalah yang terjadi dalam kerja sama antara Pemerintah Indonesia dan penyedia platform media sosial adalah perbedaan standar pelanggaran antara aturan yang berlaku dengan ketetapan platform yang biasa disebut dengan community guidelines.

 

Perbedaan tersebut membuat tidak semua permintaan pemerintah untuk mengatur konten media sosial dipatuhi oleh penyedia platform. Sehingga terdapat banyak permintaan takedown dan aksi lain tidak dipenuhi karena tidak sesuai dengan aturan dalam platform yang bersangkutan. 

 

Editor: Ahmad Rozali